Liputan6.com, Jakarta - Pagi yang basah dan berkabut, Jumat 25 Mei 1979, untuk kali pertamanya Etan Patz tak diantar menuju ke halte bus sekolah yang jauhnya dua blok dari tempat tinggalnya. "Aku sudah besar, bisa pergi sendirian," kata dia meyakinkan sang ibu, Julie. Pria kecil itu tak sabar untuk beranjak dewasa.
Bocah 6 tahun itu mengenakan pakaian serba biru: jaket, sepatu, topi dari Eastern Airlines, dan tas kain dengan pola gajah sirkus berwarna putih. Ia juga membawa mobil-mobilan Matchbox koleksinya.
Ada selembar US$ 1 dolar di tangan kirinya. Uang itu hasil jerih payahnya, upah membantu "pekerjaan remeh" tetangganya yang tukang kayu. Ia ingin membeli soda dalam perjalanan menuju halte, untuk diminum saat makan siang. Itu minuman pertama yang ia beli dari uang sendiri.
Advertisement
"Aku memintanya untuk segera menuju kios, cepat-cepat membeli minumannya, agar tak ketinggalan bus," kata Julie.
Setelah siap, Julie menyertai putranya menuruni tangga, mengantarnya sampai sisi jalan, dan matanya mengawasi bocah 6 tahun itu, hingga sosoknya menghilang di ujung kelokan. Lalu, perempuan itu berbalik ke rumahnya.
"Itu adalah kali terakhir aku melihat putraku," kata perempuan 72 tahun itu, mengenang hari ketika Etan menghilang untuk selamanya, 36 tahun lalu.
Jam demi jam berlalu, sekitar pukul 15.30 Etan belum juga pulang dari sekolah. Julie lantas menelepon rumah Chelsea Christina Altman, teman dekat putranya yang rumahnya di seberang jalan.
Gadis cilik itu mengaku sudah menyediakan tempat duduk untuk sahabatnya itu, namun Etan tak muncul di bus. Ia juga tak datang ke sekolah.
Panik pun melanda hati Julie. Sudah berjam-jam putranya hilang. Perempuan itu mengingat insiden malam sebelumnya, saat ia mengizinkan Etan main dengan anak tetangga di luar apartemen mereka di SoHo, Lower Manhattan, New York.
Saat mengintip ke bawah, Etan tidak ada. Julie cepat-cepat menuruni tangga, jantungnya berdebar keras, dengan panik ia mencari hingga putranya muncul.
"Aku berteriak padanya, memarahinya karena membuat jantungku serasa copot," kata dia, seperti dikutip dari Sydney Morning Herald.
Julie berharap kejadian serupa terjadi. Namun harapan itu tak terwujud. Ia lantas menghubungi polisi, yang sayangnya tak merespons dengan cepat.
Berjam-jam kemudian, barulah sekitar 100 polisi datang dan menyisir area sekitar apartemen. Hujan turun tengah malam itu, jejak Etan Patz --sidik jarinya, pun aroma yang bisa diendus anjing, terhapus guyuran air.
Juga tak ada saksi mata. Soho pada akhir tahun 1970-an bukan area elit dan surga belanja yang dipadati turis seperti sekarang. Dulu, itu adalah kawasan industri di mana penduduknya menyewa gudang luas untuk tempat tinggal demi menghemat uang.
Belum semua orang bisa menikmati listrik kala itu. Warga bahkan menggelar pesta pora saat pipa modern dipasang. Tak ada lampu jalan, lalu lintas sepi, nyaris tak ada mobil yang melintas sampai-sampai orang bisa barbeque di tengah jalan.
Selanjutnya: Kasus yang Mengubah Dunia...
Kasus yang Mengubah Dunia
Kasus yang Mengubah Dunia
Tak seperti anak hilang lain yang jarang mendapat perhatian publik, kasus Etan menjadi isu nasional. Ramai dikabarkan media. Salah satunya berkat upaya sang ayah, Stanley Patz, seorang fotografer yang menggunakan koleksi foto hasil jepretannya untuk mencari putranya.
Etan yang tak diketahui keberadaannya dinyatakan meninggal dunia pada 2001. Jasadnya --hidup atau mati-- tak pernah ditemukan.
Di mana pun Etan kini berada, ia membawa AS dan juga dunia ke sebuah era baru: makin tingginya kesadaran terhadap kejahatan terhadap anak-anak.
Gerakan dan kampanye pencarian anak hilang makin marak, termasuk dengan memajang foto mereka di kotak susu.
Etan Paz adalah anak hilang pertama yang fotonya terpampang di kemasan susu dan muncul di layar besar di Times Square. Kasusnya pun mendorong perubahan UU yang lebih pro terhadap anak; mengubah sikap dan kebiasaan terkait buah hatinya: orangtua yang lebih protektif; kerja sama lingkungan untuk menjaga para bocah.
Bahkan, Presiden AS Ronald Reagan pada 1983 menetapkan 25 Mei, tanggal hilangnya Etan, sebagai Hari Anak Hilang Nasional atau National Missing Children's Day.
Misteri Perampas Etan
Awalnya para detektif memasukkan orang tua Etan, Stanley dan Julie Patz dalam daftar tersangka. Namun, tak lama kemudian, aparat menyimpulkan, tak ada bukti yang mendukung sangkaan itu.
Kemudian, jaksa Amerika Serikat, Stuart R. GraBois mengidentifikasi Jose Antonio Ramos, seorang pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang ternyata pernah menjadi pengasuh Etan.
Saat polisi menggeledah pipa pembuangan tempat Ramos tinggal, mereka menemukan foto-foto Ramos dan anak laki-laki yang menyerupai Etan.
Namun, polisi dan kejaksaan tidak bisa menemukan bukti kuat bahwa Ramos adalah pelaku penculikan dan pembunuhan Etan. Namun, orangtua bocah itu berpendapat sebaliknya.
Setiap tahun, pada peringatan ulang tahun putranya dan hari ketika ia menghilang, Stanley dan Julie Patz selalu mengirimkan kopian poster pencarian Etan pada Ramos. Tertulis pesan yang sama di bagian belakangnya: "Apa yang telah kaulakukan pada bocah kecilku."
Pada 30 Januari 2010, Jaksa Distrik Manhattan memutuskan membuka kembali kasus hilangnya Etan Patz. Dua tahun kemudian, muncul pengakuan mengejutkan dari seorang pria yang berada dalam tahanan mengaku bersalah atas hilangnya anak yang lahir pada 9 Oktober 1972 itu.
Namanya, Hedro Hernandez dari Maple Shade, New Jersey. Ia kini 51 tahun mengaku menculik korban dengan mengiming-imingi minuman soda, lalu mencekiknya sampai mati, dan membuang jasadnya ke tong sampah.
Hernandez berusia 18 tahun kala itu dan bekerja di sebuah kios dekat Etan tinggal. Sayangnya polisi tidak menemukan bukti fisik apapun terkait pengakuannya.
Pengacara Hernandez kemudian mengajukan mosi untuk membatalkan kasus kliennya. Alasannya, tersangka didiagnosis menderita skizofrenia, yang konon mengakibatkan ia sering berhalusinasi. Pihak pembela juga mengatakan kliennya memiliki IQ rendah sekitar 70.
Pada Mei 2015, salah satu juri tidak setuju perkara Hernandez dilanjutkan karena dianggap kurang cukup bukti.
"Buat saya kasus ini aneh, dan akan semakin aneh kalau diteruskan. Saya melihat isu kejiwaan menjadi masalah karena kita tidak bisa memeriksa dia," kata Adam Sirous kepada New York Daily News.
Namun, Jaksa Manhattan, Cyrus Vance bersikukuh tetap meneruskan kasus itu. "Ini adalah kasus paling fenomenal, dan saya akan memperjuangkan sampai misteri ini terpecahkan," kata dia.
Selanjutnya: Kisah Mayat dalam Koper dan Madeleine...
Advertisement
Kisah Mayat dalam Koper dan Madeleine
Kisah Mayat dalam Koper dan Madeleine
Sebuah koper berisi jasad manusia ditemukan di tengah semak belukar di Murray Mallee, Riverland, Australia. Korban diperkirakan adalah bocah berusia 2,5 hingga 4 tahun, berambut terang atau pirang.
Juga ditemukan rok tutu, pakaian penari balet, dan sepatu mungil berwarna pink dengan hiasan kupu-kupu.
Sejumlah orang menduga itu adalah jenazah Madeleine McCann, bocah perempuan berusia 3 tahun asal Inggris yang hilang di Portugal pada 2007. Apalagi, polisi sempat menyebut, mayat dalam koper bisa jadi tewas 8 tahun lalu.
Namun, petinggi Kepolisian South Australian membantah keterkaitannya dengan kasus Madeleine. "Tak ada bukti sama sekali untuk mengaitkan korban dengan Madeleine McCann," kata Komisioner Polisi Grant Stevens, seperti dikutip dari Courier Mail, Senin (27/7/2015).
