Respons Konflik Nihi Sumba dan Warga Lokal, Sandiaga Uno Tegur Investor yang Privatisasi Pantai

Menparekraf Sandiaga Uno menegaskan bahwa kawasan pantai merupakan milik publik. Investor perlu memperhatikan aturan-aturan garis pantai.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 03 Jun 2024, 20:41 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2024, 20:36 WIB
Varsha Strauss liburan di Nihi Sumba (Instagram/varshaadhikumoro)
Varsha Strauss liburan di Nihi Sumba (Instagram/varshaadhikumoro)

Liputan6.com, Jakarta - Viral larangan surfing di dekat lokasi resor mewah Nihi Sumba dengan warga lokal setempat ikut menuai respons Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno. Kasus yang viral pertama kali di TikTok tersebut membuat warganet bertanya bagaimana aturan hukum yang mengaturnya.

"Kami menyampaikan di forum ini bahwa kawasan pantai merupakan kawasan publik. Jadi perlu digarisbawahi bahwa investor harus tetap memerhatikan aturan-aturan garis pantai," jelas pria yang biasa disapa Sandi ini menjawab perseteruan yang melibatkan warga Desa Soba Wawi, Lamboya, di Sumba Barat itu dalam Weekly Brief with Sandi Uno, Senin (3/6/2024).

"Tidak ada yang namanya pantai pribadi, semuanya adalah kawasan publik," sambung mantan Wakil Gubernur Jakarta tersebut. 

Ia menjelaskan, aturan ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 51 tahun 2016 tentang batas Sempadan Pantai. Dari sana dapat dipastikan bahwa pantai adalah kawasan publik dan tanah milik negara. 

"Bahwa dilarang pantai ini dijadikan area privat atau diprivatisasi. Sangat-sangat tidak diperbolehkan," tegas Sandi.

Dengan kejadian ini, Sandi mengungkapkan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dan menyosialisasikan agar pihak pengelola pariwisata memberikan akses bagi publik. 

"Di Nusa dua aja kita boleh lewat, tidak ada masalah selama tidak menggangu ketertiban dan tidak menggangu keamanan," katanya lagi, sambil mengingatkan pelaku pariwisata agar prinsip berkualitas dan berkelanjutan dengan efek sosial ekonomi, budaya yang terus dijaga dan juga kelestarian lingkungannya.

 

Awal Mula Viral Saat Dilarang Surfing

Pihak pengelola resor Nihi Sumba melarang warga lokal untuk surfing
Pihak pengelola resor Nihi Sumba melarang warga lokal untuk surfing. (Dok: TikTok @ishakmaja20)

Sebelumnya Nihi Sumba jadi sorotan tajam setelah sebuah video viral yang diunggah akun TikTok @ishakmaja20 merekam saat-saat mereka di'usir' dari laut saat hendak surfing. Di video singkat tersebut, seorang perempuan berkaus biru dongker yang mengaku manajer hotel duduk di atas perahu melarang warga lokal surfing di sekitar area laut dekat hotel itu.

Kejadian tersebut terjadi di Desa Soba Wawi, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, menurut video yang diunggah pada 25 Mei 2024. "Ini dari Nihi Watu? kenapa bisa larang. Atas dasar apa kami dilarang?" tanya warga lokal itu kepada perempuan tersebut.

"Kami punya izin pemanfaatan bapak, usaha kami punya izin," jawab perempuan tersebut, menambahkan bahwa pihaknya dapat izin dari pemerintah pusat. 

Pria dalam video tersebut kembali mempertanyakan dasar hukumnya. "Atas dasar apa sehingga laut bisa dilarang?" tanyanya lagi. "Kan ada pemanfaatan di sini Pak," sahut pihak Nihi Sumba. "Kita manfaat, kerja juga," balas warga lokal itu.

 

Pembelaan Warga Lokal

Nihi Sumba (Instagram/ nihisumba)
Nihi Sumba (Instagram/ nihisumba)

Kemudian, pengelola bertanya lagi apakah ia memiliki izin untuk beraktivitas di laut itu. Warga lokal tersebut merasa bahwa tidak bisa dituntut terkait izinnya untuk mencari nafkah di laut. 

"Kalau kakak larang kami, itu dari hukum mana, pasal berapa ayat mana? Dari KUHP mana?" jawab warga lokal tersebut, sambil mengajak untuk berbicara lebih lanjut terkait masalah izin dan hukumnya. 

Menanggapi video yang viral dengan 21 ribu lebih tanda suka tersebut, warganet ikut berdebat di kolom komentar. Banyak yang membela warga lokal tersebut, tapi ada pula yang coba menjelaskan tentang izin pemanfaatan.

"Itu area pemanfaatan jadi dilarang untuk surfing di situ," tulis seorang warganet di TikTok.

"Emang ibunya yang bikin tu laut," warganet lain membela warga lokal.

"Laut memang milik masyarakat tapi ingat untuk batas jarak tertentu dari tepian harus memiliki izin," kata yang lain mengingatkan.

Tanggapan Warganet

Nihiwatu Sumba
Nihiwatu Sumba. (Instagram/NIHI)

"Mereka boleh beli tanah tapi tidak bisa beli laut, mereka buat hotel juga sudah melewati batas negara, kalau ombaknya tidak ganas mungkin mereka sudah buat rumah di laut," balas warga lokal tersebut menjawab warganet.

"Kaka laki-laki tanyakan ke Kementerian Maritim dan Investasi untuk pemanfaatan pantai dan laut biar jelas," warganet yang lain memberi saran penyelesaian.

"Pulau oke lah bisa milik pribadi, lah laut??? kocak bener," kata warganet lain. 

Liputan6.com berusaha mengonfirmasi hal tersebut kepada pihak hotel. Tapi, sampai berita ini ditulis belum ada tanggapan dari yang bersangkutan.

Nama resor Nihi Sumba tak asing dengan banyak publikasi positif dari berbagai media internasional. Conde Nast Traveler yang merilis Golden List misalnya, memasukkan Nihi Sumba dalam kategori Hotel dan Resort Terbaik di Dunia 2023.

Dalam daftar tahunan ke-29 itu dipilih dengan "penuh semangat oleh tim internasional kami," tulis mereka, dikutip dari situs webnya, Kamis, 4 Januari 2024. Daftarnya mengungkap termasuk resor tepi laut mana yang mereka kunjungi setiap bulan Agustus.

NIHI Sumba sebagai salah satu rekomendasi dituliskan sebagai akomodasi yang cukup sulit dicapai. Mereka mencatat, "Terdapat penerbangan panjang ke Bali, dilanjutkan penerbangan domestik ke Pulau Sumba. Setelah mendarat, (kami masih harus berada) satu setengah jam di belakang jip safari yang berkelok-kelok melalui sawah bertumpuk dan desa-desa dengan gubuk beratap jerami."

Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia
Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya