4 Kemungkinan Putusan MKD untuk Setya Novanto

MKD akan membacakan putusan apakah Setya Novanto terbukti melanggar etik atau tidak terkait kasus 'Papa Minta Saham'.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Des 2015, 11:00 WIB
Diterbitkan 16 Des 2015, 11:00 WIB
Palu Sidang
Palu Sidang

Liputan6.com, Jakarta - Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto memasuki babak akhir. Mahkamah akan membacakan putusan apakah Setya Novanto terbukti melanggar etik atau tidak.

Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengungkap adanya 4 kemungkinan putusan untuk Setya Novanto. Kemungkinan pertama, MKD memutuskan Setya Novanto tidak melakukan pelanggaran etika seperti yang dituduhkan terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI serta permintaan saham.

MKD, menurut dia, kemungkinan akan menganggap bukti rekaman dan keterangan saksi tidak meyakinkan dan konten rekaman justru mengarah kepada Riza Chalid yang melakukan pencatutan nama dan permintaan saham.

"MKD juga belum memiliki keyakinan untuk mengambil keputusan sanksi karena saksi kunci Riza Chalid tidak bisa hadir di sidang MKD. Keputusan ini akan memunculkan perbedaan pendapat dari anggota MKD dan reaksi publik yang luas," kata Ubedilah Badrun, Rabu (16/12/2015).

Kemungkinan kedua, ucap Ubedilah, MKD memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis bahwa Setya Novanto telah melakukan pelanggaran etik ringan. "Teguran tertulis ini ditafsirkan MKD sebagai lanjutan atas teguran lisan yang pernah diberikan kepada Setya Novanto dalam kasus pertemuannya dengan Donald Trump beberapa waktu lalu," ujar Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia itu.

Keputusan memberikan hukuman tertulis, kata dia, bisa menimbulkan reaksi publik karena akan muncul dugaan bahwa teguran tersebut hasil permufakatan elite politik.

Kemungkinan 3 dan 4

Kemungkinan ketiga, tutur Ubedilah, MKD memberikan sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada Alat Kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR dan diumumkan kepada publik.

"Artinya Setya Novanto kehilangan jabatan sebagai Ketua DPR, tetapi tidak kehilangan keanggotaanya sebagai anggota DPR. Kemungkinan ketiga ini bisa jadi pilihan yang enak bagi semua pihak dan tidak banyak menimbulkan reaksi publik, kecuali dari pihak Setya Novanto sebagai pribadi," kata dia.

Kemungkinan keempat, dia menambahkan, MKD memutuskan untuk membentuk panel persidangan penting untuk memutuskan sanksi berat kepada Setya Novanto.

Ketua DPR, Setya Novanto memberikan keterangan pers usai menjalani sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)
"Keputusan ini kemungkinannya kecil dilakukan karena akan menimbulkan kegaduhan yang berkepanjangan dalam beberapa bulan mendatang dan hal ini tidak diinginkan oleh Presiden Jokowi," kata Ubedilah.

Sebelumnya, Jokowi menginginkan agar MKD bertindak adil dan memutuskan hasil persidangan berdasarkan fakta-fakta yang ada. "Saya ingin agar MKD melihat fakta-fakta yang ada. Lihat fakta-faktanya," ucap Jokowi dengan nada bicara sedikit meninggi.

Jokowi juga meminta agar MKD mendengar suara yang beredar di masyarakat yang selama ini meminta agar kasus tersebut dapat diungkap secara adil. "Dengarkan suara publik, dengarkan suara rakyat, dengarkan suara masyarakat," Jokowi menegaskan. (Ant)**

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya