Satgas: Dwelling Time Terjadi karena Panjangnya Proses Birokrasi

Panjangnya birokrasi disebut-sebut membuka peluang, bagi para birokrat untuk menyalahgunakan jabatan dengan memeras pengusaha atau importir.

oleh Audrey Santoso diperbarui 12 Agu 2015, 09:46 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2015, 09:46 WIB
20150728-Truk Peti Kemas Tertahan di Gerbang JICT-Jakarta
Kegiatan distribusi barang dan peti kemas dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok lumpuh dampak aksi mogok nasional Pekerja JICT, Jakarta, Selasa (28/7/2015). Demo terkait dua pekerja JICT yang dipecat dan permasalahan konsesi (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Satgas Dwelling Time Polda Metro Jaya menganalisis sebab dan akibat penyimpangan manajemen bongkar muat peti kemas di pelabuhan. Terungkap, penyimpangan itu disebabkan oleh panjangnya prosedur perizinan.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti memaparkan, hal tersebut melalui pesan singkatnya, Selasa (11/8/2015).

"Dwelling time meningkat karena perizinan di Kementerian yang berwenang mengeluarkan SPI (Surat Perijinan Impor), dan proses perizinan sangat panjang serta birokratis," ujar Krishna.

Menurut dia, panjangnya birokrasi tersebut membuka peluang bagi para birokrat untuk menyalahgunakan jabatan dengan memeras pengusaha atau importir. Sebaliknya, pengusaha berupaya menyuap oknum birokrat untuk memperlancar usahanya.

"Penyalahgunaan jabatan oleh pejabat yang berimbas kepada korupsi dan munculnya kartel atau mafia ekonomi," jelas Krishna.

Jika hal tersebut dibiarkan dan terlanjur mendarah daging, maka akan berdampak pada banyak sektor kehidupan dan membawa perekonomian dalam negeri pada kondisi yang buruk. Terlebih, pengendalian barang impor harus dilakukan, karena jika dibiarkan, barang lokal akan kalah dalam bersaing.

"Barang impor tidak terkendali di pasar, imbasnya ekonomi lokal lesu karena kalah bersaing dengan produk impor," tutur Krishna.

Setelah itu, lanjut dia, kartel ekonomi akan merajalela dan menguasai gerak perekonomian di Indonesia. Dia mencontohkan soal kebutuhan sandang yang sudah dikuasai importir. Barang-barang impor yang tidak dikendalikan kuotanya dapat merangsang inflasi serta melemahkan pertahanan pelaku usaha lokal, dalam medan persaingan dengan pengusaha impor.

"1 Contoh saja, kebutuhan sandang impor dikuasai oleh importir. Dampaknya, mereka (pengusaha) berpatok pada biaya tinggi yang dikeluarkan saat proses memasukkan barang impor lalu terjadi inflasi," kata Khrisna.

Selain di sektor perekonomian, cacatnya prosedur bongkar muat barang dan tidak tegasnya proses SIP serta perizinan kuota barang, akan menjalar ke sektor politik. Dia menilai program Nawacita Presiden Joko Widodo mengenai ekonomi berdikari akan terhambat perkembangannya, jika tidak ada perubahan.

"Kebijakan-kebijakan berbasis ekonomi berdikari tidak jalan. Khususnya Nawacita dan Program Kerja Pak Presiden (Jokowi)," kata Krishna.

Menurut dia, dominasi produk luar akan menimbulkan gejolak kontra karena harga barang tinggi dan keresahan terjadi di tengah pengusaha lokal. Pada akhirnya, tingkat kepercayaan masyarakat turun karena timbul pemikiran pemerintah tidak propelaku usaha lokal.

"Masyarakat resah dengan kenaikan harga. Pedagang keberatan dengan barang-barang impor yang dapat mengakibatkan kepada protes dan demo," tutup Krishna. (Bob/Tnt)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya