Jokowi Under Pressure?

Jokowi-JK menang di Pilpres 2014, namun partai pendukung mereka kandas di DPR. Benarkah akan ada manuver penjegalan?

oleh Raden Trimutia HattaSilvanus AlvinTaufiqurrohmanPutu Merta Surya Putra diperbarui 13 Okt 2014, 19:32 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2014, 19:32 WIB
Komik Jokowi 1
Komik Jokowi 1

Liputan6.com, Jakarta - Menang tapi kalah. Yang kalah justru berkuasa. Sebuah ironi perebutan kekuasaan Tanah Air.

Hari itu, sehari sebelum pencoblosan Pilpres 9 Juli 2014, kader banteng moncong putih tampil beda. Tak ada merah membara seperti sedianya. Kompak, warna hitam melekat di tubuh mereka.

Mulai dari Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani, Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, Wasekjen PDIP Eriko Sotarduga, dan kader-kader lainnya mengenakan pakaian hitam.

Hari itu PDIP sedang berduka. Hak politiknya terancam dikebiri. Sejumlah fraksi di DPR saat itu, menghalangi langkah PDIP untuk menempatkan kadernya sebagai Ketua DPR melalui revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

"Kami berduka karena pikiran mayoritas memaksakan kehendaknya. Parpol yang melaksanakan pileg lalu dipilih rakyat. Kami dipilih rakyat jadi pemenang, tapi hak kami malah dikerdilkan," tegas Puan Maharani, Selasa 8 Juli 2014.

Puan menjelaskan, suara rakyat yang memilih PDIP telah dikonversi menjadi kursi-kursi di DPR. Tak hanya itu, suara rakyat itu pula yang dianggap menjadi mandat bagi PDIP untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan DPR/MPR dan pimpinan komisi-komisi.

Duka PDIP memuncak. Malam harinya, anggota DPR 2009-2014 yang mayoritas berasal dari parpol Koalisi Merah Putih (KMP) pendukung Prabowo-Hatta, mendukung pemilihan Ketua DPR oleh anggota dewan melalui sistem paket. Pemenang Pemilu tak lagi otomatis jadi pemimpin DPR.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menanggapi persaingan di parlemen itu sebagai sebuah pertarungan bak gajah melawan semut. "Ini gajah lawan semut. Ceritanya semut yang menang loh," ujar Megawati usai mencoblos di TPS 026 di Kebagusan, Jakarta Selatan, Rabu 9 Juli.

Sidang pengesahan RUU MD3 menjadi Undang-Undang malam itu berlangsung alot. Interupsi demi interupsi menghujan. 3 Fraksi menolak mengesahkan RUU MD3. PDIP, PKB, dan Hanura memilih walk out meninggalkan sidang. 1-0 untuk Koalisi Merah Putih melawan Koalisi Indonesia Hebat di DPR.

Adu kekuatan Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat berlanjut. Kali ini dalam sidang pengesahan tata tertib (tatib) yang akan menjadi aturan baku tentang UU MD3. Hasilnya, pimpinan DPR bakal dipilih dengan sistem paket yang diajukan satu calon tiap fraksi.

Lagi-lagi, Koalisi Indonesia Hebat kalah. Dalam pengesahan tatib yang berlangsung alot itu, Fraksi PDIP dan PKB kembali walk out. Mereka beralasan, Undang-Undang MD3 masih disengketakan di Mahkamah Konstitusi (MK), jadi tatib tak bisa disahkan. 2-0 untuk kemenangan Koalisi Merah Putih.



Kekalahan di parlemen kembali harus diterima Koalisi pendukung Jokowi-JK. Setelah sempat percaya diri akan memenangkan opsi Pilkada langsung dalam sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada, Koalisi Indonesia Hebat harus gigit jari. Opsi Pilkada oleh DPRD yang diusung Koalisi Merah Putih menang telak. Kali ini bukan PDIP cs yang walk out. Justru Partai Demokrat, yang sebelumnya menyatakan mendukung Pilkada langsung, memilih tak bersuara dan meninggalkan sidang paripurna.

Sidang yang membahas RUU Pilkada itu berlangsung alot dan sulit ditebak. Penuh dengan hujan interupsi. Sebagian besar anggota Fraksi Partai Demokrat tiba-tiba walk out keluar Gedung DPR lantaran 10 usulan yang disampaikan dinilai tak digubris pimpinan rapat yang diketuai Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.

Dengan walk out-nya Demokrat, suara 148 anggota partai segitiga Mercy kandas. Hasilnya, dari 361 total anggota DPR yang masih bertahan, sebanyak 135 anggota DPR memilih untuk pilkada langsung, sedangkan 226 anggota DPR memilih pilkada oleh DPRD. 3-0 Koalisi Indonesia Hebat dipecundangi.

Pil Pahit kembali harus ditelan parpol pengusung Jokowi-JK di DPR. Koalisi Merah Putih menguasai kursi Ketua dan Wakil Ketua DPR 2014-2019. Tak ada 1 pun kursi pemimpin yang disisakan untuk PDIP dan parpol pendukung Jokowi lainnya.

