Eks Penasihat KPK Soroti Solusi Pemerintah Soal Kisruh KPK-Polri

Eks penasihat KPK, Abdullah Hehamahua menilai, pengangkatan 3 Plt pimpinan KPK belum menyelesaikan konflik KPK-Polri secara menyeluruh.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 15 Mar 2015, 21:02 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2015, 21:02 WIB
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu belakangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat konflik dengan Polri. Perseteruan tersebut awalnya dipicu oleh penetapan Komjen Polisi Budi Gunawan atau BG sebagai tersangka dugaan korupsi.

Pasca-penetapan tersangka BG hubungan dua lembaga penegak hukum itu malah semakin memanas. Terutama setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) sempat ditangkap oleh Polri atas dugaan kasus mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu di sidang Mahkamah Konstitusin (MK).

Guna meredam panasnya hubungan antara kedua lembaga penegak hukum itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Keppres pengangkatan Taufiequrachman Ruki, Johan Budi SP, dan Indriyanto Seno Aji sebagai Pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK. Ketiga orang ini menggantikan dua pimpinan KPK yang terlibat kasus hukum di Polri.

Namun, langkah Presiden Jokowi itu mendapat kritikan. Keputusan pengangkatan 3 Plt pimpinan KPK dinilai belum menyelesaikan konflik secara menyeluruh.

Pernyataan itu disampaikan oleh mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua. Menurut dia, pemerintah hanya melakukan pendekatan 'pemadam kebakaran' dalam menyelesaikan konflik KPK-Polri

"Plt itu artinya darurat. Kesalahan pemerintah kita suka melakukan pendekatan 'pemadam kebakaran'," kata Abdullah dalam dialog Bincang Senator dengan tema 'Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi' di Brewerkz Cafe, Senayan City, Jakarta Pusat, Minggu (15/3/2015).

"(Dengan solusi 'pemadam kebakaran') Kita tidak menyelesaikan akar permasalahannya. Persoalan regulasi. Ya itu harusnya disembuhkan persoalan regulasi," sambung dia.

Ia berpendapat, seharusnya Presiden Jokowi memperbaiki proses pemilihan pimpinan dan para komisioner KPK ke depannya. Abdullah menyarankan di waktu mendatang pimpinan KPK harusnya diisi oleh para pensiunan petinggi Polri atau Kejaksaan Agung sehingga latar belakang pimpinan dan komisioner KPK lebih mumpuni.

"Komisioner KPK jangan pejabat resmi tapi sudah pensiun, misalnya mantan polisi, mantan jaksa dan mantan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Nantinya mereka-mereka inilah punya pengaruh," tandas dia. (Ger/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya