Liputan6.com, Jakarta - Adalah Emmanuelle Elizabeth, ilustrator Indonesia yang mengelaborasi mimpi masa kecilnya melalui apa yang ia lakukan sekarang. Siapa sangka, kesenangan menggambar yang ditekuni sejak lama sukses mengantarkan Emma, sapaan akrabnya, berkarya sampai panggung dunia.
"Sejak kecil, aku sangat senang mengangkat cerita lewat gambar dalam balutan ekspresi garis dan warna. Waktu kecil, hobiku melukis, menonton, dan (membuat) kerajinan tangan," katanya memulai cerita melalui email pada Tim Lifestyle, Kamis, 11 Januari 2024.
"Apapun hal-hal menyenangkan yang berkaitan dengan visual, cerita, dan keindahan, aku pasti suka!" serunya. "Ditambah sejak kecil, aku tinggal bareng pamanku, yang seorang pelukis, dan itu menambah inspirasi dan semangatku bekerja di industri seni dan kreatif."
Advertisement
Emma, yang saat ini tengah menjalani studi tingkat akhir jurusan DKV di Institut Teknologi Bandung (ITB), menyambung bahwa karya-karyanya terinspirasi dari kartun, seperti film-film Disney dan Pixar, serta Tonko House. "Aku suka membuat ilustrasi dengan gaya yang terlihat meriah, ceria, dan penuh detail," ujar dia.
"Aku juga suka memberi sentuhan fantasi, storytelling, dan palet warna hangat di karyaku. Karya-karya ilustrasiku berfokus pada pembuatan ilustrasi storytelling, seperti ilustrasi buku anak; keperluan brand; maupun visual development atau art concept yang sedang aku tekuni saat ini."
Ia juga mengaku senang berpetualang untuk mendapat pengalaman berbeda di bidang seni, budaya, dan alam. Sang ilustrator muda berbagi, "Banyak banget inspirasi yang aku pelajari dari budaya dan alam. Menurutku, mereka merupakan sumber keindahan, kedamaian, dan keajaiban yang ingin terus aku bawa dalam karyaku."
Mimpi Masa Kecil
Emma bercerita bahwa belakangan, ia tengah menekuni topik-topik seputar sejarah, kultur, mitologi, makanan, dan konservasi alam. "Awal mula aku berkarier sebagai ilustrator, aku pikir, berkarya sebagai illustrator adalah pekerjaan yang mudah dan menyenangkan, karena dari kecil sampai awal masuk kuliah aku memang cinta banget sama menggambar," sebut dia.
Menggambar bahkan disebutnya sebagai "pelarian" saat stres belajar di sekolah. Tapi setelah mulai bekerja sebagai ilustrator profesional, ia menyadari bahwa berkarya dalam bidang ini jauh lebih menantang.
"Aku merasa, ada beberapa hal yang harus aku miliki, seperti keterampilan dan pengetahuan yang luas, termasuk soal referensi visual," ucapnya. "Juga, dalam hal manajemen waktu, manajemen hubungan dengan klien, dan masih banyak lagi."
Intinya, Emma mengatakan, banyak persepsi yang berubah setelah sebuah hobi dijalani sebagai pekerjaan. Ia menyambung, "Di satu sisi, aku memang harus banyak belajar, tapi di sisi lain, aku menyadari bahwa berkarya sebagai ilustrator adalah pekerjaan yang aku impikan sejak kecil."
"Aku bersyukur bahwa pekerjaan ini sangat mendorong kreativitasku untuk berkembang, ditambah ketika beberapa hasilnya bisa jadi sesuatu yang indah, bermakna, dan bermanfaat untuk orang lain. Itu jadi poin utama yang menyenangkan dari pekerjaan ini."
Emma berkata, ia menerima proyek profesional saat kuliah semester tiga. "Saat itu memang banyak banget pergumulan yang aku rasakan sebagai ilustrator pemula," ia mengutarakan. "Andai waktu bisa diputar, banyak banget yang ingin aku sampaikan ke diri sendiri waktu itu."
Advertisement
Pentingnya Menjalin Koneksi
Pertama, kata Emma, jangan minder dan takut gagal. "Biasanya sebagai ilustrator pemula, banyak banget hal-hal yang bikin minder, apalagi sama ilustrator senior yang style-nya sudah lebih matang. Butuh effort untuk hilangin rasa minder, tapi percaya saja ini memang proses yang perlu dialami," ia menyebutkan.
"Kedua, eksplor, eksplor, dan eksplor!" serunya. "Menurutku, sebagai calon ilustrator, harus banget eksplor dunia sekitar. Jangan gambar di rumah terus, tapi coba banyak jalan-jalan ke alam, nonton film sebanyak-banyaknya, main gim, baca buku, dan coba aktivitas pengalaman baru."
"Sebetulnya banyak banget hal-hal di luar sana yang bisa membangun identitas diri dan visual sebagai ilustrator. Bisa dari musik, fesyen, hal-hal yang personal dan dekat dengan kita, atau memori yang kita ingat dalam suatu pengalaman."
Ketiga, Emma menggarisbawahi pentingnya menjalin koneksi. "Temui dan terhubung dengan beberapa teman yang tertarik di dunia ilustrasi. Siapa tahu bisa jadi teman belajar bareng. Tidak lupa, tambah juga teman-teman yang pengalamannya jauh di atas kita. Pokoknya banyak main sama teman-teman ilustrator, jangan di rumah aja hehe."
Ketika ditanya awal kerja sama dengan klien internasional, Emma menjawab, "Wah, kalau flashback bikin merinding sih. Menurutku ini benar-benar berkat dan keberuntungan yang dikasih Tuhan."
"Waktu itu, aku memang lagi di tahun pertama (bekerja) sebagai ilustrator. Lagi semangat-semangatnya berkarya dan menemukan identitas diri. Salah satu hal dan mimpi yang bikin aku semangat gambar dan pengin jadi ilustrator tuh karena dulu sempat mau banget bisa kerja sama Disney."
Bikin Poster Resmi Turning Red
Emma menyambung, "Waktu itu aku sering latihan dan beberapa karyaku aku post juga di social media. Sampai suatu hari, ada perusahaan bernama Scopio yang kontak aku lewat IG (Instagram) dan menawarkan kerja sama bersama Disney untuk poster film terbarunya."
"Dari situ lah awal mula akhirnya aku dapat kesempatan untuk bikin salah satu official poster untuk film terbaru Disney-Pixar yang berjudul Turning Red," bebernya.
Merujuk pengalamannya, Emma bercerita, ada beberapa perbedaan spesifik antara klien lokal dan internasional. "Kalau secara teknis, klien lokal pasti komunikasinya lebih mudah, bisa ketemuan, dan secara budaya pun lebih gampang tek-tokannya," kata dara yang kini berdomisili di Jakarta-Bandung itu.
"Tapi, kalau soal penghasilan dan apresiasi terhadap karya dan proses pembuatannya, klien internasional lebih unggul. Mereka sangat welcome dengan ide ilustrator, lalu biasanya teknis revisinya lebih profesional dan terstruktur, selain secara penghasilan juga lebih tinggi."
Ke depan, Emma berharap industri kreatif bisa lebih dihargai lagi di dalam negeri. "Tapi lagi-lagi, ini bukan generalisasi. Semua ada baik-buruknya, klien internasional pun tidak selamanya lebih baik. Ada juga kok yang kurang mengapresiasi," sebutnya.
Terlepas dari itu, menurutnya, tetap penting menjaga hubungan baik dengan klien. "Komunikasi itu kunci," ucapnya. "Komunikasi harus terbuka dan transparan. Selain itu, penting juga membangun kepercayaan. Caranya bisa dari layanan yang berkualitas. Pastikan apa yang dibuat sesuai dengan visi misi bersama."
Advertisement
Terbuka pada Kritik
Seorang ilustrator, menurut Emma, harus terbuka dengan kritik dan umpan balik klien. "Makin baik, makin professional, biasanya hubungannya semakin baik dan klien pasti ada saja yang balik lagi karena ingat sama kita," katanya.
Tidak ketinggalan, ia juga meninggalkan pesan pada rekan-rekan yang sedang berjuang jadi ilustrator maupun ingin jadi ilustrator. "Saranku adalah jangan menyerah sama impian kalian. Manusia tuh menurutku hebat dan unik. Sistem kepercayaan seseorang bisa membuat manusia melakukan sesuatu di luar kemampuannya."
"Aku percaya bahwa sistem kepercayaan ini dapat memengaruhi cara berpikir, bertindak, bahkan emosi seseorang. Semakin banyak mimpi-mimpi positif, kita bisa jadi semakin semangat dan percaya diri untuk mewudjukannya. Jangan lupa juga kerja keras dan dedikasi buat mencapai hal tersebut."
Emma juga menyoroti pentingnya berfokus pada hal-hal positif, serta dikelilingi orang-orang yang positif dan mendukung mimpi tersebut. "Jangan lupa banyak latihan dan eksplorasi. Semangat!" tandasnya