Liputan6.com, Jakarta - Bukan hal asing bila ibu bekerja kerap dihadapkan dengan dilema apakah akan terus berkarier atau meninggalkannya demi bisa mengurus anak. Dilema itu salah satunya dipicu oleh kebijakan perusahaan yang tidak akomodatif.
Padahal, studi McKinsey & Company pada 2021 menemukan bahwa perusahaan yang memiliki karyawan perempuan lebih banyak menunjukkan performa yang lebih baik, terutama ketika mereka mendapat dukungan yang memadai. Pasalnya, ibu berperan penting dalam keluarga, tidak hanya sebagai pengasuh utama anak-anak dalam memenuhi kebutuhan dasar, tapi juga sebagai sosok yang berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan keluarga.Â
Advertisement
Hal itu juga diakui oleh sebuah perusahaan multinasional seperti P&G Indonesia. Purchasing Director and Equality & Inclusion Leader P&G Indonesia, Annisa Darojati menyatakan bahwa perusahaannya berprinsip 'Everyone Valued, Everyone Included, Everyone Performing at Their PeakTM' yang menjadi pedoman dalam merancang berbagai program untuk memastikan semua karyawan, termasuk ibu bekerja dapat membawa versi terbaik mereka ke tempat kerja.
Advertisement
"Kami percaya bahwa lingkungan kerja yang inklusif dan suportif bagi para ibu bekerja, pada akhirnya dapat mendorong produktivitas dan memberi dampak positif terhadap keberlanjutan organisasi," ujarnya.
Salah satu bentuk dukungan perusahaan terhadap karyawan, terutama ibu bekerja, adalah dengan kebijakan Extended Parental Leave bagi karyawan yang memasuki fase menjadi orangtua. Karyawan perempuan berhak mendapat cuti melahirkan selama 3,5 bulan dan bisa diperpanjang hingga total 6,5 bulan jika diperlukan.
Â
Fasilitas Daycare Permanen di Pabrik
Karyawan laki-laki juga diberikan cuti ayah selama dua bulan atau 60 hariuntuk mendampingi pasangan dan merawat anak yang baru lahir. Kebijakan itu, kata Annisa, membuat jatah cuti lebih banyak dari peraturan pemerintah, yaitu hanya dua hari atau paling lama tiga hari sesuai kesepakatan.
"Dukungan ini diberikan dengan tujuan membantu para ibu dan ayah untuk dapat beradaptasi pada peran dan dinamika hidup yang baru setelah masa kelahiran anak," imbuhnya.
Selain hak cuti bagi kedua orangtua, perusahaan juga menyediakan berbagai fasilitas fisik untuk ibu bekerja, seperti ruang laktasi di kantor, layanan shuttle car untuk karyawan hamil di pabrik P&G yang berlokasi di Karawang, serta daycare permanen yang memenuhi standar Taman Asuh Ramah Anak (TARA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Fasilitas daycare ini tidak hanya menyediakan lingkungan aman dan nyaman untuk anak-anak, tetapi juga memastikan pengawasan kesehatan yang profesional. Saat ini, daycare itu bisa menampung hingga 40 anak.
Advertisement
Fleksibilitas Tempat Kerja
Sementara bagi karyawan yang berada di kantor pusat, fasilitas pop-up daycare disiapkan pada momen Lebaran. Hal itu bertujuan membantu karyawan selama absennya para tenaga pengasuh atau asisten rumah tangga sebelum, selama, dan setelah libur Hari Raya Lebaran.Â
Perusahaan juga mewadahi komunitas internal bernama Wonder Mommies. Di grup tersebut, para karyawan perempuan yang menjadi ibu untuk berbagi pengalaman, bertukar informasi, dan mendapatkan edukasi dari para ahli mengenai pengasuhan anak.
P&G juga memiliki kebijakan Flex@work, yang memberikan fleksibilitas bagi karyawan untuk menentukan jadwal dan lokasi kerja mereka melalui diskusi dan kesepakatan dengan atasan dan tim SDM. Kebijakan yang diterapkan sejak sebelum pandemi itu dirancang untuk mempermudah para karyawan, termasuk ibu bekerja, dalam menyelesaikan tanggung jawab profesional dan pribadi mereka.
Melengkapi kebijakan dan fasilitas tersebut, perusahaan juga menghadirkan program Employee Assistance Program (EAP). Program ini memberikan akses ke tenaga kesehatan mental profesional bagi semua karyawan, termasuk bagi para ibu bekerja yang rentan mengalami stres akibat tekanan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga.
Pentingnya Ibu Mengelola Stres
Di sisi lain, stres dan manajemen waktu bersama anak serta keluarga menjadi tantangan utama yang harus dihadapi para ibu bekerja. Menurut psikolog dan ahli parenting, Samantha Elsener, regulasi emosi ibu bekerja bisa kacau utamanya karena masalah personal dan anak.Â
"Masalah bunda ada kaitan dengan orang lain, teman, termasuk finansial. Kalau masalah anak misalnya, anak kenapa-kenapa, anak sakit, rewel, frustasi tidak tahu harus apa," kata Samantha saat talkshow BundaFest di sebuah mal kawasan Jakarta Selatan, Jumat, 6 Desember 2024.
Ketika stres muncul, ibu bisa menjadi tidak sabaran menghadapi anak. Sementara saat ibu menghadapi masalah karena anak, juga akan memengaruhi pekerjaan maupun kehidupan sehari-harinya. "Nanti muter polanya, sulit keluar dari masalah ini jika tidak bisa mengatasinya," kata Samanta lagi.Â
Stres adalah hal yang wajar, tetapi para ibu bekerja diminta untuk mengatasinya sejak awal. "Upayakan di level stres ringan ada upaya agar turun level stres, karena jika ditumpuk akan berbahaya," cetusnya.Â
Selain menangani stres, ibu bekerja juga harus memahami kebutuhan anaknya akan waktu bersama orangtua. Menurut Samantha, biasanya anak saat umur dua tahun sudah bisa ditinggal untuk dipercayakan kepada keluarga terdekat, seperti orangtua. "Kita harus meregulasi diri kita agar koneksinya aman," sarannya, sambil mengatakan bahwa ibu bekerja bisa setiap satu jam sekali video call dengan anaknya agar tetap merasa dekat.
Kemudian saat sudah berada di rumah, ibu bekerja harus bisa memiliki manajemen waktu yang efektif menjalankan perannya sebagai ibu saat bersama anak. Ibu juga harus pintar mengatur waktunya sendiri, seperti untuk mandi dan me time agar menghindari stres.Â
Advertisement