Liputan6.com, Jakarta - Tragedi tewasnya sembilan siswa SMK Lingga Kencana Depok dan belasan luka-luka dalam insiden tergulingnya bus wisata Putra Fajar di Subang, Jawa Barat, Sabtu, 11 Mei 2024, memunculkan beragam wacana dan polemik. Di satu pihak ada yang meminta kegiatan study tour dilarang, ada juga yang meminta agar ada pembatasan dibuat aturan yang lebih ketat.
Namun ada juga pihak yang merasa tidak perlu ada larangan study tour tapi harus lebih berhati-hati dalam memiliih moda transportasi atau kendaraan yang akan digunakan. Salah satunya adalah Penjabat (Pj) Gubernur Jabar, Bey Machmudin melalui Surat Edaran (SE) Nomor 64/PK.01/Kesra, tentang pelaksanaan tur sekolah atau study tour, mengimbau para kepala daerah (Bupati/Wali Kota) untuk memperketat izin study tour di wilayah masing-masing.
Sejumlah pihak ada yang meminta agar Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan moratorium dan mengubah konsep kegiatan luar ruang khususnya study tour. Saat dihubungi tim Lifestyle Liputan6.com sampai Jumat, 17 Mei 2024, Kemendikbudristek belum mengeluarkan pernyataan resmi apakah melarang kegiatan study tour atau sering disebut juga karyawisata atau istilah kekiniannya field trip atau tetap berjalan seperti biasa.
Advertisement
Namun sehari setelah peristiwa kecelakaan di Subang tersebut, Pelaksana Harian Kepala Biro Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek Anang Ristanto sempat membuat pernyataan bahwa pihaknya mendorong pemerintah daerah dan satuan pendidikan untuk memprioritaskan keselamatan murid dalam semua bentuk pembelajaran yang dilakukan.
Anang menuturkan kecelakaan bus di Subang harus menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak. Menurutnya, kejadian tersebut menunjukkan bahwa satuan pendidikan hingga pemerintah daerah harus mampu menciptakan suasana dan kondisi pembelajaran yang lebih aman dan nyaman bagi peserta didik.
"Musibah ini harus jadi perhatian bagi seluruh pihak untuk terus menciptakan pembelajaran yang lebih aman dan nyaman," ucapnya, dikutip dari Antara, Minggu, 12 Mei 2024. Anang menegaskan pihaknya bersama Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat saat ini sedang menindaklanjuti peristiwa kecelakaan bus tersebut dan akan terus memantau perkembangannya.
"Kami menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga, teman-teman, dan seluruh warga sekolah yang kehilangan dan terkena dampak atas kejadian yang memilukan ini," tuturnya.
Pakai Jasa EO untuk Study Tour
Di mata seorang guru, kegiatan study tour atau field trip tidak perlu dilarang tapi harus lebih selektif dan terorganisir dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Menurut Amel yang mengajar di sebuah SMA Islam di Jakarta, faktor keselamatan dan kenyamaan jadi yang utama di tempatnya bekerja selama 20 tahun lebih itu.
"Sejak dulu kegiatan study tour atau field trip di sekolah kita alhamdulillah berjalan lancar dan aman. Kita memang cukup ketat dan selektif tiap kali mengadakan kegiatan ini apalagi kalau ke luar kotam, kita biasanya pakai jasa EO (event organizer) supaya lebih lancar, aman dan nyaman,” terangnya pada Liputan6.com, Jumat, 17 Mei 2024.
"Kita juga ikut awasi dan selalu koordinasi dengan pihak EO seperti dalam memilih kendaraan yang akan dinaiki, terus jalurnya lewat mana dan menyiapkan keperluan lainnya, seperti kartu tol dan harus ada asisten seperti kernet yang mendampingi supir. Semuanya harus diperhitungkan dengan baik dan detail," lanjutnya.
Amel menambahkan, di sekolahnya tidak ada pungutan untuk study tour karena itu sudah termasuk dalam biaya pendaftaran. Secara biaya memang tidak murah, tapi hal itu dinilai sebanding dengan fasilitas dan rasa aman yang didapat. Kegiatan study tour pun dianggap penting karena selain jadi bagian dari beberapa mata pelajaran juga bisa menambah wawasan dan pengalaman para murid atau siswa.
Advertisement
Selektif Memilih Kendaraan
"Sampai sekarang kita tetap menjalankan study tour bahkan ada yang baru pulang dari field trip di luar kota. Tentunya kita akan terus evaluasi apa saja yang perlu dibenahi karena kita harus tetap mengutamakan keselamatan dan kenyamanan," terang wanita yang pernah mengajar siswa SD hingga SMA ini.
Pendapat hampir senada datang dari pihak orangtua murid bernama Amanda. Wanita yang memiliki tiga anak dan duduk di bangku SD sampai SMA ini berharap kegiatan study tour tidak dilarang tapi dibuat aturan yang lebih jelas. Contohnya adalah soal moda transportasi yang dipilih harus jelas kepemilikannya dan punya reputasi yang bagus.
Untuk itu, pihak sekolah harus lebih selektif dalam memilih kendaraan termasuk pengemudinya. Ia mencontohkan dua anaknya yang sudah beberapa kali mengikuti study tour dan semuanya berjalan dengan lancar dan aman.
"Pihak sekolah selalu merencanakan kegiatan dengan matang termasuk soal kendaraan, mereka biasanya pakai jasa grup Bluebird yang kita sudah tahu reputasinya. Bisa juga memakai jasa perusahaan transportasi lain yang memang sudah kita tahu bagaimana reputasinya," kata Amanda.
Perbedaan Study Tour dengan Tur
"Kegiatan study tour ini kan sudah lama, dari waktu saya sekolah juga pernah study tour dan ini jadi bagian dari mata pelajaran juga, terus bisa nambah wawasan anak sekolah. Yang mestinya diperbaiki mungkin bagaimana pengeloalaannya supaya lebih rapi dan aman bagi peserta terutama yang ke luar kota," sambungnya.
Sementara itu pengamat pendidikan dan juga seorang guru, Satriwan Salim menegaskan istilah study tour dan sekadar tour.Pertama, ada kegiatan study tour masuk dalam intra kurikuler maupun kokurikuler. Intinya, yang masuk dalam kurikulum kita.
Kegiatan ini memberikan pengalaman belajar bagi murid di luar sekolah. Bisa di dalam satu kabupaten atau satu provinsi, bahkan beda pulau. Tujuannya buat memberikan pengalaman yang berbeda bagi anak.
Miisalnya anak SMK. Mereka belajar ke perusahaan dan ke pabrik-pabrik. Dalam pelajaran IPS, murid diajak ke pasar, museum atau tempat peninggalan sejarah, jadi pengalaman mereka tidak terbatas di kelas saja. Untuk murid yang fokus ke sains juga bisa ke pabrik kimia.
Advertisement
Keselamatan Tetap Menjadi Prioritas Utama
Kalau skema yang kedua, betul-betul hanya tur, karena tidak ada studinya. Skema kedua inilah yang sebenarnya menjadi sorotan, setelah peristiwa di Ciater, Subang itu. Skema tur ini, wujudnya bisa macam-macam, ada perpisahan guru, perpisahan siswa SMA, SMP dan SD yang baru saja lulus. Mestinya, dua skema ini tidak bisa kita samakan.
"Kalau hanya wisata yang bentuknya berupa perpisahan, pelepasan, pisah sambut, saya pikir harus diatur secara ketat. Jangan sampai menjadi beban finansial bagi orangtua atau anak," kata Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) ini pada Liputan6.com, Kamis, 16 Mei 2024.
Menurut Satriwan, ada beberapa catatan evaluasi sebagai refleksi, karena peristiwa ini sudah berulang terjadi. Kita selama ini ternyata agak abai terhadap standar keamanan, kesehatan, keselamatan anak-anak, dan guru ketika berkegiatan di luar sekolah.
"Jadi, saya pikir harus ada semacam panduan yang menjelaskan tentang bagaimana standar kesehatan, keselamatan, kemudian keamanan. Sekaligus perlunya asuransi bagi peserta kegiatan di luar sekolah,” sambungnya.
Dia juga menyoroti, larangan secara langsung mungkin kurang efektif karena kegiatan di luar sekolah memiliki nilai pendidikan yang penting. Meski begitu, keselamatan tetap menjadi prioritas utama.