Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menagih keseriusan pemerintah daerah dalam mengelola sampah masing-masing. Langkah pertama adalah menyelesaikan penyusunan peta jalan pengelolaan sampah.
"Kami dalam satu bulan ini, akan memandatkan, meminta kembali kepada seluruh pemerintah provinsi dan seluruh pemerintah kabupaten/kota yang belum menyelesaikan roadmap penyelesaian sampahnya sampai akhir di bulan Februari ini," kata Menteri Lingkungan Hidup (MenLH) Hanif Faisol Nurofiq seusai apel di Kantor Wali Kota Jakarta Utara, Senin (17/2/2025). Bila tidak, pemda yang bandel akan disanksi administratif.
Ia mengapresiasi Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang berhasil menyelesaikan peta jalan pengelolaan sampah. Peta jalan tersebut diperlukan mengingat Jakarta menjadi barometer dalam penanganan isu sampah nasional dan contoh untuk implementasi di wilayah lain.
Advertisement
Mengutip data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), total timbulan sampah di Jakarta pada 2023 tercatat 8.607,26 ton/hari dengan capaian pengelolaan sampah sebesar 99,6 persen. Namun, 86,69 persen atau 7.462 ton sampah Jakarta masih diangkut ke TPST Bantargebang.
"Kondisi tersebut menggambarkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Jakarta masih menitikberatkan pada TPA yang mengakibatkan pengelolaan di TPA menjadi berat, sampah tidak terolah dengan baik, dan cenderung ditimbun di landfill," kata Hanif.
Timbunan sampah itu menimbulkan masalah lingkungan baru karena tidak memiliki instalasi pengelolaan air limbah. Akibatnya, lindi mencemari air tanah sekitar TPST Bantargebang. "Sumur-sumur di seputaran Bantargebang sebenarnya tidak layak lagi kita konsumsi. Ini contoh di Bantargebang," jelasnya.
Â
Â
Dorong Pemprov Jakarta Terapkan Retribusi Sampah
Peta jalan itu merupakan langkah awal dalam penyelesaian masalah sampah di Jakarta. Selanjutnya, Hanif menanti kerja keras nyata pemerintah daerah dalam menangani masalah sampah yang ada. Salah satunya dengan mendorong agar sistem retribusi sampah dan insentif segera diterapkan.
"Kami ingin mendorong Pemerintah Provinsi Jakarta untuk segera mempertimbangkan untuk mengimplementasikan sistem retribusi dan mekanisme intensif bagi masyarakat yang telah melakukan upaya pemilihan sampah dari sumber dengan tidak dikenai biaya retribusi," kata Hanif.
Pengelolaan sampah, katanya, membutuhkan dukungan dalam bentuk insentif finansial demi memastikan masyarakat memilah sampah dari rumah, mengingat sampah merupakan produk yang dihasilkan oleh individu. Dia juga mendorong Pemprov Daerah Jakarta untuk memastikan pengelola kawasan menyelesaikan sampah yang dihasilkannya. Hal itu sesuai dengan kewajiban pengelolaan sampah oleh pengelola kawasan seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Saya sangat mendorong pemerintah Jakarta dan kita semua mempertimbangkan opsi-opsi untuk menerapkan retribusi pengelolaan sampah di Jakarta. Ini sangat penting agar permasalahan Jakarta terkait sampah ini selesai," katanya.
Advertisement
2 Isu Utama Sampah di Jakarta
Hanif menyebut ada dua isu utama terkait pengelolaan sampah Jakarta yang perlu segera diselesaikan. Keduanya adalah menyelesaikan permasalahan timbunan sampah di TPST Bantargebang yang saat in isudah menumpuk dan penanganan timbulan sampah harian Jakarta sebesar 8.607,26 ton/hari melalui upaya pengelolaan sampah di sumber agar sampah tersebut tidak dibuang ke TPST Bantargebang.
"Mengingat bahwa hampir 50 persen jumlah timbulan sampah berasal dari rumah tangga yang mana sangat erat kaitannya dengan gaya hidup dan perilaku masyarakat sehari-hari, oleh karena itu kami ingatkan kembali perlu dibangun literasi baru dalam pengelolaan sampah, yakni 'sampahku tanggungjawabku'," kata Hanif.
Slogan itu, ujar dia, merupakan filosofi dasar membangun kesadaran dan kepedulian setiap orang dalam urusan sampah. Ia menegaskan bahwa literasi tersebut menjadi titik awal membangun gerakan gaya hidup sadar sampah yang di mulai dari diri sendiri dan keluarga.
"Selain itu, melalui pendekatan kuratif kepada semua pihak penghasil sampah, wajib mengolah sampah yang dihasilkan. Jangan lagi mengandalkan TPA sebagai tempat pembuangan. Pilah dan olah sampah harus menjadi budaya yang dilaksanakan semua pihak," katanya dalam apel.
Bantargebang Ditargetkan Jadi Ruang Terbuka Hijau
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan akan menyulap Bantargebang sebagai TPA terbesar di Indonesia tersebut menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Ia menyebut Bantargebang menjadi barometer penanganan masalah sampah di Indonesia.
"Kita tutup dulu, jadikan RTH dulu. Tangkap metannya... Harapan saya, teman-teman dari ambassador akan ikut mendukung ya untuk menyelesaikan capture terkait metan," ucapnya di sela Peluncuran Aksi Pilah Sampah di Hutan Kota GBK Jakarta, Minggu, 17 November 2024.
Ia menerangkan bahwa bahaya gas metan cukup tinggi, daya rusak atmosfernya disebutkan 28 kali lebih besar dari karbondioksida (CO2). Gas metan biasa dihasilkan oleh tempat pembuangan sampah terbuka (open dumping), seperti di Bantar Gebang dan mayoritas tempat pembuangan sampah di daerah di Indonesia.
"Ini (tangkapan gas metan) sudah kita promosikan juga waktu di COP29 di Baku, Azerbaijan kemarin... Saya ingin sekali, kami ingin semua tentu masalah sampah selesai di Jakarta, karena jadi barometernya. Harapan saya dua tahun dari sekarang mestinya selesai deh," ujar Hanif.
Penyelesaian yang dimaksudkannya adalah volume sampah yang masuk ke Bantar Gebang menurun signifikan. Disebutkan bahwa saat ini sampah yang masuk ke Bantar Gebang mencapai 8000 ton per hari, sedangkan timbunan sampahnya sudah mencapai 55 juta ton atau setara dengan 40 meter. "Indikatornya gampang, teman-teman sekalian, kalau kita mau ngawal sama-sama, cek di Bantar Gebang. Kalau masih 7 (8) ribu aja yang turun, berarti kita belum berhasil," ujarnya.
Â
Advertisement