Pimpinan Sidang Paripurna DPR Popong Otje Djundjunan, Kamis 2 Oktober dini hari, menyatakan Setya Novanto yang merupakan Bendahara Umum Partai Golkar terpilih menjadi Ketua DPR. Setya didampingi 4 Wakil, yakni Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra), Agus Hermanto (Wakil Ketua Umum Partai Demokrat), Taufik Kurniawan (Sekretaris Jenderal PAN), dan Fahri Hamzah (Wakil Sekretaris Jenderal PKS).

Kelima orang itu terpilih berdasarkan UU MD3 yang mengatur bahwa pimpinan DPR dipilih melalui sistem paket yang terdiri dari 5 partai. Skor sementara 4-0 untuk Koalisi Merah Putih.



The winner takes all. Koalisi Merah Putih menggenapkan kemenangannya menjadi 5-0. Kursi Ketua dan Wakil Ketua MPR berhasil diduduki kader parpol pendukung Prabowo. Paket yang diusung Koalisi Indonesia Hebat kalah tipis. Zulkifli Hasan yang diusung Koalisi Merah Putih akhirnya terpilih sebagai Ketua MPR. Wakilnya adalah Mahyudin (Golkar), EE Mangindaan (Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan Oesman Sapta Odang (DPD).

Berdasarkan hasil hitung suara voting, Paket B dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan yang diusung Koalisi Merah Putih meraih suara 347. Sedangkan Paket A yang diusung Koalisi Indonesia Hebat dengan Ketua MPR Oesman Sapta Odang mendapat 330 suara, dan abstain 1 suara. Koalisi Merah Putih unggul 17 suara.

Selanjutnya: Jurus Menantang Jegal ...

Jurus Menantang Jegal

Komik Jokowi 5
Komik Jokowi 5

Jurus Menantang Jegal

Dominasi Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen membuat banyak kalangan memprediksi pemerintahan Jokowi-JK bakal terganggu. Program pemerintah dapat terhambat dalam pembahasan di DPR.

Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, menilai kemenangan 5-0 Koalisi Merah Putih di parlemen, adalah langkah untuk meminimalisir pergerakan Jokowi dalam menjalankan pemerintahannya.

"Ya, sebetulnya, mereka ingin menguasai semua legislatif. Jadi semua kekuasaan ini diambil untuk menyempitkan gerak dari eksekutif, bahwa cabang-cabang di bawah kekuasaan, di bawah presiden coba diraih mereka," kata Ray.

Gayung bersambut. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo kepada Reuters menyatakan, Koalisi Merah Putih pendukung Prabowo berencana menyelidiki kasus-kasus yang selama ini diduga melibatkan Presiden terpilih Jokowi saat menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Walikota Solo.

Dengan kekuatan di parlemen, Koalisi Merah Putih juga menyatakan bakal menghambat program pemerintahan Jokowi.

"Kami akan menggunakan kekuatan untuk menyelidiki (kasus-kasus Jokowi) dan menghambat (program pemerintahan Jokowi)," kata Hashim kepada Reuters di Jakarta, seperti dikutip Kamis 9 Oktober.



Isu penjegalan terhadap Jokowi hingga ke telinga Presiden SBY. Penjegalan terhadap Jokowi bakal dimulai dari pelantikannya sebagai Presiden ke-7 RI. Presiden SBY mengaku dapat informasi adanya rumor aneh terkait pelantikan Jokowi sebagai Presiden ke-7 RI. Rumor itu adalah: MPR akan menjegal Jokowi agar tidak bisa dilantik menjadi presiden.

"Minggu lalu, saya dapat informasi dari tokoh reformis terkemuka yang mengabarkan rumor aneh & menurut saya menyesatkan. *SBY*," tulis SBY di akun twitternya, @SBYudhoyono, Jumat 10 Oktober.

"Diisukan bhw MPR tidak akan melantik Presiden terpilih @jokowi_do2 dgn cara dibuat tidak "kuorum". Jadi tidak memenuhi syarat. *SBY*," ungkap SBY.

Lebih lanjut diisukan, sambung SBY, dengan tidak dilantiknya Jokowi sebagai presiden, maka SBY bisa memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden. "Isu begini keterlaluan. Saya menyesalkan jika politik kita jadinya seperti ini. Sungguh tidak mencerdaskan & tidak bertanggung jawab. *SBY*," tegas dia.

‎Presiden terpilih Jokowi tak takut dengan ancaman penjegalan dirinya. Bahkan dia menantang, bila ingin menguasai pemerintahan, lebih baik bertarung pada Pemilu 2019.

"(Kalau mau) nanti baru tarungnya 5 tahun lagi (Pilpres 2019). Kalau sekarang jangan ada semangat jegal-menjegal," ujar Jokowi.



Jokowi mengaku heran dengan pihak-pihak yang berupaya menjegal dirinya. Padahal, dia tidak mempunyai masalah apapun dengan mereka."Saya nggak ngerti pemikiran seperti apa kalau seperti itu. Ada jegal-menjegal, mestinya jangan ada semangat jegal menjegal," kata dia.

Ia pun menegaskan, pemerintahan yang dibangun olehnya bukanlah untuk kepentingannya pribadi atau kepentingan partai-partai pengusungnya. Semangat yang muncul menurut Jokowi adalah semangat untuk menyejahterakan rakyat.

"Ini untuk rakyat dan negara, Ini bukan untuk kepentingan Jokowi," tegas dia. (Ein)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya