Dubes Sudan: Rakyat Kami Mengenal RI dan Presiden 'Ahmad' Sukarno

Menurut Dubes Abdul Al Rahim Al Siddig dalam program The Ambassador sampai saat ini Indonesia selalu mendukung Sudan, demikian sebaliknya.

oleh Andreas Gerry TuwoAdanti Pradita diperbarui 03 Apr 2015, 09:53 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2015, 09:53 WIB
 Senyum Hangat Dubes Sudan Abd Al Rahim Al Siddig
Abd Al Rahim Al Siddig menyambut kedatangan Liputan6.com dengan senyum yang hangat, Jakarta, Senin (23/3/2015). Kepada Liputan6.com Abd Al Rahim Al Siddig menceritakan banyak hal tentang kerjasama Sudan dengan Indonesia.(Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Republik Sudan adalah negara kaya minyak dan emas yang berada di timur laut benua Afrika. Ibukotanya, Khartoum, menjadi titik pertemuan 2 aliran Sungai Nil, Nil Putih (White Nile) dan Nil Biru (Blue Nile).

Faktor sejarah mengeratkan hubungan Sudan dan Indonesia. Persahabatan terjalin sejak lama, bahkan ketika Nusantara masih bernama Hindia Belanda. Kala itu, sekitar tahun 1910, ulama asal negeri itu, Sheikh Ahmad Surkati datang ke Tanah Air dan mendirikan Al Irsyad yang terus berkembang hingga saat ini.

Sheikh Ahmad Surkati juga punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Saat sang ulama wafat pada 1943, Presiden Sukarno datang melayat dan ikut berjalan kaki mengantar jenazahnya ke pemakaman.

Duta Besar Sudan untuk Indonesia Abdul Al Rahim Al Siddig mengatakan, Indonesia sangat dikenal di Sudan. Salah satunya melalui Konferensi Asia Afrika (KAA). Saat perhelatan itu digelar kali pertamanya pada 1955, Sudan mengirimkan delegasi, meski belum berstatus sebagai negara merdeka.

"Kami memproklamasikan kemerdekaan segera setelah KAA, terinspirasi dari Bandung Spirit dan juga berkat dukungan Indonesia," kata Dubes Sudan dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com.

Liputan6.com berkesempatan untuk melakukan wawancara khusus dengan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Sudan untuk Republik Indonesia, Abd Al Rahim Al Siddig, Jakarta, Senin (23/3/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Untuk itulah, peringatan ke-60 tahun KAA yang akan digelar April mendatang punya arti sangat penting bagi Sudan. "Kami berharap Presiden Omar Hassan Ahmad al-Bashir bisa datang," kata Dubes.

"Nantinya kami akan menjelaskan pada para partisipan bagaimana dukungan Indonesia sehingga kami bisa mencapai kemerdekaan. Dan, sampai saat ini Indonesia selalu mendukung Sudan sebagaimana Sudan terus mendukung Indonesia." 
 
Dubes Abdul Al Rahim Al Siddig yang mengaku cinta batik mengatakan, selain KAA, rakyat Sudan mengenal Indonesia lewat jasa-jasa Presiden pertama RI, Sukarno. 

"Jika Anda bertanya, apakah warga Sudah mengenal Indonesia, ya. Mereka mengenal Presiden Ahmad Soekarno dan KAA," kata Dubes. Di Timur Tengah dan negara-negara Islam, Bung Karno dikenal dengan nama 'Ahmad Sukarno'.

Dubes menyadari, banyak warga Indonesia yang tak mengenal Sudan, atau hanya sekilas mendengar kabar tentang konflik dan pemisahan Sudan Selatan.

Padahal, tak melulu konflik. Sudan punya potensi besar bagi investasi perusahaan Indonesia, di bidang perminyakan juga penambangan emas. Kerja sama pertanian pun telah digagas dengan Pemerintah RI.

Dubes menambahkan, inti dari kerja sama dua bangsa adalah budaya. Sudan menyediakan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia untuk menuntut ilmu di sana. Negara itu juga punya potensi pariwisata, misalnya peninggalan purbakala seperti piramida.

"Saya meminta kepada rakyat Indonesia untuk memberikan sedikit perhatian pada saudara jauhnya di Sudan," tutur Dubes yang murah senyum itu. (Ein)



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya