Liputan6.com, Jakarta - Gerak-gerik Nicholas Saputra memang tidak pernah lepas dari banyak pasang mata publik. Salah satu yang terbaru, warga jagat maya menyoroti jam tangan yang dipakai aktor berusia 40 tahun tersebut.
Ini berawal dari cuitan fanbase-nya, @txtaboutnicsap, Minggu, 5 Mei 2024. Akun itu menulis, "Banyak yang nanya jam tangan yang sering dipakai Nicholas Saputra beberapa bulan terakhir (dipakai juga di film The Architecture of Love), itu Jaeger-LeCoultre (seri) Reverso ya guys 😭."
Baca Juga
Melansir situs webnya, Selasa, dijelaskan bahwa Reverso Tribute Small Seconds menyoroti waktu yang dapat dibalik. "Dilengkapi Kaliber 822 yang dibuat dengan tangan, setiap komponen didekorasi dengan cermat. Itu dilengkapi jarum detik kecil pada pukul 6 yang membuktikan kecerdikan mekanis yang terkandung di dalamnya," sebut merek Swiss itu.
Advertisement
"Pada pelat jam opaline, garis gadroon yang murni, jalur menit, penanda jam yang diterapkan, dan jarum jam Dauphine hitam pekat mengingatkan kode estetika yang terinspirasi Art Deco dari Reverso pertama pada 1931," imbuhnya. "Model dengan bagian belakang yang dapat disesuaikan ini hadir dalam a tali bi-material hitam (kulit/kanvas) berdesain Casa Fagliano."
Seri jam ini dihargai mulai dari 10,6 ribu dolar AS (sekitar Rp170 juta). Mendapati itu, warganet tidak segan mengungkap keterkejutannya. "Kelihatan sederhana, tapi mahal banget. Beda emang kalo quiet luxury," kata seorang pengguna X. "Jangankan orangnya, jam aja enggak kegapai," sahut yang lain.
Apa Itu Quiet Luxury?
Ada juga yang bercanda, "Mau couple an tapi baru terkumpul (Rp)10 ribu." "Alhamdulillah udah ada dua ribu pertama nih," kelakar pengguna berbeda.
Tidak sedikit pula yang membalas komentar warganet yang menyebut merek itu sebagai quite luxury. Istilah ini memang populer tahun lalu, tapi bukanlah sesuatu yang baru.
Melansir ELLE, quite luxury dijelaskan sebagai "sesuatu yang terlihat lebih dari visualnya." Sederhananya, ini merupakan gaya minimalis zaman baru, dengan fokus lebih besar pada investasi dan kebiasaan berbelanja yang bijaksana.
Merek jam tangan Nicholas Saputra berada dalam daftar quite luxury di antara sejumlah merek fesyen lain. Meski prinsip ini secara estetis mirip dengan gerakan minimalis antara tahun 2008--2016, dalam hal memperjuangkan palet warna netral dan menolak logo, yang terpenting adalah menyusun pilihan fesyen wearable berkualitas tinggi yang dapat dipadukan dengan mulus dengan sisa lemari pakaian Anda.
"Kemewahan harus sejalan dengan kualitas bagi saya,' kata Maja Dixdotter, Direktur Kreatif By Malene Birger, sebuah label yang baru-baru ini mencapai status kultus dengan memposisikan ulang dirinya dengan estetika quite luxury di bawah tim desain baru.
Advertisement
Tidak Hanya karena Lockdown Pandemi
Dixdotter menyambung, "Saya percaya, perasaan mewah berasal dari semacam harmoni. Harmoni dalam palet warna, dalam tekstur dan bentuk yang berbeda. Sebuah rumah atau pakaian terasa mewah jika memiliki gaya yang jelas."
"Ini adalah kombinasi beberapa hal," sebutnya. "Karena COVID-19, banyak dari kita yang hidup dalam masa lockdown dan mengenakan pakaian yang lebih sedikit dibandingkan sebelumnya, menyadari betapa sedikitnya pakaian yang sebenarnya kita butuhkan."
Meski demikian, menikmati tren quiet luxury lebih dari sekadar pembelajaran yang bisa dipetik dengan baik di era lockdown. Fesyen telah lama jadi barometer perubahan sosial dan ekonomi. Contoh utamanya adalah resesi tahun 2008.
Kala itu, \setelah satu dekade logomania dan slogan Paris Hilton yang "sangat keren," merek seperti Celine, di bawah direktur kreatif Phoebe Philo, menawarkan fesyen fungsional yang terasa lebih selaras dengan kehidupan sehari-hari. Cohen, yang mengaku sebagai Filofil, merefleksikan periode ini dan pengaruh Philo dalam busana lebih mudah dipadu-padankan.
Film Baru Nicholas Saputra
Sementara itu, Nicholas Saputra tengah mempromosikan film barunya, The Architecture of Love (TAOL). Menurut kanal Showbiz Liputan6.com, Jumat, 4 Mei 2024, film yang disutradarai Teddy Soeriaatmadja ini diangkat dari novel kondang karya Ika Natassa. Selain Nico, bintang lain yang digaet untuk membintangi film ini adalah Putri Marino.
Dengan demikian, The Architecture of Love juga menjadi pertemuan pertama aktor dan aktris ini di layar lebar. Putri dijelaskan memerankan Raia, seorang penulis laris yang tidak bisa lagi berkarya setelah menghadapi perselingkuhan suaminya. Raia memutuskan terbang ke New York untuk mencari inspirasi menulis buku.
Di sana, ia bertemu River (Nicholas Saputra), seorang arsitek dari Jakarta, dan menjalin pertemanan rahasia. Saat itu, mereka bisa saling menyembuhkan, tapi bisa juga saling melukai.
Produser film ini, Chand Parwez Servia, menyebut TAOL begitu pekat dengan emosi yang dibawakan para pemainnya. Terlebih, River dan Raia sama-sama pernah mengalami trauma yang membuat mereka jadi sosok yang kesepian.
Advertisement