3 Kisah Heroik Bencana Longsor Banjarnegara

Longsor Banjarnegara tak hanya menyisakan kabar duka, namun juga membawa sisi kisah lainnya. Berikut sekelumit 3 kisah itu?

oleh Edhie Prayitno IgeIdhad Zakaria diperbarui 17 Des 2014, 03:01 WIB
Diterbitkan 17 Des 2014, 03:01 WIB
Proses Evakuasi Korban Longsor Banjarnegara
Suasana proses pencarian dan evakuasi korban tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jateng, Sabtu (13/12/2014). (Antara Foto/Idhad Zakaria)

Liputan6.com, Jakarta - Longsor menimbun Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Jumat 12 Desember 2014. Ratusan orang menjadi korban dalam bencana tersebut. Tak hanya menyisakan duka, longsor juga membawa sisi kisah lainnya.

Ada kisah Khotimah. Wanita yang tengah hamil 7 bulan berjuang lepas dari maut saat bencana longsor menimbun rumahnya. Selain itu, ada juga tekad Sukardi yang pantang menyerah mencari orangtuanya yang tertimbun material longsor.

Masih ada cerita Teguh Tsuyoi. Seorang relawan yang bergerak untuk mengatasi trauma pada anak-anak korban longsor Banjarnegara.

Berikut sekelumit kisah mereka yang dirangkum oleh Liputan6.com.

>> Kisah Khotimah>>


Kisah Khotimah

Longsor-Susulan
(Liputan 6 TV)

Kisah Khotimah

Saat tanah akan menimbun rumahnya, Khotimah sedang menjemur pakaian di belakang rumah. Sedangkan suaminya, Juan (25) dan anaknya, Dafa (8) sedang berada di rumah mertua.

"Saya melihat ada longsor dari atas bukit. Saya segera masuk rumah dan menarik keponakan saya, Wawan (11), dan membawanya lari keluar rumah," ujar Khotimah di Banjarnegara, Sabtu 13 Desember 2014.

Sesampainya di luar rumah, ia dan keponakannya terseret material longsor hingga akhirnya berhenti beberapa puluh meter dari rumah. Saat itu, ia dalam kondisi badan tertimbun tanah hingga leher.

"Saya melihat suami dan mertua saya tergulung material longsoran. Sedangkan Daffa tidak terlihat. Saya berharap mereka bisa ditemukan meskipun telah meninggal dunia," ucap Khotimah.

"Saya pasrah atas musibah ini. Hanya saja, saya berharap jenazah korban khususnya suami dan anak saya dapat ditemukan," imbuh Khotimah.

>>Tekad Sukardi>>


Tekad Sukardi

relawan longsor banjarnegara
Sukardi mencari keluarganya yang menjadi korban longsor Banjarnegara. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Tekad Sukardi

Saat asyik melayani pembeli, Sukardi mendengar kabar rumah orangtuanya di Dusun Jemblung tertimbun longsor. Pria pedagang ini pun bergegas pulang dan langsung menuju lokasi longsor.

Sesampainya di titik yang diyakini tempat tinggal orangtuanya, Sukardi langsung mengais-ngais lumpur. Ada Ibu, adik, dan keponakannya yang tertimbun longsor.

"Saya ingin tahu kabar ibu, adik, dan keponakan saya," kata Sukardi sambil tangannya tak berhenti menggerakan cangkul, menggali-gali tanah yang diyakini titik rumah orang tuanya.

Sukardi tak patah arang. Ia terus mencari. Saat Matahari mulai masuk ke peraduan, ia enggan kembali ke rumah dan lebih memilih menanti fajar kembali menyapanya pada hari berikut. Bahkan ia nekad menunggu di sekitar lokasi yang terkena longsoran.

Namun karena lumpur dan material longsoran yang menimpa rumah orang tuanya terlalu tebal. usaha Sukardi belum membuahkan hasil. Meski begitu, Sukardi bertekad menemukan keluarganya.

"Bahkan kalau nanti pencarian dinyatakan ditutup, saya tetap akan berusaha. Saya hanya ingin melihat wujud terakhir ibu dan saudara-saudara saya," tegas Sukardi.

>>> Cerita Teguh Tsuyoi>>


Teguh Tsuyoi

Evakuasi Korban Longsor Banjarnegara Berlanjut
Anak-anak di pengungsian bencana tanah longsor Banjarnegara, Jateng, saat mengikuti program "trauma healing", Selasa (16/12/2014). (Liputan6.com/Edhie Prayitno)

Cerita Teguh Tsuyoi

Longsor Banjarnegara dikhawatirkan akan memicu trauma bencana, khususnya anak-anak. Para relawan pun bergerak mengatasi trauma pada anak-anak korban longsor Banjarnegara.

"Menjadi kewajiban kita bersama untuk membuat mereka ceria kembali," kata salah satu relawan, Teguh Tsuyoi di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (16/12/2014).

Anak-anak tampak ceria kala bermain dengan para relawan. Mereka juga tertawa lepas seolah melupakan bencana longsor yang telah menimbun dusun mereka.

"Kami berbagi tugas dan program trauma healing ini kami pasrahkan kepada guru-guru yang menjadi relawan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Alasannya praktis saja, karena mereka sudah terbiasa menangani anak-anak ketika mengajar," ujar Teguh.

"Program untuk recovery anak-anak di antaranya adalah game education, dongeng, permainan tradisional dan modern, serta belajar sambil bermain," imbuh Teguh. (Ali/Riz)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya