'Perbudakan' di Apartemen Kalibata

Jika pelanggan hendak membawa mereka keluar dari Apartemen Kalibata City, Ki Kumis memasang tarif Rp 2 hingga Rp 3 juta.

oleh Hanz Jimenez SalimAudrey Santoso diperbarui 27 Apr 2015, 00:08 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2015, 00:08 WIB
Penyebab Terjadinya Praktik Prostitusi di Kos-kosan
Fakta yang mengkhawatirkan ternyata banyak apartemen yang di jadikan tempat praktik prostitusi terselubung.

Liputan6.com, Jakarta - Petugas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mengungkap praktik prostitusi online yang menawarkan anak di bawah umur di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan.

"Praktik prostitusi itu sudah berjalan 6 bulan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Heru Pranoto di Jakarta, Sabtu 25 April 2015.

Heru mengatakan, petugas menggerebek 2 unit tower atau menara di Apartemen Kalibata City, yakni Nomor 05CT Tower Jasmine dan Nomor 08AU Tower Herbras pada Jumat 24 April 2015 malam.

Heru menyebutkan polisi meringkus seorang pria yang diduga 'tangan kanan' bos berinisial FMH (25) dan 6 orang pekerja seks berusia antara 14 tahun hingga 20 tahun.

Mereka adalah SN (16 tahun) asal Bojonggede, Bogor, NSP (14) asal Jakarta Pusat, MSP (17) asal Bogor, EM (19) asal Banyumas, Jawa Tengah, L (19) asal Bandung, Jawa Barat, dan CL (20) asal Medan, Sumatera Barat.

Petugas juga menyita barang bukti berupa satu unit telepon selular, 2 kartu akses apartemen, satu buah alat kontrasepsi, uang tunai Rp 600.000, kartu tanda penduduk (KTP) FMH dan satu kunci kamar.

Menurut Kanit V Subdit Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kompol Rita Iriana, dengan menyamar sebagai pelanggan, polisi akhirnya menyelamatkan 6 wanita muda itu.

"Jadi FMH ini yang membawa pekerja seks anak ini ke Tower Herbras dari Tower Jasmine. Dia pula yang mengarahkan pelanggan ke Tower Herbras," jelas Rita.

Dia menjelaskan, identitas dan keberadaan pemilik laman yang mempromosikan wanita itu di internet hingga kini masih diselidiki polisi. Keterangan tertulis polisi menyebutkan, pemilik laman ini menggunakan nama Ki Kumis alias Oji alias Barlog.

Menurut Rita, laman www.semprot.com tersebut terang-terangan memuat tawaran jasa prostitusi online dengan promosi perempuan di bawah umur sekaligus menyediakan tempat bertransaksi.

Namun, hanya member atau pelanggan yang bisa melihat foto-foto para wanita yang dijajakan Ki Kumis. Nomor telepon beserta PIN Blakcberry pun sudah tercantum bagi pria hidung belang yang berminat.

Tarif rata-rata para PSK yang dipatok, lanjut Rita, berkisar antara Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu. Jika pelanggan berminat dengan pelayanan ekstra, pelanggan harus mengeluarkan kocek Rp 1 Juta. Sedangkan jika pelanggan hendak membawa mereka keluar dari Apartemen Kalibata City, Ki Kumis memasang tarif Rp 2 hingga Rp 3 juta.

Tarif Tinggi Bukan Jaminan

Lebih miris lahgi, salah satu dari 6 anak yang diamankan polisi kini tengah hamil, yakni SN asal Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat. Hal itu diketahui dari keterangan FMH yang ikut diringkus polisi di Apartemen Kalibata City. Ia mengaku hanya sebagai kaki tangan pemilik laman 'esek-esek' tersebut dan bukan otak di balik bisnis prostitusi online ini.

FMH mengatakan, ia bertugas mengantarkan para PSK dari tower Jasmine--tempat penampungan mereka--ke tower Herbras, tempat mereka melayani hasrat para pria hidung belang. Juga menagih uang pelunasan ke para pelanggan dan menjaga kebersihan 2 unit apartemen tersebut.

"Saya digaji Rp 1,5 juta per bulan oleh bos. Saya sudah 6 bulan ikut bos, tapi kalau ketemu paling baru 3 kali. Selebihnya komunikasi dengan HP," ungkap dia.

Menurut FMH, sehari-hari sang bos yang dikenal bernama Ki Kumis alias Oji alias Barlog itu mengirimi pesan singkat, sebatas memberikan instruksi terkait jadwal kedatangan tamu dan siapa saja PSK yang dipesan tamu-tamu itu.

"Jadi bos saya hanya bilang lewat SMS (pesan singkat) atau telepon bahwa siapkan wanita yang ini untuk tamu yang datang jam segini," kata dia.

Terkait pembayaran, lanjut dia, pelanggan yang akan menggunakan jasa harus melakukan pembayaran di muka sebesar 50%, dari harga yang disepakati melalui rekening bank. Setelah selesai menggunakan jasa tersebut, pelanggan pun melunasi sisanya.

"Sebab kan uang DP dibayarkan transfer ke rekening bos. DP-nya 50% dari harga wanitanya. Baru sisanya nanti dibayar ke saya setelah selesai (menyewa)," ujar dia.

Meski tarif jasa prostitusi yang dipatok memang berkisar antara Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta, para PSK di bawah umur yang dipekerjakan hanya dibayar Rp 200 ribu sampai Rp 750 ribu oleh muncikari setiap kali melayani para lelaki hidung belang.

"Yang di-booking sebentar, hanya satu kali berhubungan dapat Rp 200 ribu. Kalau yang sampai di-booking berjam-jam atau dibawa keluar paling banyak dikasih Rp 750 ribu oleh germonya," jelas Kanit V Subdit Renakta Polda Metro Jaya Kompol Rita Iriana, Minggu (26/4/2015).

Dia mengatakan, dari 6 PSK yang menjadi korban serta dipromosikan di website itu, NSP (14) yang paling laris dipesan para lelaki hidung belang. Dalam sehari, gadis yang semestinya duduk di bangku kelas 2 SMP itu harus melayani 2 sampai 3 tamu.

"Mungkin karena Nicky yang paling muda, jadi paling banyak peminat," kata Rita.

Polisi sendiri masih mendalami latar belakang keluarga korban untuk mengetahui alasan utama mereka mau menjadi PSK. Namun, dari pemeriksaan awal, keluarga mereka tergolong masyarakat tak mampu. Terutama korban yang berasal dari luar Jakarta.

"Ya kondisi keluarga mereka kekurangan. Itu salah satu alasan mereka mau bekerja seperti ini," ungkap dia.

Pengelola Apartemen Mengetahui

Tak hanya itu, polisi juga akan memeriksa pengelola apartemen Kalibata City terkait kasus prostitusi online di dua unit kamar, yakni di tower Herbras dan Jasmine apartemen tersebut.

"Kami akan periksa (pengelola)," ujar Kepala Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Didi Hayamansyah ketika dihubungi Liputan6.com, Minggu (26/4/2015).

Didi menambahkan, pemeriksaan terhadap pengelola untuk mengorek keterangan identitas penyewa unit sekaligus pemilik bisnis esek-esek yang diketahui bernama Ki Kumis alias Oji alias Barlog itu.

"Kami minta data siapa penyewa dua kamar itu," ujar Didi.

Sementara itu, General Manager Apartemen Kalibata City Evan T Wallad mengatakan, pihaknya tak memungkiri adanya praktik prostitusi online itu. Bahkan ia menyebut bisnis esek-esek itu sudah ada sejak lama kendati enggan menyebutkan kapan tahun pastinya.

"Beberapa tahun lalu. Dari holding kami ada pemberitahuan ke institusi terkait pembenahan kasus-kasus ini, apalagi di Rusunami ini. Ada indikasi memang ada (prostitusi online)," kata Evan kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu (26/4/2015).

Namun menurut Evan, praktik prostitusi online itu tak hanya terjadi di apartemen yang ia kelola. "Itu kan sebenarnya tidak cuma ada di Kalibata City. Cuma karena jadi pusat perhatian. Hampir di setiap apartemen ada kayak gitu," tambah Evan.

Meski telah mengetahui adanya informasi tentang adanya dugaan bisnis prostitusi online, imbuh Evan, pihaknya tidak bisa langsung menertibkan. Sebab ada kekhawatiran nantinya akan mengganggu kenyamanan bagi penghuni itu sendiri.

Untuk itu, Evan menegaskan perlu adanya bantuan dari pihak kepolisian dalam menertibkan prostitusi online ini. "Kami pelan-pelan lakukan penertiban. Kalau sendiri nggak bisa dibuktikan, nanti disangka melanggar HAM," ucap Evan.

Saat ini FMH alias Faizal telah ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti mengkoordinir bisnis prostitusi online di Apartemen Kalibata City.

Polisi akan menjeratnya dengan Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP karena mencari keuntungan dari prostitusi dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan kurungan (penjara)

"Dan yang memberatkan adalah pelanggaran Pasal 76i Juncto Pasal 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 perlindungan anak dengan ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara," terang Didi Hayamansyah.

Melihat cara kerja pengelola prostitusi ini, sebenarnya tak layak lagi disebut sebagai bisnis, karena lebih mirip dengan perbudakan. Jam kerja yang tak jelas, pemaksaan, pengekangan serta hasil yang tak sepadan menunjukkan jika PSK telah menjadi pihak yang terjajah.

Namun, momentum yang tepat membuat prostitusi seperti ini lama baru menjadi perhatian. Alpanya aparat penegak hukum, sikap permisif dan individual penghuni apartemen serta ketidakpedulian pengelola apartemen menjadikan prostitusi seperti ini aman-aman saja beroperasi sejak lama.

Bisa dibayangkan, andai saja tak ada kejadian meninggalnya seorang PSK di kamar kosnya di kawasan Tebet, Jaksel, belum lama ini, bisa dipastikan 6 PSK yang diamankan dari Apartemen Kalibata City masih menjadi sapi perah muncikarinya.

Lantas, bagaimana dengan praktik serupa di apartemen lainnya? Ini yang sulit dijawab, karena kita sudah terbiasa bersemangat di awal, namun menjadi masa bodoh seiring berjalannya waktu. Jadi, bisa dipastikan praktik serupa di apartemen lainnya (kalau ada) bakal aman-aman saja. (Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya