Bahan Bangunan Ramah Lingkungan dan Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan Jadi Langkah Kunci Kurangi Jejak Karbon

Kayu yang diproduksi secara lestari bukan hanya dapat melestarikan keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi pada penurunan emisi karbon dan mendukung ekonomi sirkular.

oleh Henry diperbarui 13 Sep 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2024, 16:00 WIB
Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau” oleh KLHK.
Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau” oleh KLHK.  (Liputan6.com/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Badan Standardisasi dan Instrumen LHK menggelar Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau”. Acara yang berlangsung di sebuah hotel di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis, 12 September 2024 tersebut bertujuan untuk membahas peran penting standar produk hasil hutan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam sektor konstruksi.

Dalam sambutannya, Kepala Badan Standardisasi dan Instrumen LHK, Ary Sudijanto, menekankan urgensi penggunaan produk hutan yang bersertifikat dan dikelola secara berkelanjutan. Menurutnya, kayu yang diproduksi secara lestari bukan hanya dapat melestarikan keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi pada penurunan emisi karbon dan mendukung ekonomi sirkular.

"Industri bangunan saat ini menyumbang 39 persen emisi CO2 global, dimana 11 persen di antaranya berasal dari manufaktur bahan bangunan dan produk seperti baja, semen, dan kaca. Penggunaan kayu sebagai bahan netral karbon dapat mengurangi emisi satau jejak karbon ecara signifikan," terang Ary.

Simposium ini juga membahas pentingnya integrasi standar produk hutan dalam konstruksi hijau untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan krisis keragaman hayati. Para peserta, yang terdiri dari akademisi, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya, berdiskusi mengenai pengembangan standar-standar baru yang dapat mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan industri kehutanan yang berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan.

"Dengan menerapkan standar yang tepat, kita sebenarnya bisa meningkatkan kualitas produk hasil hutan, mendukung perdagangan internasional, dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang hijau," ujar Ary.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Upaya Pelestarian Hutan dan Pembangunan Berkelanjutan

Mengolah Limbah Kayu Menjadi Produk yang Menguntungkan
Perajin menyelesaikan pembuatan kursi dari kayu bekas di Pinang, Kota Tangerang, Banten, Minggu (28/3/2021). Furnitur berbahan dasar kayu bekas tersebut dijual dari harga Rp50.000 hingga lima juta rupiah dan dipasarkan hingga ke Sumatera dan Kalimantan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Salah satu poin penting yang dibahas dalam simposium ini adalah peran ekonomi sirkular dalam pengelolaan hutan. Prinsip ekonomi sirkular yang menekankan pada pengurangan limbah dan pemanfaatan sumber daya secara maksimal dinilai sangat relevan dengan upaya pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan.

Ary menambahkan, upaya pengurangan emisi belum sepenuhnya fokus pada dekarbonisasi sektor konstruksi, melainkan pada tenaga listrik dan transportasi. Dekarbonisasi dengan kemajuan teknologi berupa peningkatan penggunaan biomaterial sirkular regeneratif dari hutan akan menghasilkan rantai manfaat, mulai dari pengurangan risiko kebakaran hutan hingga peningkatan produktivitas hutan.

Penggunaan kayu sebagai bahan netral karbon dalam konstruksi punya pengaruh yang besar serta inovatif untuk mencapai netralitas karbon dan mendorong perekonomian yang berketahanan. "Buat menghadapi tantangan-tantangan yang saya sebutkan tadi, integrasi standar produk hutan dalam konstruksi hijau merupakan langkah krusial menuju pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan," ujarnya.

"Kebijakan untuk mendukung penggunaan material kayu, serta pengurangan limbah dan peningkatan daur ulang bahan bangunan membutuhkan pedoman yang jelas salah satunya dengan pengembangan standar-standar baik berupa standar mutu produk kayu, kayu olahan, jaminan kelestarian hutan dan sertifikasinya, maupun standar perdagangan produk kayu global," sambungnya.

 


Prinsip Ekonomi Sirkular

Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau” oleh KLHK.
Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau” oleh KLHK.  (Liputan6.com/Henry)

Kebijakan tersebut sangat terkait dengan konsep ekonomi sirkular, karena ekonomi sirkular merupakan model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin. Prinsip dari ekonomi sirkular mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam.

"Saya rasa, prinsip ini sejalan dengan upaya pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, kita dapat mengurangi dampak lingkungan, melestarikan sumber daya hutan, dan berkontribusi pada bumi dan lingkungan yang lebih sehat dan tangguh. Konstruksi merupakan salah satu sektor prioritas penerapan ekonomi sirkular di Indonesia,” tutupnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan KLHK, Wening Sriwulandari mengatakan bahwa Simposium Nasional ini termasuk ajang yang penting untuk membahas standardisasi hasil hutan guna mendukung ekonomi sirkular dalam konstruksi hijau.

"Simposium Nasional ini merupakan wahana untuk bisa berbincang dan merekomendasikan terkait dengan standar hasil hutan untuk mendukung ekonomi sirkular dalam konstruksi hijau," ucapnya.


Hasil Simposium

Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau” oleh KLHK.
Simposium Nasional dengan tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau” oleh KLHK.  (Liputan6.com/Henry)

Menurut Wening, ekonomi sirkular merupakan model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada supaya bisa dipakai selama mungkin. Selain itu, ekonomi sirkular memiliki prinsip yang mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam.

"Saya rasa, prinsip ini sejalan dengan upaya pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, kita dapat mengurangi dampak lingkungan, melestarikan sumber daya hutan, dan berkontribusi pada bumi dan lingkungan yang lebih sehat dan tangguh. Konstruksi termasuk salah satu sektor prioritas penerapan ekonomi sirkular di Indonesia," jelasnya.

Simposium nasional ini menghadirkan beberapa narasumber antara lain Prof. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F.Trop, dari IPB University, Ha Kyungsoo, Atase Kehutanan Kedutaan Republik Korea Selatan, dan Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia. Harapannya, hasil dari simposium ini dapat menjadi dasar dalam perumusan kebijakan dan pengembangan standar produk hasil hutan yang lebih komprehensif, sehingga dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

 

INFOGRAFIS JOURNAL_ 10 Provinsi di Indonesia dengan Hutan Riskan Kebakaran
INFOGRAFIS JOURNAL_ 10 Provinsi di Indonesia dengan Hutan Riskan Kebakaran (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya