Liputan6.com, Jakarta - Tak banyak yang mengenal nama Muhammad Arif atau biasa dikenal dengan Haji Darip. Namun bagi masyarakat Betawi yang sudah lama menetap di wilayah Klender, Jakarta Timur, dia adalah mubaligh panutan sekaligus 'Panglima Perang' yang jadi pahlawan pengusir Jepang dari Jakarta.
Haji Darip semula lebih dikenal sebagai ulama dan mubaligh. Tak heran, karena dia menimba ilmu agama di Mekah dan Madinah. Tapi, yang tak kalah menakutkan adalah ilmu bela diri atau main pukul yang dimilikinya.
Baca Juga
Pria asli Betawi kelahiran 1886 itu memulai perjuangan melalui dakwah dari satu musala ke musala lain di kawasan Klender. Bermodal ilmu yang dimiliki, tidak heran murid Haji Darip sangat banyak.
Advertisement
Haji Darip tak sendiri, dia mengajak serta ulama lainnya seperti KH Mursidi dan KH Hasbiallah untuk turut berjuang. Lokasi tempat mereka menyebar semangat perjuangan kini telah menjadi masjid Al Makmur, Klender.
Dalam berbagai literatur yang dikumpulkan Liputan6.com disebutkan, Haji Darip pernah berjuang bersama Presiden Sukarno melalui jalur 'bawah tanah' di kawasan Cilincing dan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Baik zaman Belanda maupun Jepang ia tetap berjuang di jalur perang.
Dari perjuangan bersama ulama, Haji Darip sempat membuat Barisan Pejuang Rakyat Indonesia (BPRI) ketika mulai bergerilya ke Cikarang-Purwakarta-Karawang. Tidak sulit mengumpulkan para pejuang muda untuk ikut berjuang bersamanya.
Pasukan ini terus berjuang melawan NICA Belanda yang masuk bersama tentara sekutu. Tiga tahun berjuang, Haji Darip tertangkap dan dipenjara di Rutan Grogol yang kini menjadi kawasan Harco.
Usir Jepang dari Jakarta
Perjuangan tak sampai di situ. Setelah bebas dari penjara dan Belanda menyerahkan kedaulatan sepenuhnya pada Indonesia, Haji Darip punya tugas lain. Dia harus membersihkan penjajah Jepang dari Jakarta.
Namun karena kharisma dan ilmu bela diri yang ia miliki apalagi sampai ada yang menyebutkan juga kebal dan tidak mempan dibacok, reputasi Haji Darip di kalangan pejuang makin menjulang.
Reputasinya sebagai 'Panglima Perang' Klender itu pun membuat para tokoh, seperti Sukarni dan Pandu Kartawiguna datang padanya. Mereka mengajak Haji Darip mengusir Jepang dari Jakarta sebelum Proklamasi dibacakan. Terlebih, isu Jepang menyerah selepas bom Hiroshima Nagasaki sudah menyebar luas.
Sekali lagi, H Darip mengumpulkan 'tentaranya' untuk kembali melawan penjajah. Kali ini misinya mengusir Jepang. Alhasil, Jepang yang berada di Pangkalan Jati, Pondok Gede, dan Cipinang Cempedak berhasil diusir.
Ilmu agama yang didapat dari Mekah dan Madinah itulah yang membuatnya tidak ragu berjuang untuk bangsa. Ada prinsip yang dipegangnya: mencintai Tanah Air merupakan bagian dari iman. Prinsip itulah yang terus ditanamkan kepada para jemaahnya sehingga tak gentar dalam berjuang.
Namun Haji Darip memilih jalan tawadhu dan tidak ingin terlalu muncul selepas perjuangan. Bahkan, dia rela tunjangan dan pensiunnya dicabut selepas kemerdekaan. Yang perpenting baginya berjuang lillahi ta'ala. (Dms/Mut)*