PT Makassar Kembalikan Hukuman Terdakwa Korupsi Sesuai Tuntutan

Pengadilan Tipikor Makassar sebelumnya hanya memvonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Agu 2015, 03:38 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2015, 03:38 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi Korupsi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Makassar - Pengadilan Tinggi Makassar mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum kasus korupsi pembangunan gedung dan pengadaan laboratorium Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Makassar (UNM) yang memvonis Syatir Mahmud 6 tahun penjara.

"Hakim Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan banding jaksa penuntut umum (JPU). Hukumannya dikembalikan sesuai dengan tuntutan sebelumnya," ujar Kepala Seksi Penuntutan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar Muhammad Ahsan Thamrin di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu 9 Agustus 2015.

Syatir yang mantan Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK) Universitas Negeri Makassar (UNM), oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar sebelumnya hanya divonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan.

Menurut Ahsan, putusan sudah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh jaksa penuntut dan akan segera mengeksekusi putusan tersebut. "Kalau terdakwa tidak kasasi, putusan itu akan kami eksekusi," kata Akhsan.

Syatir dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus pengadaan alat olahraga di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Makassar.

Majelis hakim dalam putusannya menyatakan, terdakwa selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) telah melakukan penyalahgunakan wewenang dengan menguntungkan diri sendiri.

Bukan cuma itu, terdakwa juga menguntungkan orang lain atau suatu korporasi serta turut melakukan korupsi secara berlanjut sehingga mengakibatkan adanya kerugian negara.

"Terdakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," katanya.

Dalam proyek tersebut tidak pernah ada harga perkiraan sementara (HPS), justru HPS yang diajukan telah direkayasa berdasarkan harga barang dari pihak distributor. (Ant/Ado/Nda)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya