Anggota MKD: Tak Ada Istilah Kocok Ulang Pimpinan DPR

Pengunduran diri Setya Novanto dinilainya demi menjaga harkat dan martabat DPR.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 17 Des 2015, 03:17 WIB
Diterbitkan 17 Des 2015, 03:17 WIB
hanura-6-131230.jpg
Partai Hanura menilai telah terjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum di Indonesia selama 2013 urai Sarifuddin Sudding (Ketua Fraksi Partai Hanura). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sarifuddin Sudding mengungkapkan saat pihaknya tengah merumuskan keputusan pelanggaran etik yang dituduhkan kepada Ketua DPR Setya Novanto, tiba-tiba MKD menerima surat pengunduran diri dari teradu.

"Tiba-tiba kita menerima surat dari Ketua DPR Saudara Setya Novanto dalam sidang MKD tadi perihal tentang pernyataan pengunduran diri sebagai Ketua DPR RI. Surat yang disampaikan kepada pimpinan DPR RI dan tembusan kepada pimpinan MKD," ujar Sudding di gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/12/2015).

Sudding menjelaskan pengunduran diri Setya Novanto dilakukannya demi menjaga harkat, martabat DPR, serta demi menciptakan ketenangan masyarakat.

"Inilah surat (pengunduruan diri) yang menjadi dasar bagi kita (MKD) untuk segera menutup sidang Mahkamah karena ini sejalan dengan rumusan keputusan yang akan diambil oleh MKD. Tapi karena kita menerima surat pengunduran ini, ini menjadi dasar pertimbangan," ia menjelaskan.

Politikus Partai Hanura itu mengungkapkan jika berbicara soal sanksi, maka pengunduran diri Ketua DPR dari alat kelengkapan Dewan sudah sesuai dengan keputusan yang akan diambil oleh MKD

"Saya kira arahnya ke sana (sanksi sedang) sejalan dengan surat pengunduran diri (Setya Novanto). Dia berhenti dalam posisi Ketua DPR, tapi keanggotaannya masih tetap," tutur Sudding.

Dia menuturkan keputusan sidang MKD hari ini akan disampaikan kepada Ketua Fraksi Partai Golkar untuk mengatur siapa yang akan mengisi posisi Ketua DPR.

"Keputusan dalam sidang MKD tadi akan disampaikan pada Ketua Fraksi Partai Golkar. Tetapi itu kewenangan (siapa pengganti Setya Novanto) yang ada di Fraksi Partai Golkar. Saya kira mekanisme seperti itu, jadi tidak ada istilah kocok ulang (pimpinan DPR)," pungkas Sudding.**

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya