Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, nota keberatan atau eksepsi mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana atas dakwaan yang menjeratnya, tidak mendasar. Jaksa menyebut eksepsi Sutan hanya sebatas curahan hati mengenai kondisinya.
"Keberatan terdakwa (Sutan Bhatoegana) hanya berisi keluh kesah atau curhat tentang kondisi yang dialami terdakwa selama ini terkait kasus yang menimpanya," ujar Jaksa Dody Sukmono saat membacakan tanggapan atas eksepsi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Selain itu, Jaksa juga menyebut, tudingan Sutan kepada KPK terkait penetapannya, yang merupakan pesanan politik dari pihak tertentu, tidak masuk akal.
KPK, lanjut jaksa, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka sudah sesuai mekanisme yang berlaku, yakni melalui gelar perkara atau ekspose setelah menerima laporan dari penyelidik.
"Pengambilan keputusan (penetapan tersangka) dilakukan secara kolektif, sehingga tidak dimungkinkan salah satu pimpinan memaksakan kehendaknya terhadap pimpinan-pimpinan yang lain," terang jaksa.
Jaksa juga menegaskan, sesuai Pasal 3 Undang Undang KPK, lembaga yang pernah dipimpin Abraham Samad ini merupakan lembaga negara yang menjalankan tugas dan wewenangnya secara independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun, baik itu anggota KPK, eksekutif, yudikatif, legislatif, atau pihak-pihak lainnya.
Eksepsi Sutan Bhatoegana
Dalam nota keberatannya, Sutan yang telah dijerat perkara dugaan penerimaan gratifikasi terkait pembahasan APBN Perubahan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) keberatan disebut sebagai koruptor.
Menurut Sutan, sejak dalam proses peyelidikan hingga penyidikan perkara yang dikembangkan atas suap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini ini dirinya selalu bersikap kooperatif.
Selain itu, politisi Partai Demokrat tersebut juga mengaku selama ini dirinya turut membantu upaya KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air. Salah satunya adalah saat pembahasan DPR terkait pengawasan KPK pada era Antasari Azhar.
"Tapi saya malah dijerat. KPK atau oknum-oknum KPK yang atas nama hukum telah berbuat sewenang-wenang," ujar Sutan Bhatoegana.
Dalam eksepsi yang berjudul 'Mahalnya Arti Sebuah Kejujuran' ini, Sutan mengaku masih belum bisa percaya dirinya saat ini bisa duduk di kursi pesakitan. Apalagi atas perkara yang menurut dia tidak pernah dilakukannya.
"Sejak saya dicekal dan rumah saya digeledah pada Januari 2014 semua saya terima dengan ikhlas karena saya tahu bukan saya yang dicari KPK," ujar dia.
Tapi, ia mulai curiga saat penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan untuk kedua kalinya pada Juli 2014 di rumah yang sama. Saat itu penyidik tidak mengambil alat bukti terkait perkara tetapi justru mengambil surat-surat rumah, tanah, dan mobil yang tidak ada kaitannya.
"Demi rasa keadilan, saya memohon sekali lagi agar Ketua Majelis Hakim yang terhormat dapat mempertimbangkan agar saya dibebaskan dari tuduhan dan semua dakwaan dengan prinsip untuk mencari siapa yang salah dan benar," pungkas Sutan Bhatoegana. (Mvi/Ein)