Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi joki tugas dan skripsi tengah jadi sorotan panas di jagat X, dulunya Twitter. Ini terutama disebabkan perbedaan pendapat dalam menggunakan "jasa" pihak tertentu untuk menuntaskan tugas, dalam hal ini tugas sekolah maupun kuliah, bahkan pengerjaan skripsi.
Salah satu yang mengaku kaget dengan normalisasi joki tugas dan skripsi adalah pengguna X @abigailimuriaa yang merupakan co-founder What Is Up, Indonesia? (WIUI). Utas berupa video yang ia bagikan pada Sabtu, 20 Juli 2024, telah mengundang ribuan komentar.
Ia pun terlihat beberapa kali menandai akun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). "Hi @Kemdikbud_RI minta tanggepannya dong soal fenomena joki di pendidikan Indonesia ini. Udh rame berhari-hari nih," cuitnya pada Senin, 22 Juli 2024.
Advertisement
Kemendikbudristek akhirnya menanggapi, kendati bukan membalas tweet Abigail. "Halo, Kak. Civitas academica dilarang menggunakan joki (jasa orang lain) untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah karena melanggar etika dan hukum. Hal tersebut merupakan bentuk plagiarisme yang dilarang dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," sebutnya.
Mereka menyambung, "Civitas academica harus menggunakan daya kemampuannya sendiri dalam menunjukkan kapasitas akademiknya. Bagi warganet yang menemukan praktik plagiarisme/kecurangan akademik, laporkan ke http://ult.kemdikbud.go.id atau http://posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id @Itjen_Kemdikbud."
Abigail membalas jawaban Kemendikbudristek dengan menulis, "Bisa dijelasin gak laporannya perlu detail apa aja? Perlu bukti kayak apa? Lalu kalo udah dilaporin, brp lama bisa dapet kabar soal penanganan? Bentuk tindakan selanjutnya apa aja ya? Tolong diuraikan dengan jelas biar kita semua paham 🙏🏼."
Ada PT Joki Tugas dan Skripsi?
Belum ada tanggapan lebih lanjut dari Kemendikbudistek saat artikel ini ditulis. Narasi seputar joki tugas dan skripsi pun berkembang, dengan tidak sedikit warganet memperlihatkan betapa "layanan" tersebut telah jadi bisnis. Di antaranya, mereka memperlihatkan "start-up" yang diduga fokus menawarkan jasa yang dimaksud.
"Kalo joki jasa Guru Besar yang 'dibantu bersama jaringan kami (di kemendikbud) sampai SK jafung terbit,' ada ga min?" sindir akun lain membalas tanggapan Kemendikbudristek sambil menyertakan tangkapan layar dari iklan layanan tersebut. Bola panas bergulir kian liar karena muncul tweet yang mengungkap banyak selebgram pernah endorse jasa joki tugas dan skripsi.
Ada pula yang menjelaskan, "Yang ngetrigger Abigail bikin video kemungkinan karena ada yang ngetwit marah-marah dighosting customer dia (yang diduga mau pakai joki tugas)." "(Joki tugas) yang bisa sampe urus PT tu gimana si? Kan katanya jelas-jelas melanggar UU, kok izin PT-nya keluar?" tanya pengguna lain yang heran.
Advertisement
Bukan Kali Pertama Disorot
Sayangnya, ini bukan kali pertama topik joki tugas jadi sorotan. Pada 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti fenomena pembuatan karya ilmiah, seperti skripsi, tesis, dan disertasi, oleh joki yang kian marak, lapor kanal News Liputan6.com per 13 November 2022.
Hanya dengan menggunakan kata kunci "joki skripsi" di mesin pencarian Google, masyarakat bisa mendapat seluruh informasi, lengkap dengan biaya jasa yang harus mereka keluarkan. Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan, tanpa disadari, fenomena tersebut merupakan bibit-bibit perilaku tindak pidana korupsi.
Sebab, karya akademis yang seharusnya dibuat sebagai tolok ukur pemahaman mahasiswa kini tidak lagi dianggap jadi hal krusial yang harus dikerjakan sendiri. "Dengan menggunakan joki, mahasiswa sudah melakukan kebohongan dan tidak jujur atas apa yang diperbuat. Sekarang yang terjadi enggak usah capek sekolah karena dapat gelar gampang (dengan jasa joki)," kata Wawan saat Sosialisasi Deteksi Dini Pencegahan Korupsi di Lingkungan Pendidikan Tinggi, Universitas Tanjungpura, Pontianak, merujuk siaran pers.
Bibit Korupsi di Dunia Pendidikan
Tidak hanya soal joki, Wawan menyambung, bibit korupsi di dunia pendidikan diakui kian masif dan terstruktur. Berkaca dari sejumlah kasus yang ditangani KPK, ditemukan adanya kelemahan sistem yang kemudian rawan jadi celah korupsi.
Penerimaan mahasiswa baru mandiri tanpa mekanisme dan aturan yang jelas membuat salah seorang rektor terseret dalam pusaran korupsi. “KPK juga pernah menangani kasus di mana lima orang mahasiswa melakukan korupsi dana bantuan sosial sebesar Rp350,5 juta. Hal ini menunjukkan bagaimana korupsi tidak hanya menyasar para petinggi di negeri ini saja, melainkan sudah masuk ke lingkungan pendidikan yang seyogianya merupakan zona integritas," ucap Wawan.
Ia mengaku prihatin dengan fakta tersebut dan mengajak seluruh civitas akademika mengembalikan marwah dunia pendidikan tinggi ke tempat yang seharusnya. "Dunia pendidikan jadi tempat di mana setiap anak muda yang merupakan generasi penerus bangsa menimba ilmu dan kelak akan diaplikasikan untuk membawa Indonesia ke arah kejayaan," kata dia.
Advertisement