Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) telah memberikan kesaksiannya dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan pembangunan PLTU Sumuradem dengan terdakwa mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance. JK berharap kesaksiannya dapat meringankan Yance.
"Mudah-mudahan kesaksian saya bisa menolong Yance," ujar JK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (13/4/2015).
Dalam kesaksiannya, JK mengakui telah memerintahkan Gubernur Jawa Barat dan Bupati Indramayu untuk melakukan percepatan pembebasan lahan dan pembangunan PLTU Sumuradem, Kabupaten Indramayu. Alasannya, bila tidak dilakukan dengan cepat, maka negara akan mengalami kerugian cukup besar hingga mencapai puluhan triliun rupiah.
"Saya perintahkan gubernur dan bupati untuk menyelesaikan masalah ini. Kalau terlambat, akan timbulkan kerugian negara yang sangat besar. Kerugian bisa mencapai puluhan triliun. Bahkan keterlambatan saja bisa merugikan negara hingga Rp 17 triliun," kata JK.
Sebagai Ketua Panitia Pembebasan Tanah (P2T), jelas JK, peran Yance sangat baik. Itu terbukti dengan cepatnya pembebasan tanah dan pembangunan PLTU yang memasok listrik untuk pulau jawa.
"Proyek pembebasan lahan di bawah kendali bupati. Dan di Indramayu ini termasuk yang tercepat di antara semua (pembangunan PLTU) yang ada. Tidak lebih dari 4 bulan sesuai perintah, sudah selesai. Bahkan pembangunannya lebih cepat setengah tahun dari rencana," tegas JK.
Langkah percepatan yang dilakukan Yance atas intruksinya, jelas JK, karena bila tidak dilakukan akan terjadi masalah besar. "Ya saya jelaskan tadi bahwa ini dilakukan untuk program. Jadi kalau tidak cepat dilakukan bisa masalah," terang JK.
Kesaksian yang dilakukan orang nomor 2 di Indonesia itu hanya berlangsung singkat. Setelah bersaksi JK langsung meninggalkan Pengadilan Tipikor Bandung dan menuju Gedung Sate untuk bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Kasus Yance
Yance ditetapkan sebagai tersangka sejak 13 September 2010. Dia diduga terlibat dalam korupsi pembebasan lahan seluas 82 hektare untuk pembangunan PLTU I di Sumur Adem, Indramayu. Karena harga lahan dinilai tidak sesuai ketentuan, negara ditaksir mengalami kerugian Rp 42 miliar.
Yance didakwa dengan dakwaan primair dan subsidair. Untuk primair Yance dijerat Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk subsidair, JPU menjerat Yance dengan Pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini kejaksaan telah menetapkan 3 terdakwa. Mereka adalah Agung Rijoto pemilik SHGU Nomor 1 Tahun 1990 yang bertindak sebagai kuasa PT Wihata Karya Agung, mantan sekretaris P2TUN Kabupaten Indramayu Daddy Haryadi, dan mantan wakil ketua P2TUN yang juga mantan kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indramayu Mohammad Ichwan.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1451K/Pid.SUS/2011, terdakwa korupsi PLTU Sumur Adem, Agung Rijoto dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta. Sementara 2 lainnya, yakni Daddy Haryadi dan Mochamad Ichwan, divonis bebas. (Mut)