Liputan6.com, Jakarta - Video Kate Middleton memakai hijab beredar di media sosial, membuat warganet terbelah jadi dua kubu. Pasalnya, rekaman dengan logo Daily Mail itu muncul di tengah ketegangan demo anti-Muslim di sejumlah kota di Inggris.
Di X, dulunya Twitter, tidak sedikit pengguna menyoroti bagaimana Putri Wales "dipermalukan," karena jabatan tangannya tidak disambut seorang pria. "Bukan tidak sopan, namun pria Muslim tidak boleh menyentuh perempuan secara sembarangan. Saya rasa ia tetap menghormatinya (Kate) dengan menaruh tangan di dada, sedikit membungkuk, dan tersenyum," pengguna lain membela.
Baca Juga
Kate Middleton Absen di Acara Resepsi Diplomatik Kerajaan Inggris, Ratu Camilla Muncul dengan Tiara Ratu Elizabeth II
Pencuri Bertopeng Beraksi Dekat Rumah Kate Middleton - Pangeran William, Terobos Pagar Pakai Mobil Curian
Top 3 Berita Hari Ini: Dampak Pembaruan Rencana Pemakaman Raja Charles III pada Pangeran William
"Apakah ini terjadi di Inggris? Kenapa juga Kate berkerudung?" tanya warganet lain. Sementara bola komentar terus bergulir liar, sebagian pengguna memastikan bahwa itu merupakan rekaman lama. "Kenapa kalian suka sekali meributkan klip lawas?" kata sebuah akun X.
Advertisement
Sebagai konteks, melansir Daily Mail, Sabtu (10/8/2024), hijab itu dipakai Kate saat mengunjungi Hayes Muslim Center di London, Inggris, bersama Pangeran William pada 9 Maret 2023. Di kesempatan itu, pasangan Wales bertemu para donatur yang telah mendukung korban gempa Turki dan Suriah.
Kate menutupi kepalanya dengan kerudung putih merek Pakistan, Elan, dengan detail sulaman hitam di tepi. Item jenama itu juga melengkapi penampilan menantu Raja Charles III selama tur Pakistan pada 2019.
Kate Middleton memadankannya dengan mantel hitam klasik Catherine Walker dan gaun lipit Alexander McQueen yang dikenakan sebelumnya menemui warga sepeninggal Ratu Elizabeth II pada September 2022. Tidak ketinggalan, ibu tiga anak ini memakai sepatu hak hitam Gianvito Rossi seharga 704 dolar AS (sekitar Rp10,9 juta) berpadan riasan sederhana.
Dukung Penggalangan Dana Gempa di Turki dan Suriah
Tidak berhenti sampai Kate memakai hijab, rasa hormat ditunjukan pasangan bangsawan ini dengan melepas alas kaki mereka saat memasuki Hayes Muslim Centre, yang merupakan praktik umum di kalangan Muslim. Selama acara, keduanya bertemu perwakilan tempat tersebut yang mengumpulkan lebih dari 25 ribu pound sterling untuk bantuan gempa Turki-Suriah.
Pangeran dan Putri juga bergabung dengan dua murid dari Sekolah Waldegrave, yaitu Dila Kaya (14) dan Lina Alkutubi (15), serta guru mereka Natasha Rustam untuk membantu membuat burung bangau origami. Ini merupakan simbol harapan dan penyembuhan selama masa-masa sulit.
Sementara di kabar terbaru, Inggris semula bersiap menghadapi malam panjang kerusuhan berdarah pada Rabu, 7 Agustus 2024, setelah seminggu penuh pemberontakan anti-migran melanda negara itu, lapor TIME. Sekitar enam ribu petugas dikerahkan Perdana Menteri Inggris Keir Stamer untuk mengendalikan serangan lebih lanjut terhadap komunitas Muslim dan migran yang dipicu retorika anti-imigrasi dan misinformasi daring setelah penusukan fatal tiga anak minggu lalu.
Polisi telah mengidentifikasi sedikitnya 100 target, termasuk pusat-pusat imigrasi di seluruh Inggris. Pekerja lokal dipulangkan lebih awal, toko-toko ditutup, dan banyak Muslim yang ketakutan menghindari keluar rumah.
Advertisement
Aksi Demonstran Anti-Rasis
Beruntung, kerusuhan tidak benar-benar terjadi. Sebaliknya, ribuan demonstran anti-rasis memblokir jalan-jalan sambil meneriakkan, "Migran diterima di sini," dan memegang plakat bertuliskan, "Hentikan sayap kanan ekstrem." Aksi kecil sayap kanan terlihat di Portsmouth, Southampton, dan Blackpool.
Namun, jumlah mereka jauh lebih sedikit daripada warga Inggris yang mengirimkan pesan penerimaan pada komunitas lokal mereka, menurut laporan berita lokal dan demonstran yang hadir. Dalam salah satu demonstrasi anti-rasis yang lebih besar, di area Walthamstow di London, rekaman udara menunjukkan sebanyak delapan ribu orang berkumpul dalam solidaritas.
Aksi serupa terjadi di Brighton, Newcastle, Oxford, Liverpool, dan Southampton. Sejumlah faktor kemungkinan berkontribusi terhadap jumlah perusuh yang lebih sedikit dari yang diantisipasi, termasuk kehadiran polisi yang signifikan dan pencegahan kasus pengadilan yang dipercepat bagi mereka yang berafiliasi dengan kerusuhan.
Starmer, yang menjabat sebagai direktur penuntutan umum selama kerusuhan London 2011, menggambarkan kekerasan baru-baru ini sebagai "premanisme sayap kanan" dan mengancam akan "menindak tegas hukum." Sejauh ini, lebih dari 480 orang telah ditangkap terkait kerusuhan tersebut, dengan 149 dakwaan terhadap para pelaku.
Protes Balasan di Inggris
Nick Lowles, pemimpin Hope Not Hate, kelompok advokasi anti-fasisme yang berbasis di Inggris, juga mengatakan pada Guardian bahwa daftar target kerusuhan pada Rabu disusun satu orang di Liverpool dan disebarkan secara luas di aplikasi media sosial, sehingga menimbulkan persepsi tentang tingkat ancaman yang terlalu tinggi.
"Tujuan kami adalah menyatukan orang-orang,” kata Weyman Bennett, salah satu koordinator Stand Up To Racism, kelompok anti-fasis Inggris yang membantu mengorganisasi banyak protes balasan pada Rabu. "Meski mereka minoritas, kami menyadari bahwa kelompok sayap kanan kini memiliki orang-orang yang dibayar tinggi dan terorganisasi dengan baik, jadi penting bagi kami untuk menyatukan semua kekuatan itu."
Banyak tetua kelompok itu memiliki akar yang sudah lama dalam pengorganisasian komunitas untuk gerakan anti-Nazi dan anti-fasis, kata Bennett. Tapi, banyak orang yang ia lihat menghadiri demonstrasi balasan minggu ini adalah wajah-wajah baru yang "ngeri" dengan apa yang mereka lihat di berita.
Advertisement