Sambil Elus Dada, Jokowi Sebut 'Sakitnya di Sini'

Jokowi menyampaikan pengalamannya sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga Presiden RI.

oleh Yanuar H diperbarui 11 Feb 2015, 12:20 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2015, 12:20 WIB
Presiden Jokowi
Presiden Jokowi

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menutup Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VI yang diselenggarakan di Hotel Ina Garuda Yogyakarta.

Dalam sambutannya, Jokowi menyatakan Indonesia dengan jumlah umat muslim terbanyak sedunia, merupakan role model bagi negara lain. Namun ada beberapa masalah yang terjadi di tanah air. Salah satunya tingkat kesenjangan sosial yang sangat tinggi di sejumlah daerah, terutama di Jakarta.

Presiden ke-7 RI tersebut mencontohkan ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia melihat adanya kesenjangan sosial yang sangat tinggi di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, MH Thamrin, Marunda, dan Pluit. Terlihat sekali adanya kaum kaya dan miskin dengan gap sangat timpang.

"Tingkat kemiskinan di Jakarta masih kita lihat perbedaan gap di Sudirman, Thamrin, Marunda, Pluit gapnya terlalu lebar sekali. Di sini rasanya kelihatan sekali. Dan sakitnya juga di sini. Jadi naik ke Marunda bangunan tinggi lantai 50 atau 60 lalu turun dan langsung ke tanah. Kelihatan sekali antara gap itu. Itu jadi PR besar kita," ujar Jokowi sambil mengelus-ngeluskan tangannya ke dada, Rabu (11/2/2015).

Selain itu, Jokowi juga mengungkapkan data yang dimuat kantor pemerintah dan fakta di lapangan sangat berbeda. Misalnya data dan klasifikasi warga miskin, dari mulai rentan miskin hingga diduga miskin.

Dia mengaku kesal dengan kondisi tersebut, lantaran data yang akurat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga. Untuk itu, aksi blusukan perlu dilakukan untuk memeriksa kembali apakah fakta di lapangan sesuai dengan data di kantor pemerintah.

"Data statistik sampai 11 % tapi kelihatannya kok berbeda ya. Data saat saya jadi Gubernur (Jakarta), ada 3,8 % kemiskinan di Jakarta. Saya nggak percaya. Diberi data lagi. Saya baca yang miskin  3% yang rentan miskin 7%. Jangan bikin kata-kata yang sumir. Masa ada istilah diduga miskin dan lain-lain?! Sudah miskin saja," ujarnya.

Mantan Walikota Solo itu menambahkan,  kondisi melorotnya kemiskinan di Indonesia terjadi karena beberapa hal, salah satunya karena kebodohan dan pengangguran. Untuk itu, diperlukan adanya pemerataan ekonomi secara intensif, tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi saja.

"2013 yang buta huruf masih banyak sekali. Kemiskinan masih banyak sekali. Persoalan lapangan yang setiap saya turun ke masyarakat dan daerah masalah pengangguran itu yang harus diselesaikan. Ini bisa selesai dengan pertumbuhan ekonomi. Tapi jangan terjebak pada pertumbuhan ekonomi tapi pemerataan yang dapat siapa. Jadi pertumbuhan ekonomi dan plus pemerataannya," tandas Jokowi. (Riz/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya