Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II, Teguh Juwarno meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menganalisis pendapatan pajak yang diberikan Pelindo II pada negara dari hasil pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT).
"Kami ingin tahu mana yang lebih menguntungkan JICT, dikelola sendiri atau diserahkan ke pihak asing," kata Teguh di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Rabu, (11/11/2015).
Dia mengatakan, Pansus Pelindo II berkepentingan untuk mengetahui data tersebut karena selama ini Dirut Pelindo II RJ Lino, mengklaim bahwa perusahaannya memberikan keuntungan besar bagi negara.
Menurut Teguh, klaim Lino itu tidak sesuai dengan kenyataan. Terbukti Pelindo II di bawah kepemimpinan RJ Lino tidak masuk dalam 20 perusahaan pemberi pajak bagi Indonesia.
"Saat penggeledahan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri, Lino bilang Pelindo II berikan banyak untung bagi negara. Namun market share perusahaan itu hanya 70 persen," tandas Teguh.
Anggota Pansus Pelindo II lainnya, Junimart Girsang mengatakan, laporan pajak Pelindo II berbeda dengan Pelindo I dan Pelindo III sehingga harus diketahui apa penyebabnya.
Menurut dia, laporan pajak itu terkait besaran barang yang masuk dan aspek-aspek perpajakan di Pelindo II. "Perbedaannya, khusus Pelindo II ada temuan perbedaan pajak dan itu akan kami gali ke Dirjen Pajak," kata Junimart.
Â
Baca Juga
Dia mengatakan, perbedaan pajak itu nilanya sangat signifikan namun dirinya enggan menyebut besarannya. Junimart meminta masyarakat menunggu data itu yang akan diungkap dalam rapat dengan Dirjen Pajak pada Senin (16 November 2015).
Junirmart juga menilai, pemanggilan RJ Lino oleh Bareskrim merupakan bukti awal adanya indikasi penyalahgunaan pengadaan mobile crane.
Advertisement
"Polisi punya bukti awal dan polisi tidak mungkin bicara gitu saja. Kapolri waktu itu katakan bahwa 10 mobile crane itu sebagai pintu masuk saja," ujar Junimart.
Dia menegaskan, dibentuknya Pansus Pelindo II adalah dalam rangka mengetahui siapa dalang dibalik sosok RJ Lino. "Lino kan kecil, kami mau tahu siapa di belakang Lino. Kok sampai sekuat ini, telepon ke sana sini dan ancam mundur. Lino kan gampang diganti," jelas Junimart.
Dia mengungkapkan, kewenangan RJ Lino dalam memutuskan konsensi adalah sesuatu yang menyalahi aturan. Sebab, perpanjangan konsensi JICT harus melalui persetujuan Menteri Perhubungan.
"Dia (RJ Lino) tidak mudah memutuskan melakukan konsensi, 2019 baru habis (kontrak). Tapi 2014 diperpanjang, kan aneh," pungkas Junimart. (Dms/Sun)