DPRD Bengkulu Ajukan Hak Interpelasi Terhadap Gubernur

Pengajuan hak interpelasi terhadap Gubernur Bengkulu terkait izin transit bongkar muat pengapalan batu bara di wilayah perairan Samudra Hin

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 02 Jun 2015, 06:28 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2015, 06:28 WIB
Hak Interpelasi DPRD Bengkulu
Juru bicara pengusul interpelasi terhadap Gubernur Bengkulu membacakan rekomendasi usulan itu dalam sidang paripurna DPRD Provinsi Bengkulu. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah bakal diinterpelasi oleh DPRD Provinsi Bengkulu terkait transhipment atau izin transit bongkar muat pengapalan batu bara di wilayah perairan Samudra Hindia.

Pantauan Liputan6.com, sebanyak 33 dari 45 orang anggota DPRD Provinsi Bengkulu dan 7 Fraksi menandatangani usulan hak interpelasi atau hak bertanya yang dibacakan dalam rapat paripurna kedua masa sidang II tahun 2015.

Angka ini memastikan usulan interpelasi tersebut bakal mulus dan akan masuk tahapan pemanggilan gubernur secara terbuka dan kewajiban menjawab pertanyaan para anggota DPRD terkait materi interpelasi.

Juru bicara pengusul interpelasi, Jonaidi SP mengatakan, aktivitas transit batu bara atau transhipment yang dilakukan oleh para pelaku usaha ekspor barang tambang di Bengkulu yang terindikasi merusak lingkungan dan rawan permainan mafia ekspor itu didasarkan pada surat pemerintah Provinsi Bengkulu nomor 552.1/186/VII/2015 tertanggal 15 April 2015 yang ditandatangani Plt Sekda Provinsi Bengkulu Drs Sumardi atas nama gubernur itu bersifat segera dan memberikan rekomendasi izin transhipment batubara di perairan Samudra Hindia khususnya di dekat Pulau Tikus.

"Surat itu bertentangan dengan Perda Nomor 5 Tahun 2013 khususnya Pasal 99 ayat 3, berbunyi setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dilarang melakukan transhipment kecuali dalam keadaan darurat dan atau dengan persetujuan atau rekomendasi gubernur. Keputusan memberikan izin itu sangat bertentangan dengan perda," jelas Jonaidi di Bengkulu, Senin (1/6/2015).

Surat yang ditandatangani Plt Sekda atas nama gubernur itu, imbuh Jonaidi, tidak mungkin dilakukan tanpa sepengetahuan gubernur. Gubernur pun harus bertanggung jawab di hadapan sidang paripurna DPRD.

Ketua DPRD Ihsan Fajri mengatakan, undangan paripurna sudah disampaikan kepada gubernur, namun karena ada kegiatan Isra Mi'raj di Kabupaten Bengkulu Selatan, maka gubernur hanya mengutus Plt Sekda menghadiri rapat paripurna.

"Mekanismenya tetap jalan, kita kembalikan kepada fraksi-fraksi untuk memberikan masukan dan usulan kepada para pengusung, jika semua sepakat, tentu saja gubernur harus datang jika dipanggil," tukas Ihsan Fajri.

Sementara, Plt Sekda Bengkulu Sumardi menyatakan, surat rekomendasi terkait persetujuan transhipment itu memang ditandatanganinya atas nama gubernur dan tidak harus sepengetahuan gubernur sepagai kepala daerah. Sebab kondisi alur masuk pelabuhan Pulau Baai memang dalam kondisi darurat dengan kedalaman minus 10 meter Low Water System (LWS).

Pelabuhan tersebut hanya bisa dimasuki oleh kapal dengan daya angkut di bawah 30.000 matrik kubik. Sedangkan kebutuhan kapal masuk untuk ekspor berbobot lebih dari 200.000 matrik kubik.

"Saya tegaskan, surat itu hanya rekomendasi kepada pihak kesyahbandaran atau KSOP. tidak mungkin melakukan ekspor batu bara dengan kapal yang hanya berbobot 30.000 matrik kubik, makanya kami berikan rekomendasi, jika harus diinterpelasi, kami siap menjawab semua pertanyaan para anggota DPRD (Bengkulu) ini," pungkas Sumardi. (Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya