Demokrat: Pemerintah Jokowi Perlu Jelaskan BBM Naik ke DPR

Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan menganggap keputusan pemerintah Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi kurang tepat.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 18 Nov 2014, 14:14 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2014, 14:14 WIB
Demokrat Masih Netral
Syarief Hasan (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan menganggap keputusan pemerintah Jokowi-JK menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kurang tepat. Sebab kenaikan itu berbanding terbalik dengan kondisi harga minyak dunia yang turun.

Menurut dia, apabila memang kenaikan tersebut tak berdasar kepada harga minyak dunia melainkan pemborosan anggaran akibat subsisi BBM yang tidak tepat sasaran, maka pemerintah diminta untuk menjelaskan secara gamblang. Bahkan DPR dinilainya perlu memanggil pemerintah terkait itu.

"Bagaimana pengalihan mekanisme subsidi ke sektor produktif. Kami minta pemerintah menjelaskan ke masyarakat bagaimana program jaminan sosial untuk meng-cover inflasi dan membantu rakyat miskin dan hampir miskin. Harus dijelaskan," ucap Syarief di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2014).

"Bagaimana kaitannya program-program kartu sakti harus dijelaskan ke rakyat khususnya kepada DPR. Saya pikir DPR perlu panggil pemerintah," imbuh Syarief.

Dia mengaku heran dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000. Justru dengan penurunan harga minyak dunia hingga kisaran 75-80 dollar per barrel, seharusnya Indonesia juga menurunkan harga BBM.

"Sekarang BBM naik tidak tepat. Sekarang itu harga minyak di angka US$75 per barrel. Itu berarti APBN kita semakin aman dan terjaga. Justru malah harusnya diturunkan. Malaysia kan sudah mau turunin malah," kata Syarief.

Saat mengumumkan kenaikan Harga BBM, Presiden Jokowi menyatakan, langkah pemerintah menaikkan harga BBM subsidi karena selama ini subsidi tersebut tidak tepat sasaran yang harusnya untuk pembangunan infrastruktur.

"Selama ini pemerintah memerlukan anggaran untuk membangun infrastruktur, namun anggaran tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM," jelas Jokowi di Istana Negara, Senin 17 November malam.

Oleh karena itu, sambung dia, pemerintah dengan terpaksa harus menaikan harga BBM Subsidi. Jokowi menaikan harga premium sebesar Rp 2.000 per liter dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 dan untuk solar juga mengalami kenaikan sebesar Rp 2.000 per liter dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500.

Menurut Jokowi, dengan kenaikan harga tersebut, subsidi tidak dihilangkan tetapi hanya dialihkan ke hal yang produktif seperti pembangunan infrastruktur berupa jalan, bandara dan juga pelabuhan. Selain itu, pemerintah juga akan mengalihkan subsidi tersebut langsung kepada masyarakat yang membutuhkan melalui kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Keluarga Sejahtera. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya