Sutan: Kenapa Anggota Komisi VII DPR Tidak Jadi Tersangka?

Sutan menyebut semua keputusan yang diambil oleh Komisi Energi DPR saat ia memimpin merupakan hasil kesepakatan semua anggotanya.

oleh Sugeng Triono diperbarui 20 Apr 2015, 20:44 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2015, 20:44 WIB
Sutan Bhatoegana Mengaku Korban dari Jargon KPK
Sutan Bhatoegana memberikan keterangan pers usai menjalani sidang dengan agenda eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/4/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait pembahasan APBN Perubahan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sutan Bhatoegana menyebut dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK yang dialamatkan kepadanya tidak jelas.

Hal ini terkait dengan tuduhan penerimaan suap kepadanya selaku Ketua Komisi VII DPR serta membagikan uang tersebut kepada seluruh anggota komisinya. Namun, hanya ia yang dijerat oleh KPK atas penerimaan ini.

Melalui salah satu kuasa hukumnya, Budi Nugroho, Sutan menyebut semua keputusan yang diambil oleh Komisi Energi DPR saat ia memimpin merupakan hasil kesepakatan semua anggotanya.

"Mengapa penuntut umum tidak menjadikan anggota Komisi VII menjadi tersangka atau terdakwa? Karena susunannya kolektif kolegial dan tidak dipisahkan, itu adalah organ atau lembaga legislatif. Arti kata, keputusan tidak bisa sendiri-sendiri dan harus didasari musyawarah," ujar Budi Nugroho saat membacakan nota keberatan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/4/2015).

Penyebutan kata 'dan kawan-kawan' serta 'APBN Perubahan' kata Budi seharusnya juga bisa dijadikan dasar untuk menjerat anggota Komisi VII lainnya yang diduga turut menerima uang pembahasan sebesar US$ 140 ribu dari Kementerian ESDM.

"Apalagi di dalam dakwaan disebutkan 'dkk' ini tidak mungkin diberikan hanya ke terdakwa. Ini JPU hanya menjalankan pesanan dari kepentingan politik untuk menghancurkan terdakwa. Apakah benar ini untuk terdakwa?" kata Budi.

Kubu politisi Partai Demokrat itu juga mempertanyakan cara penyusunan dakwaan oleh jaksa KPK yang tidak merinci tempat kejadian dan waktu perkara itu terjadi.

"JPU tidak jelas dan cermat menyebutkan tempat kejadian perkara. Tempat kejadian perkara di Gedung Kementerian ESDM dan Gedung DPR atau setidak-tidaknya di Pengadilan Jakarta Pusat. Kami tidak sependapat karena melibatkan 2 tempat yang berbeda sekaligus menjadi obyek dan subyek hukum tidak pas dan menjadi tidak jelas," ucap dia.

Apalagi, dalam dakwaan tersebut JPU menurut Budi terkesan tidak yakin saat menyusun dakwaan kliennya. "Dalam berkas (dakwaan), JPU menuliskan 'setidak-tidaknya' sehingga JPU kurang yakin menentukan kejadian. Bagaimana mungkin ini mewakili tempat kejadian perkara?" imbuh dia.

Untuk itu, Budi meminta majelis hakim yang diketuai Artha Theresia membatalkan dakwaan terhadap kliennya. "Kami meminta batal demi hukum. Siapa pihak yang dirugikan, apakah uang pribadi atau uang negara, maka tidak sama dengan pidana korupsi," pungkas dia.

Dalam dakwaan Jaksa KPK, Sutan Bhatoegana diduga telah menerima hadiah atau janji dari Waryono Karno salaku Sekjen Sekjen ESDM saat itu. Uang yang diberikan Waryono sebesar US$ 140 ribu ini untuk mempengaruhi para anggota Komisi VII DPR periode 2009-2014.

Tugas itu 'mengamankan' 3 pembahasan APBN Perubahan 2013 antara Komisi VII DPR dan Kementerian ESDM. Yaitu pembahasan mengenai asumsi dasar migas, pembahasan dan penetapan asumsi dasar subsidi listrik dan pengantar pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian serta Lembaga pada APBN Perubahan 2013. (Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya