3 Kali Membaca Surah Al-Ikhlas Pahalanya Sama dengan Khatam Qur'an? Begini Pendapat Ulama Berdasar Hadis

Para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai hadis yang menjelaskan tentang kesamaan membaca surah Al-Ikhlas tiga kali dengan mengkhatamkan Al-Qur'an. Berikut penjelasannya.

oleh Putry Damayanty diperbarui 11 Jan 2025, 13:30 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2025, 13:30 WIB
Ilustrasi muslim membaca Al-Qur'an
Ilustrasi muslim membaca Al-Qur'an. (Photo Copyright by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Surah Al-Ikhlas adalah salah satu surah pendek yang terdapat dalam Al-Qur’an. Terletak di urutan ke-112, surah Al-Ikhlas ini hanya terdiri dari empat ayat, namun kandungannya berisi inti dari konsep tauhid dalam Islam.

Kekuatan makna yang terdapat dalam surah Al-Ikhlas ini menjadikannya sebagai surah yang sering dibaca di hampir setiap kesempatan, mulai dari bacaan dalam tahlil, wirid, hingga doa-doa harian.

Surah ini memang memiliki keutamaan luar biasa. Al-Bukhari dan Muslim bahkan menyusun bab khusus yang membahas keutamaan membaca surah ini dalam kedua kitab Shahih mereka.

Salah satu keistimewaan surah Al-Ikhlas, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ

Artinya: “Qul huwallahu ahad (surah Al-Ikhlas) sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an”

Hadis inilah yang kemudian menjadi dasar anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa membaca surah Al-Ikhlas sebanyak tiga kali pahalanya setara dengan pahala khatam Qur'an.

Lantas, benarkah demikian? Berikut penjelasannya dikutip dari NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Pendapat Para Ulama

membaca al-quran
ilustrasi membaca al-quran/copyright shutterstock.com/leolintang

Para ulama berbeda-beda dalam memaknai sabda Rasulullah SAW tersebut. Ada lebih dari lima pendapat yang dikemukakan para ulama. Namun secara umum dapat disimpulkan menjadi 3 pendapat:

1. Al-Ikhlas sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an dari segi makna;

2. Al-Ikhlas sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an dari segi pahala;

3. Al-Ikhlas memiliki keistimewaan pahala namun bukan berarti membacanya tiga kali sama dengan mengkhatamkan Al-Qur’an.

Para ulama yang menjelaskan hadis di atas, hampir semuanya mengutip pendapat pertama dan kedua.

Pendapat Pertama

Ilustrasi mengaji, baca Al-Qur'an
Ilustrasi mengaji, baca Al-Qur'an. (Photo created by rawpixel.com on www.freepik.com)

Maksud Al-Ikhlas sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an dari segi makna adalah bahwa keseluruhan kandungan Al-Qur’an berisi tiga hal, yaitu tauhid, hukum, dan cerita. Sedangkan Al-Ikhlas menjelaskan tentang tauhid. 

Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menukil pendapat ini dari Al-Mazari. An-Nawawi juga menyebutkan riwayat lain dari hadits ini yang memperkuat pendapat ini:

وفي الرواية الأخرى: إِنَّ اللهَ جَزَّأَ الْقُرْآنَ ثَلَاثَةَ أَجْزَاءٍ فَجَعَلَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ جُزْءًا مِنْ أَجْزَاءِ الْقُرْآنِ   

Artinya: “Dalam riwayat lain disebutkan: “Allah SWT membagi Al-Qur’an menjadi tiga bagian, lalu menjadikan Al-Ikhlas menjadi satu dari tiga bagian Al-Qur’an”. (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, [Beirut, Dar Ihya’ut Turatsil ‘Arabiy: 1972], juz VI, halaman 94). 

Berikut Dalilnya ‘Abdurra’uf Al-Munawi dalam Faidhul Qadir tampak cenderung pada pendapat ini. Bahkan beliau memberi kritik terhadap pendapat kedua. 

ينبغي أن يعلم أنه لا يلزم من تشبيه قارئها بمن قرأ القرآن كله أن يبلغ ثوابه ثواب المشبه به إذ لا يلزم من تشبيه شيء بشيء أخذه بجميع أحكامه ولو كان قدر الثواب متحدا لم يكن للقارئ كله غير التعب   

Artinya: “Perlu diketahui bahwa menyamakan orang yang membaca Al-Ikhlas tiga kali dengan orang yang membaca keseluruhan Al-Qur’an bukan berarti menyamakan pahalanya. Menyamakan suatu hal dengan hal lain tidak berarti menyamakan kedua hal tersebut dalam segala hukumnya. Sebab jika demikian, maka tidak ada keistimewaan bagi orang yang membaca Al-Qur’an seluruhnya, selain kelelahan”. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Mesir, Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubra: 1937], juz VI, halaman 201). 

Al-Ghazali juga mengemukakan pendapat yang sama dalam Ihya’nya. Namun beliau berbeda pendapat mengenai tiga kandungan Al-Qur’an. Menurut beliau, tiga hal tersebut adalah pengetahuan (ma’rifah) tentang Allah SWT, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya (af’al). Dari ketiga hal tersebut, Al-Ikhlas berisi pengetahuan tentang Allah SWT. (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’riah], juz IV,  halaman 343).   

Begitu juga Al-Qurthubi, beliau memandang perbandingan antara Al-Ikhlas dan Al-Qur’an pada hadits di atas sebagai perbandingan dari segi makna. Beliau juga sependapat dengan Al-Ghazali mengenai tiga pokok kandungan Al-Qur’an. Namun, Al-Qurthubi menjelaskannya lebih detail.

Menurut beliau, Al-Ikhlash mengandung sepertiga makna Al-Qur’an berupa pengetahuan tentang dzat Allah SWT dikarenakan dalam surah tersebut terdapat dua nama Allah yang tidak ditemukan dalam surat-surat lain, yaitu Al-Ahad yang bermakna satu dan As-Shamad yang berarti dibutuhkan. Al-Ahad menunjukkan eksistensi Allah yang tunggal, sedangkan As-Shamad menunjukkan segala kesempurnaan pada Allah SWT. (Al-‘Asqalani, Fathul Bari, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1959], juz IX, halaman 61). 

Al-Qasthalani menyebutkan kritik atas pendapat pertama ini. Jika Al-Ikhlash sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an karena berisi tentang tauhid, seharusnya ayat kursi dan surah Al-Hasyr juga demikian, namun nyatanya Rasulullah SAW tidak mengatakan Al-Hasyr dan Ayat Kursi setara dengan sepertiga Al-Qur’an.

Kemudian kritik ini beliau jawab dengan menukil pendapat Al-Qurthubi di atas. Yaitu karena Al-Ikhlash mengandung dua nama Allah yang tidak ditemukan dalam surah lain, termasuk Al-Hasyr dan Ayat Kursi. (Al-Qasthalani, Irsyadus Sari, [Mesir Al-Mathba’ah Al-Kubra Al-Amiriyyah], juz VII, halaman 463).

Pendapat Kedua

Tadarus Al-Qur’an Raksasa di Masjid Yaman
Pria Muslim mendengarkan ketika seorang anak membaca Al-qur'an pada hari pertama bulan suci Ramadhan di Masjid Al-Kabir di kota tua Sanaa, ibu kota Yaman, 2 April 2022. Pada bulan Ramadhan umat muslim memanfaatkan waktu untuk memperbanyak ibadah dengan membaca Al Quran. (MOHAMMED HUWAIS/AFP)

Pendapat ini mengatakan bahwa pahala membaca surah Al-Ikhlas dilipatgandakan hingga setara dengan membaca sepertiga Al-Qur’an. Pendapat ini didukung oleh ‘Abdurrahman Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi dan Al-Qasthalani dalam Irsyadus Sari. 

Al-Qasthalani menyampaikan:

وظاهر الأحاديث ناطق بتحصيل الثواب مثل من قرأ القرآن

“Secara lahiriah, hadis-hadis tentang keistimewaan Al-Ikhlas menunjukkan bahwa pahala membacanya sama dengan pahala membaca sepertiga Al-Qur’an.” (Al-Qasthalani, Irsyadus Sari, juz VII, halaman 463).  

Pendapat ini disanggah oleh Ibn ‘Aqil sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Qasthalani, menurut Ibn ‘Aqil hal tersebut tidak bisa terjadi, dengan berdasar pada hadis:

فَاقْرَءُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُوْنَ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ   

Artinya: “Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya kalian mendapat sepuluh kebaikan dari setiap huruf yang kalian baca.” (Al-Hakim, Al-Mustadrak, [Beirut, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah: 1990], juz I, halaman 755). 

Agaknya karena alasan tersebut sebagian ulama berpendapat bahwa pahala membaca Al-Ikhlas dilipatgandakan hingga setara dengan pahala membaca sepertiga Al-Qur’an, andai pahala dari sepertiga ini tidak dilipatgandakan. 

Namun pendapat ini dibantah oleh Ibn Hajar Al-‘Asqalani. Menurut beliau itu adalah klaim tanpa dalil. Justru beberapa riwayat tentang hadis keistimewaan Al-Ikhlas menunjukkan sebaliknya, yaitu mengatakan pahalanya sama seperti pahala membaca sepertiga Al-Qur’an. Tanpa ada embel-embel “andai pahala dari sepertiga Al-Qur’an tidak dilipatgandakan”. (Al-‘Asqalani, Fathul Bari, juz IX, halaman 61).   

Pendapat Ketiga

Beribadah
Seorang umat Muslim membaca Al-Quran, kitab paling suci umat Islam, selama bulan suci Ramadhan di masjid Hagia Sophia di Istanbul, Turki, Selasa, 12 Maret 2024. (AP Photo/Francisco Seco)

Pendapat ini mengatakan bahwa surah Al-Ikhlas memang memiliki keistimewaan dari segi pahala dibanding surah yang lain. Keistimewaan ini diberikan oleh Allah SWT agar kita termotivasi untuk mempelajarinya, bukan berarti pahalanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur’an. 

Pendapat ini dinukil oleh Syekh ‘Ali Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih sebagai berikut:

وإليه ذهب أحمد وإسحاق بن رهويه فإنهما حملا الحديث على أن معناه أن لها فضلا في الثواب تحريضا على تعلمها لا أن قراءتها كقراءة القرآن فإن هذا لا يستقيم ولو قرأها مائتي مرة   

Artinya: “Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahuwaih memahami hadits surah Al-Ikhlas bahwa surah tersebut memiliki keistimewaan dari segi pahala dibanding surah lain, sebagai motivasi untuk mempelajarinya. Bukan berarti membacanya tiga kali sama pahalanya dengan mengkhatamkan Al-Qur’an, itu tidak bisa terjadi bahkan jika dibaca hingga 200 kali.” (‘Ali Al-Qari, Mirqatul Mafatih, [Beirut, Darul Fikr: 2002], juz IV, halaman 1466). Wallahu a'lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya