Liputan6.com, Jakarta - Suasana suram menggelayut di jagat dunia medis Indonesia setelah kasus pelecehan yang dilakukan oleh seorang dokter program pendidikan dokter spesialis (PPDS) mencuat ke publik. Peristiwa memalukan sekaligus memilukan ini terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, dan menimpa seorang perempuan yang sedang menemani ayahnya menjalani detik-detik sakaratul maut.
Perempuan itu, yang seharusnya berada di posisi mulia mendampingi orang tuanya, justru menjadi korban tindakan keji. Ia dibius hingga 15 kali, dan mengalami pelecehan seksual oleh dokter PPDS bernama Priguna Anugerah Pratama. Tragedi ini terjadi dalam suasana Ramadhan, saat masyarakat Muslim sedang khusyuk beribadah.
Pernyataan keras datang dari pendakwah Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat atau UAH. Dalam sebuah video ceramahnya, UAH menyoroti insiden ini dengan nada tegas dan penuh kekecewaan mendalam. Ia menilai peristiwa tersebut sebagai tindakan nista yang tidak hanya menghancurkan nilai kemanusiaan, tapi juga mencoreng kehormatan dunia kedokteran.
Advertisement
Menurut UAH, tindakan tersebut sangat tidak terbayangkan kenistaan dan kekejamannya. Ia menyampaikan bahwa sosok perempuan tersebut layak disebut mulia karena mengorbankan waktunya demi menemani sang ayah yang sedang sakaratul maut. "Ia mempertaruhkan keadaannya, berjaga, dan ternyata mendapatkan tindakan sangat keji," ucapnya dengan nada getir.
Video pernyataan resmi UAH ini dirangkum dari kanal YouTube @AdiHidayatOfficial, dan dikutip pada Rabu (16/04/2025). Tayangan berdurasi sekitar 16 menit itu diunggah pada 14 April 2025, dan telah ditonton oleh puluhan ribu orang yang menyoroti keprihatinan serupa.
UAH mengungkapkan bahwa kasus ini bukan yang pertama kali terjadi. Ia menyoroti adanya korban-korban sebelumnya yang belum mendapat sorotan media. Ironisnya, kata UAH, kasus ini terjadi di bulan yang suci, pada malam yang baik, ketika masyarakat tengah larut dalam ibadah dan perenungan.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Tiga Pesan Mendalam UAH
Dalam ungkapannya, UAH menyampaikan tiga pesan utama. Pertama, ia menegaskan bahwa rumah sakit seharusnya menjadi tempat penuh harapan, bukan lokasi di mana pasien merasa terancam. Rumah sakit adalah tempat masyarakat menitipkan harapan sembuh melalui tangan para dokter dan tenaga medis.
UAH meminta seluruh rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, untuk mengevaluasi sistem pelayanan dan pengawasan internal mereka. Ia juga mengajak rumah sakit menjadikan pasien sebagai fokus utama pelayanan, bukan sebagai objek komersialisasi atau beban tambahan.
Menurut UAH, banyak masyarakat merasa terbebani dengan biaya pengobatan, cek laboratorium yang berlebihan, serta sistem yang tidak transparan. Hal ini, katanya, sudah menjadi perbincangan bahkan di kalangan ulama karena banyaknya keluhan dari masyarakat.
Lebih jauh, UAH menyampaikan perlunya kesadaran kolektif bahwa rumah sakit bukan tempat mengejar keuntungan, melainkan tempat pelayanan khidmat yang memuliakan manusia. Ia berharap peristiwa ini bisa menjadi titik balik dalam membenahi sistem rumah sakit di Indonesia.
Pesan kedua dari UAH tertuju langsung kepada RSHS dan Universitas Padjadjaran. Ia mengingatkan bahwa nama Rumah Sakit Hasan Sadikin bukanlah sekadar simbol, tetapi warisan dari seorang dokter dan pemimpin luar biasa, yakni Dr. Hasan Sadikin, yang mengabdi hingga akhir hayatnya.
UAH menuturkan bahwa sosok Dr. Hasan Sadikin adalah teladan, karena dalam sakitnya tetap memimpin dan mengajar di Fakultas Kedokteran UNPAD. Nama rumah sakit itu, kata UAH, adalah bentuk penghargaan atas dedikasi luar biasa yang harus diwarisi oleh semua tenaga medis yang bernaung di bawahnya.
Spirit pengabdian Dr. Hasan Sadikin, menurut UAH, perlu ditanamkan pada para mahasiswa kedokteran dan seluruh civitas rumah sakit. Mereka seharusnya bangga dan menjadikan semangat pengabdian itu sebagai inspirasi dalam menjalankan tugas medis.
Advertisement
Tindakan Hancurkan Marwah profesi Dokter
Kasus pelecehan ini, lanjut UAH, bukan hanya merusak nama pribadi pelaku, tetapi menghancurkan marwah profesi dokter, nama baik almamater, dan mencoreng sosok panutan yang dijadikan nama rumah sakit tempat pelaku bertugas.
UAH berharap proses hukum berjalan tegas dan memberikan efek jera. Menurutnya, hukuman tidak hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga mencegah munculnya kasus serupa di masa depan. Ia pun mendoakan agar pelaku bertaubat dan membuka lembaran hidup baru.
Korban juga harus mendapat perhatian serius, lanjut UAH. Ia menekankan pentingnya dukungan psikologis dan moril agar korban bisa pulih dan kembali membangun kepercayaan dirinya. Menurutnya, negara dan institusi medis wajib hadir dalam proses pemulihan korban.
Pada bagian akhir ceramahnya, UAH menyampaikan apresiasi kepada Kepolisian Daerah Jawa Barat yang bergerak cepat mengungkap kasus ini. Ia menyebut kerja tegas aparat sebagai bentuk keseriusan negara dalam menangani kekerasan seksual.
Menurut UAH, kasus ini bisa cepat terungkap karena keberanian korban mengunggah pengakuan ke media sosial. Ia pun mengingatkan bahwa keberanian seperti ini tidak mudah dan patut diapresiasi sebagai bentuk perjuangan melawan kezaliman.
UAH menegaskan bahwa video yang ia buat tidak bermaksud menyudutkan pihak tertentu, melainkan sebagai masukan agar semua pihak membuka mata terhadap masalah besar yang menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas bangsa.
Lebih dari itu, UAH juga mengingatkan para pengelola pendidikan untuk memperkuat kembali pendidikan agama di semua jenjang. Ia mengutip amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan UUD 1945 yang menekankan pentingnya iman, takwa, dan akhlak mulia.
Dengan akhlak yang baik, tegas UAH, seseorang dapat menjadi profesional di bidang apa pun tanpa kehilangan sisi kemanusiaannya. Pendidikan karakter berbasis agama harus dikedepankan, agar tidak lagi muncul sosok-sosok yang menyalahgunakan keahlian demi nafsu pribadi.
UAH menutup ceramahnya dengan doa agar semua pihak diberikan kekuatan oleh Allah untuk menjaga kemuliaan profesi dan institusi, serta menjaga marwah rumah sakit dan dunia pendidikan agar tetap menjadi ladang kebaikan, bukan tragedi kemanusiaan.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
