Politik Dinasti Dilegalkan, MenPAN-RB Buat Surat Edaran

Menteri Yuddy mengingatkan agar aparatur sipil negara (ASN) dan PNS menjaga netralitasnya dalam pilkada serentak.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 09 Jul 2015, 15:52 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2015, 15:52 WIB
Kader Jadi Menteri, Partai Hanura Gelar Syukuran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) melegalkan kerabat incumbent atau petahana ikut pilkada serentak. Meski putusan ini sudah final dan mengikat, namun dinilai dapat menumbuhkan kembali politik dinasti.

Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi menilai putusan ini tidak etis, karena dapat melanggengkan politik dinasti.

‎"Kalau pendapat pribadi saya, ya tidak etislah kalau di dalam proses politik yang semakin demokratis dan semakin transparan ini masih ada politik dinasti," kata Yuddy di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (9/7/2015).

Yuddy pun mengingatkan agar aparatur sipil negara (ASN) menjaga netralitasnya dalam pilkada serentak yang akan digelar mulai 9 Desember 2015. Kementeriannya juga akan membuat nota kesepahaman yang mengatur hal tersebut.

"‎Pertama, dia tidak boleh menjadi tim sukses dari kandidat mana pun. Kedua, tidak boleh ikut berkampanye, tidak boleh terlibat kegiatan politik, baik langsung maupun tidak langsung yang menguntungkan atau pun merugikan kandidat tertentu," jelas dia.

Menurut Yuddy, peringatan ini sudah dituangkan dalam ‎peraturan menteri (permen). Nantinya, pihaknya akan mengirimkan surat edaran kepada seluruh jajarannya.

Sanksi tegas pun, kata Yuddy, sudah menanti bila ada ASN atau pegawai sipil negara (PNS) yang tidak netral. Sanksi itu sudah diatur dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS.

Sanksi Pencopotan Jabatan

Apabila sekadar ikut-ikutan kampanye atau mendukung seorang kandidat, lanjut Yuddy, maka akan diberikan peringatan. Bila masih berulang, oknum tersebut akan dicatat, yang berakibat kenaikan pangkat dan tunjangan kinerjanya di‎hambat.

"Kalau sanksi sedangnya, dia bisa dicopot dari jabatannya. Yang lebih berat lagi ya dia bisa diberhentikan kalau masuk ranah indisipliner yang mencolok. Seperti ikut-‎ikut kampanye, jadi tim sukses atau jadi ketua tim sukses, itu tidak boleh," tegas politisi Partai Hanura ini.

Yuddy juga meminta masyarakat turut mengawasi dan melaporkan PNS yang tidak netral saat pilkada serentak. Satu cara termudah untuk melaporkan adalah melalui media sosial.

Kemudian, kata Yuddy, bila ada PNS yang ditekan kepala daerah agar tidak netral, pihaknya pun siap memberikan bantuan. "‎Kepala daerahnya akan kita berikan peringatan."

"Kita juga akan berikan bantuan advokasi untuk perlindungan profesionalisme ASN dan PNS. Saya pasti akan keliling daerah-daerah untuk memastikan hal ini netral bersama Mendagri," tandas Yuddy.

Angin Segar Petahana

Mahkamah Konstitusi (MK) memberi angin segar kepada para keluarga petahana untuk maju dalam pilkada serentak mulai Desember 2015. Keluarga petahana kini bebas maju sebagai calon kepala daerah.

Pasal yang menyangkut konflik kepentingan dengan petahana sebagaimana diatur dalam UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 huruf ‎r dianggap MK inkonstitusional.

Dalam amar putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon terutama yang berkaitan konflik kepentingan ‎dengan petahana. MK menganggap UU Pilkada Pasal 7 huruf r cenderung diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28 ‎j ayat 2 UUD 1945.

MK ‎mempertimbangkan UU Pilkada Pasal 7 huruf r akan sulit dilaksanakan oleh pembuat undang-undang maupun penyelenggara Pilkada. Frasa tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana dinilai sangat subjektif, sehingga berakibat tidak adanya kepastian hukum. ‎Padahal, mencalonkan diri sebagai kepala derah merupakan hak konstitusional.

"‎Pasal 7 huruf r dan penjelasannya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang putusan. (Rmn/Sss)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya