Hakim Tolak Keberatan Sutan Bhatoegana

Menurut Ketua Majelis Hakim Artha Theresia, semua poin keberatan yang disampaikan Sutan dan tim pengacaranya tidak beralasan demi hukum.

oleh Sugeng Triono diperbarui 27 Apr 2015, 13:17 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2015, 13:17 WIB
Sutan Bhatoegana Mengaku Korban dari Jargon KPK
Sutan Bhatoegana saat bersiap menjalani sidang dengan agenda eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/4/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan yang disampaikan mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana. Hal ini terkait perkara dugaan penerimaan gratifikasi pembahan APBN Perubahan Kementerian ESDM tahun 2013.

Menurut Ketua Majelis Hakim Artha Theresia, semua poin keberatan yang disampaikan Sutan dan tim pengacaranya tidak beralasan demi hukum.

"Mengadili, pertama, menolak keberatan dari penasihat hukum terdakwa dan dari terdakwa untuk seluruhnya," ujar Hakim Artha Theresia saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/4/2015).

Hakim juga memerintahkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melanjutkan perkara ini dengan agenda selanjutnya melakukan pemeriksaan saksi pada 4 Mei 2015.

"Maka pemeriksaan perkara ini dilanjutkan. Menimbang bahwa putusan ini, maka perhitungan biaya ini ditangguhkan sampai putusan akhir. Mengingat Pasal 156 KUHAP dan Pasal 43 ayat a dan b KUHAP serta peraturan hukum lain terkait perkara ini," ucap sang hakim.

Kasus Sutan

Sutan Bhatoegana didakwa telah menerima uang sebesar US$ 140 ribu dari mantan Sekjen Kementerian ESDM, Waryono Karno. Pemberian uang tersebut terkait pembahasan APBN-P Kementerian ESDM Tahun Anggaran 2013 di Komisi VII DPR.

Dalam perkara ini, ia pun disangka melanggar Pasal 12 huruf a subsidair Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 5 Ayat 1 huruf b  subsidair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Politisi Partai Demokrat itu juga didakwa menerima sejumlah gratifikasi lainnya, yakni uang US$ 200 ribu dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, mobil Toyota Alphard senilai Rp 925 juta dari pengusaha Yan Achmad Suep, uang tunai Rp 50 juta dari Menteri Jero Wacik, serta sebidang tanah dan bangunan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.

Sutan pun disangka melanggar Pasal 12 huruf b subsidair Pasal 12 huruf B lebih subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Ndy/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya