Usut Dugaan Korupsi UPS, Polisi Kesulitan Panggil Saksi

Dari 130 saksi yang rencananya bakal dipanggil, penyidik baru mengirimkan panggilan kepada 35 saksi. Sementara baru 21 saksi yang bersedia.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 12 Mar 2015, 22:55 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2015, 22:55 WIB
Polda Metro Jaya Periksa Saksi Kasus UPS
Polda Metro Jaya melakukan pemeriksaan kepada 7 saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan UPS pada APBD 2014 DKI Jakarta, Senin (9/3/2015). Tampak salah satu saksi berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Penyidik Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya kesulitan memanggil seluruh saksi atas kasus dugaan korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS), di sejumlah sekolah dalam APBD Perubahan tahun 2014. Sebab, total saksi yang akan dimintai keterangannya terkait kasus tersebut berjumlah 130 orang.

"Kami memiliki kendala memeriksa saksi-saksi," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Martinus Sitompul di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Ia mengatakan dari 130 saksi yang rencananya bakal dipanggil, penyidik baru mengirimkan panggilan kepada 35 saksi. Sementara hingga saat ini, Martinus mengungkapkan, baru 21 saksi yang bersedia memenuhi panggilan.

Menurutnya, situasi itu menyebabkan penyidik kesulitan untuk mengkonfrontir keterangan saksi yang satu dengan yang lainnya. Tak hanya itu, penyidik juga kesulitan meminta sejumlah dokumen terkait proses pengadaan UPS dari para saksi.

"Kendalanya saksi-saksi yang tidak hadir ini menjadi kendala, karena keterangan-keterangan saksi ini kita bisa tahu dokumen itu dimana, aliran dana dari mana, siapa saja mereka yang berkonspirasi," ucap Martinus.

Kasus UPS menjadi sorotan sejak Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menuding pengadaannya dalam APBD DKI Jakarta sebagai 'dana siluman'. Dia curiga, ada penggelembungan dana dan rekayasa anggaran.

Dalam APBD 2015 menyebut pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah mencapai miliaran rupiah. Padahal harga yang diungkapkan oleh Gubernur Ahok tidak mencapai angka Rp 200 juta. (Fiq/Riz)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya