Liputan6.com, Jakarta - Gunung Gandangdewata merupakan sebuah gunung yang terletak di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Gunung ini adalah salah satu gunung tertinggi yang terletak di kawasan Pegunungan Quarlesi dan merupakan gunung tertinggi kedua di Sulawesi setelah Gunung Latimojong (3.478 mdpl).
Gunung Gandangdewata memiliki ketinggian 3.037 mdpl dan merupakan daerah tangkapan air terluas yang berada di Provinsi Sulawesi Barat. Gunung ini termasuk jarang didaki karena sulitnya menemukan pemandu yang layak dan dapat diandalkan.
Beberapa kendala pendakian adalah lokasinya relatif terpencil. Selain itu membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai ujung jalan setapak hingga mencapai puncak.
Advertisement
Masih banyak hal mengenai Gunung Gandangdewata selain lokasi maupun ketinggiannya. Berikut enam fakta menarik Gunung Gandangdewata yang dirangkum Tim Lifestyle Liputan6.com pada Selasa, 14 Mei 2024.
1. Titik Awal Pendakian
Mengutip dari laman Gunung Bagging, terdapat dua titik awal sehingga lintasan dapat dilakukan tetapi memakan waktu. Dari Mamuju (sisi barat), titik awalnya adalah Desa Paku (kira-kira 805 meter).
Anda dapat menempuh perjalanan sehari penuh dari Mamuju dengan sepeda motor atau mobil melalui jalan yang buruk. Dibutuhkan waktu kurang lebih 3 hari untuk mencapai puncak (sekali jalan) dan diperkirakan sekitar 2 hari untuk turun cara yang sama.
Sementara jika berangkat dari Mamasa (sisi selatan/timur), titik awal adalah desa Kampung Baru (kurang lebih 1.230 mdpl). Perjalanan dapat ditempuh selama 30 menit dengan ojek dari Mamasa dan sebelum Rante Pongko (1.315 mdpl).
2. Zona Hutan di Gunung Gandangdewata
Zona hutan pada Gunung Gandangdewata dibagi menjadi dua tipe, yaitu hutan pegunungan bawah (ketinggian 1500 - 2400 mdpl) dan hutan pegunungan atas (ketinggian 2400 - 3000 mdpl). Pada zona hutan pegunungan bawah, pohon yang tumbuh relatif tinggi, tidak begitu rapat, dan mengandung epifit yang melimpah (seperti anggrek).
Beberapa jenis pohon seperti Lithocarpus dan Castanopsis terdapat dalam jumlah yang banyak. Beberapa jenis Coniferae seperti Podocarpus, Dacrycarpus, Dacrydium, Phyllocladus dan Agathis banyak tumbuh di zona ini. Jenis Agathis yang ditemukan di Sulawesi adalah Agathis dammara.
Adapun pada zona hutan pegunungan atas, pohon-pohonnya memiliki tajuk pohon yang lebih seragam. Pohon-pohon relatif lebih pendek, berbatang bengkok, berbenjol-benjol, daunnya kecil-kecil dan tebal, batang penuh dengan lumut.
Tumbuhan yang umum pada zona ini merupakan anggota suku Ericaceae seperti Rhododendron, Vaccinum, dan Gaultheria. Sebanyak 24 jenis Rhododendron diketahui dari Sulawesi dan sembilan belas di antaranya endemik pulau tersebut. Kerapatan pohon di gunung ini cenderung semakin tinggi dengan meningkatnya ketinggian.
Advertisement
3. Mitos Cerita Gunung Gandangdewata
Mengutip dari laman KSDA Sulawesi Selatan, Gunung Gandangdewata pada mulanya adalah daratan terendah di pulau Sulawesi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya batu besar berbentuk perahu yang konon ceritanya adalah milik puteri raja yang kandas di puncak Gunung Gandangdewata.
Tapi kini Gunung Gandangdewata telah menjadi tanah tertinggi di Sulawesi Barat. Tetapi sisa-sisa lautan masih bisa kita jumpai.
Sama seperti gunung tertinggi lainnya, Gunung Gandangdewata memiliki mitos yang melekat di benak semua pengunjung. Disebutkan apabila ada seseorang yang masuk hutan dengan tujuan mengambil hasil hutan ataupun mendaki dan terdengar suara gendang dari puncak gunung berarti orang tersebut sudah meninggal.
4. Jadi Kawasan Taman Nasional
Mengutip dari laman Eiger Adventure, sejak 15 April 2017 Gunung Gandangdewata resmi ditetapkan sebagai Taman Nasional ke-53 di Indonesia. Namun kawasan ini masih belum terorganisir untuk pendakian, mengingat cukup jarang pendaki dari luar daerah mengunjungi tempat ini.
5. Ditinggali Penduduk Desa Rante Pongkok
Di alur pegunungan Gandangdewata terdapat masyarakat Dusun Rante Pongkok Kabupaten Mamasa yang mempertahankan hidupnya dari kegiatan bertani. Secara sosiologis, Gandang Dewata telah memiliki hubungan emosional dengan masyarakat kampung terakhir Desa Rante Pongkok sejak dulu.
Dengan kearifan lokal khas yang mereka miliki, masyarakat Desa Rante Pongkok berusaha untuk melindungi ciptaan Tuhan yang sangat kompleks di hutan tersebut. Dengan menghubungkan keberadaan turunnya Dewa yang membunyikan gendang untuk memberikan informasi kepada masyarakat melalui hutan, serta hutan sebagai lahan untuk menunjang hidup maka hutan terlegitimasi secara etik dan moral untuk dijaga dan dicintai.
6. Rute Pendakian Rekomendasi
Lintasan yang paling masuk akal adalah dari Desa Paku di barat hingga Rantepongko di selatan/timur dengan rute:
Hari 1: Terbang ke Mamuju untuk tiba sedini mungkin dan mengatur transportasi untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Paku.
Hari ke-2: Mendaki melalui perkebunan cokelat dan aliran irigasi dan masuk ke hutan menuju punggung bukit. Lanjutkan ke Pos 7 (perkiraan ketinggian 1.700 mpl).Â
Hari 3: Mendaki sepanjang punggung bukit, melanjutkan ke puncak. Perhatikan puncak yang dikenal sebagai Puncak Mistis di timur laut puncak yang juga tingginya lebih dari 3.000 mdpl tetapi mungkin tidak memiliki jalan setapak. Anda bisa berkemah di puncak.
Hari ke-4: Turun ke Pos 5
Hari ke 5 : Turun ke Pos 3
Hari 6: Turun ke Rante Pongko dan terus ke Mamasa.Â
Â
Advertisement