Hilangnya Madeleine McCann menjadi "kasus penculikan abad ini". Berbeda dengan Etan Patz yang hilang pada dekade 1970-an, gadis cilik itu dinyatakan raib tanpa jejak pada era kecanggihan teknologi, CCTV yang dipasang di mana-mana, para intelijen yang dengan peralatan mutakhir, juga keajaiban tes DNA.
Maddie, begitu ia biasa dipanggil, dirampas paksa dari tangan orangtuanya saat sedang tertidur pulas di unit apartemen Praia da Luz di kota resort Algarve, yang disewa orangtuanya, Kate dan Gerry McCann.
Kamis malam, 3 Mei 2007, Maddie dan 2 adik kembarnya tertidur di apartemen, sementara orangtua mereka sedang makan malam di restoran yang berjarak 50 meter jauhnya. Pada pukul 22.00, saat mengecek para buah hatinya, sang ibu tak menemukan keberadaan putrinya itu.
Sumber Kecurigaan
Meski yang dilaporkan adalah penculikan, Tavares de Almeida, yang memimpin penyelidikan kasus Madelieine meyakini bahwa orangtua korban terlibat dalam penghilangan gadis cilik itu.
"Kesimpulan yang diambil, Madeleine McCann tewas di apartemen dan pasangan McCann berpura-pura telah terjadi penculikan untuk menyembunyikan fakta bahwa mereka tidak menjaga anak-anaknya," kata dia seperti dimuat Express, 2010 lalu.
Dalam bukunya, Maddie: The Truth Of The Lie, yang ditulis bersama detektif lainnya, Goncalo Amaral de Almeida, berpendapat bahwa sebuah kecelakaan terjadi malam itu, yang menyebabkan kematian Madeleine. Orangtuanya diduga bersalah kemudian menyembunyikan jasadnya dan mereka merancang plot penculikan.
Tavares de Almeida mengungkap, kecurigaan terbesit ketika anjing pelacak menemukan jejak darah dan aroma kematian di apartemen yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP).
Salah satu anjing berperilaku aneh, gelisah dan tak sabar masuk ke dalam ruangan. "Ada 2 tempat di mana pertanda muncul dari anjing-anjing itu: di kamar tidur dan ruang makan."
Ibu korban, Kate McCann, yang melapor polisi bahwa ia bermimpi melihat Maddie dalam kondisi tak bernyawa di sebuah bukit menjadi titik balik polisi --yang menduga, itu adalah indikasi bahwa perempuan itu, juga suaminya, tahu bahwa Madeleine tewas.
Namun, pengacara pasangan McCann membantah keras tuduhan itu. Juru bicara keluarga, Claudia Nogueira, mengatakan, tuduhan-tuduhan yang dialamatkan pada orangtua Madeleine membuat hati mereka hancur.
"Mereka tahu persis apa yang terjadi, jadi keduanya merasa percaya diri tak bersalah dalam kasus itu," kata dia seperti dimuat Daily Mail, 13 January 2010. "Keduanya hanya ingin menemukan putri mereka."
Belakangan, sikap aneh anjing polisi -- yang mengarahkan sangkaan pada orangtua Madelein -- juga diragukan.
Anjing polisi juga menunjukkan reaksi yang sama saat diterjunkan di panti asuhan Haut de la Garenne, Inggris pada Juli 2008. Di sana "aroma kematian" yang mereka cium ternyata berasal dari belulang hewan.
Portugal menghentikan pencarian Madeleine pada 2008 sekaligus mencabut status tersangka pada orangtuanya.
Kasus Madeliene menyita perhatian dunia, terutama di Tanah Air-nya di Inggris Raya, mengingatkan pada heboh kematian Putri Diana pada 1997. Kepolisian Inggris Scotland Yard pun melakukan peninjauan kembali terhadap kasus ini pada 2011.
Sketsa Pria Misterius
Pada Oktober 2013, Kepolisian Inggris memublikasikan reka wajah seorang pria yang diduga memiliki informasi penting dalam misteri hilangnya Madeleine McCann di Portugal pada 2007.
Sketsa tersebut dibuat berdasarkan keterangan dua saksi yang melihat pria tersebut di malam hilangnya Madeleine.
Lelaki itu disebut berkulit putih, berusia antara 20 hingga 40 tahun dan berambut coklat.
Detektif Inspektur Andy Redwood, reserse senior Metropolitan Police London, mengatakan mendapatkan identitas pria itu sangat penting.
"Meski pun ia mungkin bukan kunci untuk memecah kebuntuan penyelidikan, melacak dan berbicara dengannya sangat penting bagi kami," kata Redwood seperti dikutip dari BBC. Hingga saat ini kasus Madeleine belum terkuak.
Selanjutnya: Diculik Mata-mata Korut...
Diculik Mata-mata Korut
Diculik Mata-mata Korut
Kasus Megumi Yokota adalah kasus penculikan paling fenomenal di Jepang. Gadis 13 tahun itu diculik agen Korea Utara saat pulang sekolah di Prefektur Niigita. Ia termasuk 17 warga Jepang yang diculik pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an -- untuk dijadikan mata-mata Korut.
Megumi tidak pernah kembali ke rumahnya sejak 15 November 1977. Pada tahun 1997 seorang pembelot membocorkan rahasia bahwa gadis yang lahir 5 Oktober 1964 itu berada di Pyongyang.
Awalnya, omongannya dianggap ngawur. Namun tahun 2002 pernyataan itu terbukti benar. Di sisi lain, orangtuanya, Shigeru dan Sakie Yokota, selama puluhan tahun berjuang untuk mengetahui apa yang terjadi pada anak mereka.
Korea Utara kemudian mengakui, Megumi menikahi seorang warga Korea Selatan -- yang juga diculik -- dan bunuh diri pada 1994. Pihak Pyongyang pun mengembalikan apa yang mereka sebut sebagai abu jenazah Megumi pada 2004 tapi tes DNA menyatakan, itu tak cocok dengan profil korban.
Pasangan Yokota memang tak pernah lagi bertemu dengan putrinya. Namun, pada 2014 lalu, mereka bersua dengan cucu mereka, Kim Eun-gyong --putri Megumi di ibukota Mongolia, Ulan Batur.
Keduanya menganggapnya sebagai sebuah "peristiwa ajaib dan membawa kebahagiaan besar" pada usia mereka yang sepuh.
"Kami berharap pertemuan ini bisa membuka jalan untuk menyelamatkan semua korban penculikan," kata Kemenlu Jepang seperti dikutip kantor berita Kyodo.
Kasus Megumi melekat dalam ingatan masyarakat Jepang. Kisahnya dihidupkan dalam drama, film, juga manga atau komik.
Gadis yang Dikurung di Lantai 2
Maka, ketika Fusako Sano diculik pada usia 9 tahun, kecurigaan pun mengarah pada Korut. Namun, dugaan itu salah.
Fusako ternyata diculik oleh Nobuyuki Sato. Ia dikurung selama 9 tahun, dari 13 November 1990 hingga 28 Januari 2000. Kasusnya terkenal sebagai "Insiden pengurungan gadis Niigata".
Fusako Sano menghilang setelah menonton pertandingan bisbol sekolah di Kota Sanjo, Niigata Perfektur.
Penculiknya yang berusia 28 tahun dan mengalami gangguan mental memaksa gadis cilik itu Fusako untuk masuk ke mobilnya dan mengerangkengnya di kamarnya di lantai 2. Rumah Nobuyuki hanya 200 meter dari Koban atau pos polisi, dan 55 kilometer dari lokasi tempat dia diculik.
Fusako awalnya takut, menurut laporannya, dia akhirnya menyerah dan pasrah.
Selama dalam 'tahanan', Fusako diikat dan diancam dengan pistol apabila ia tidak merekam video balap kuda di TV. Fusako berbagi baju dengan si penculik. Ia juga berbagi makanan, baik itu makanan yang dimasak oleh ibu Nobuyuki yang tinggal di lantai bawah maupun masakan instan.
Nobuyuki juga memotong rambut Fusako. Karena tidak ada mandi atau toilet di lantai atas, Fusako jarang membasuh badannya. Ke toilet pun atas seizin Nobuyuki.
Fusako menghabiskan waktu dengan mendengarkan radio. Pada tahun-tahun terakhir ia dikerangkeng, ia diperbolehkan menonton TV, bahkan Nobuyuki tidak lagi mengunci pintu.
"Saya terlalu takut untuk melarikan diri dan akhirnya kehilangan energi untuk melakukannya," katanya kepada polisi.
Pada Januari 1996, Ibu Nobuyuki melaporkan anaknya yang bertingkah aneh dan melakukan kekerasan ke layanan masyarakat. Empat tahun kemudian, ia kembali melaporkan hal yang sama. Kali itu, petugas datang bersama polisi ke rumahnya.
Pada kesempatan itulah, Fusako yang saat itu berusia 19 tahun, mendekati petugas dan menyebutkan identitasnya, "Saya Fusako Sano." (Ein)
Advertisement