Slamet, Pelajar Tunanetra Juara Tenis Meja

Sejak 2013, Slamet tidak mendapatkan kabar yang jelas tentang keberadaan kedua orangtuanya yang hidup mengontrak.

oleh Yanuar H diperbarui 15 Mei 2015, 07:29 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2015, 07:29 WIB
Slamet, Pelajar Tuna Netra yang Juara Tenis Meja
(Foto:Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Yogyakarta - Slamet Suryantoro, remaja kelas 7 asal Muntilan, Magelang itu sejak kecil tidak dapat melihat atau tuna netra. Remaja berumur 16 tahun itu lahir dari keluarga sangat sederhana, namun semangat hidupnya terus menggelora.

Meski tidak pernah melihat indahnya dunia dengan kedua matanya, namun mata hatinya bisa melihat sikap baik orang yang ditemuinya. Seperti sikap baik guru sekolahnya di SMP N 2 Sewon Bantul.

Ketika Slamet tidak memiliki tempat tinggal, para guru sepakat agar dia menghuni salah satu ruang di sekolah. Saat teman-temannya pulang ke rumah usai belajar, dia pun menuju ke ruang pramuka di sekolahnya.

Keterbatasan penglihatan membuat Slamet sedikit kesulitan menuju ruang yang disebutnya kamar itu. Ruangan itu berukuran tak terlalu besar. Ia tidur di ruangan yang dipisah dengan 2 lemari besar.

Terlihat 2 kasur lantai tipis, di atasnya tergeletak tumpukan pakaian dan sebuah gitar klasik. Di sudut ruangan kecil itu terdapat tape, kipas angin, dan 3 piala kejuaraan tenis meja.

"Saya tinggal di sini sejak Februari kemarin, sebelumnya kos. Tapi karena uang sudah habis, ya akhirnya tinggal di sini," kata Slamet saat ditemui di SMP N 2 Sewon Bantul, Yogyakarta, Kamis 13 Mei 2015.

Siswa kelahiran Magelang 20 Oktober 1998 ini tinggal di sekolah, setelah ia curhat kepada 2 gurunya, yaitu Lis dan Jirianah. Kepada  gurunya itu dia mengaku kesulitan membiayai hidupnya, karena tak lagi mendapat uang kiriman dari orangtuanya.

Uang tabungannya pun mulai menipis, sehingga ia pun berkeinginan tak lagi melanjutkan sekolahnya. Mendengar curhatan ini, 2 gurunya pun menyampaikan kepada kepala sekolah, supaya bisa memberikan tempat tinggal untuk Slamet di ruangan sekolah.

"Terus dikasih tempat di sini, ya bersyukur. Ini sudah nyaman dari pada nggak punya tempat tinggal," tutur Slamet.

Sejenak Slamet kembali ke masa lalu, saat menjawab pertanyaan tentang dirinya sebelum tinggal di ruangan kecil ini. Ia pun bercerita  pengalaman 2011 lalu, saat dia mengenyam pendidikan di sekolah Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis), Jalan Parangtritis, Danunegaran, Yogyakarta.

Di yayasan itu Slamet tinggal di asrama sekaligus sekolah. Selama 2 tahun di sana, dia masih mendapat kiriman orangtuanya yang tinggal di Muntilan. Namun sejak 2013 orangtuanya tak lagi mengirimkan kabar dan uang untuk biaya sekolah di Kota Pelajar ini.

Khawatir dengan orangtuanya, Slamet pun kembali ke rumah orangtuanya di Muntilan. Namun sayang, dirinya tidak mendapatkan informasi yang jelas tentang keberadaan orangtuanya.

"Bapak ibu kan ngontrak mas, begitu saya pulang mereka nggak ada, mereka meninggalkan saya," ucap dia.

Juara Tenis Meja

Slamet akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta dan kembali ke Yaketunis. Namun ia harus menghadapi masalah keuangan. Peluang itu datang saat dirinya terpilih mewakili sekolah yayasan untuk pertandingan tenis meja tingkat nasional.

Nasib baik pun berpihak. Slamet berhasil membawa trophy juara pertama lomba tenis meja itu. "Pokoknya harus menang biar bisa bayar sekolah, malah juara 1 dapat hadiah uang tunai Rp 4 juta," ujar dia.

Uang itulah yang membiayai Slamet hingga masuk SMPN 2 Sewon. Namun uang itu pun akhirnya habis. Ia pun bingung, sampai akhirnya curhat dengan gurunya terkait kondisi ekonominya itu.

"Saya apa-apa sendiri, cari kos dari uang Rp 4 juta itu. Karena sudah habis, saya ingin berhenti sekolah tidak enak merepotkan terus," tutur Slamet.

Akhirnya Kepala Sekolah SMPN 2 Bantul Asnawi memberikan tempat bagi Slamet di tempat ia menuntut ilmu sekarang ini. Ruang pramuka pun menjadi tempat singgah Slamet sekarang.

Kepedulian para guru di sekolahnya tidak hanya berhenti di situ. Tak jarang mereka pun memberikan sedikit uang saku untuk bocah sebatang kara itu.

"Dia niatnya besar, para guru rela menyisihkan uang untuk biaya kebutuhan Slamet, ya. Mulai dari makan hingga uang saku," ujar Asnawi.

Pengurus Yaketunis Agus Suryanto pun mengakui, Slamet termasuk anak yang tangguh dan penuh optimisme dalam menjalani hidup. Tak heran jika Slamet sering menjadi duta Yaketunis, khususnya di bidang olahraga tenis meja.

"Bagi kami dia termasuk anak yang tangguh dan punya optimisme yang tinggi. Secara akademik juga lumayan. Namun sebagai pengurus, saya tidak tahu detail kehidupan pribadinya," ujar Agus. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya