Diperiksa KPK, Sekjen DPR Ditanya soal Gaji Dewie Yasin Limpo

Sekitar 5 jam diperiksa sebagai saksi untuk untuk tersangka Dewie Yasin Limpo, Winantuningtyastiti mengaku dicecar puluhan pertanyaan.

oleh Sugeng Triono diperbarui 12 Nov 2015, 18:56 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2015, 18:56 WIB
20151027- Sekjen DPR Winantuningtyastiti Swasanani-Jakarta
Sekjen DPR, Winantuningtyastiti Swasanani melambaikan tangan usai menjalani pemeriksaan KPK, Jakarta, Selasa (27/10/2015). Winantuningtyastiti diperiksa sebagai saksi dugaan suap Patrice Rio Capella. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Sekjen DPR Winantuningtyastiti Swasanani terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Deiyai, Papua.

Selama sekitar 5 jam diperiksa sebagai saksi untuk untuk tersangka Dewie Yasin Limpo, Winantuningtyastiti mengaku dicecar puluhan pertanyaan mengenai tugas politikus Hanura tersebut.

"Biasa-biasa. Tugasnya (Dewie Yasin Limpo) di DPR. Kapan diangkat jadi anggota DPR? Terus tugasnya di komisi berapa? Itu saja," ujar Winantuningtyastiti Swasanani di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/11/2015).


Dia juga tidak membantah jika dalam pemeriksaannya tadi penyidik turut menggali keterangan soal penghasilan Dewi saat menjabat sebagai anggota Komisi VII DPR.

"Ya soal gaji. Sekitar Rp 60 juta. Tidak ada tunjangan lain. Rapat-rapat tidak ada. Itu sekitar Rp 60 juta," kata dia.

Meski demikian, perempuan yang kerap menjadi saksi bagi anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi ini enggan menjelaskan mengenai materi rapat yang dihadiri Dewie mengenai proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Deiyai, Papua.

Tanpa menjelaskan, Winantuningtyastiti memilih langsung memasuki mobil Toyota Camry hitam yang telah menunggunya di depan lobi Gedung KPK.

Dewie Yasin Limpo ditangkap sejak Selasa 20 Oktober 2015 lalu. Setelah diperiksa secara intensif ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya penerima suap.

Oleh penyidik, politisi Partai Hanura itu kemudian dijerat melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (Ron/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya