Ini Dugaan Malapraktik Klinik Chiropractic Penyebab Allya Tewas

Rosita Radjah mengatakan klinik Chiropractic First tidak merontgen terlebih dahulu, sebelum mengobati kliennya.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 08 Jan 2016, 21:35 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2016, 21:35 WIB
20160108-Keluarga Korban Malpraktek Chiropratic Gelar Konferensi Pers
Kuasa hukum Allya Siska Nadya menggelar konferensi pers terkait kasus Klinik chiropractic di Laguna Istora Senayan, Jakarta, (08/01). Allya meninggal setelah diduga adanya malpraktek yang terjadi di klinik Chiropratic First. (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Rosita Radjah, pengacara keluarga Allya Siska Nadya, korban tewas dugaan malapraktik klinik Chiropractic First mengatakan, klinik Chiropractic First tidak me-rontgen terlebih dahulu, sebelum mengobati kliennya. Dokter klinik hanya menggunakan hasil rontgen 1 tahun lalu.

"Bahwa ternyata pada saat Allya datang setahun sebelumnya, sudah pernah periksa ke RSPI dan dapat hasil rontgen, di mana pada saat itu ada kelainan. Hasil itu yang dibawa ke Chiropractic First itu," ujar dia di Senayan, Jakarta, Jumat (8/1/2016).

"Investigasi internal kami untuk pasien klinik itu sendiri, seharusnya melakukan rujukan untuk rontgen. Ternyata rontgen lama inilah yang dipakai," sambung Rosita.

Menurut dia, dokter Randall asal Amerika Serikat tersebut juga tidak dapat berbahasa Indonesia. Dalam komunikasi kepada pasiennya, klinik tersebut menggunakan jasa penerjemah.

"Apalagi itu tidak bisa bahasa Indonesia. Menggunakan penerjemah. Dan tidak tahu itu benar apa tidak (yang diterjemahkan)," tandas Rosita. ‎

Bukan hanya masalah rontgen, dokter di klinik tersebut juga melakukan pengobatan 2 kali sehari. Hal itu dilakukan ketika dokter mengetahui 2 minggu lagi Allya akan berangkat ke Paris, Prancis, untuk meneruskan pendidikannya.


"Allya itu akan melanjutkan studi ke Paris 18 Agustus (2015). Lalu itu (pengobatan) dilakukan 2 kali dalam sehari. Jam 2 dan jam 7 malam. Malam harinya kami mendapat info kesakitan, lalu dibawa ke RSPI lalu ke UGD," kata ayah Allya, Alfian Helmi Hasyim, di lokasi yang sama.

Gerakan Mengagetkan

Alfian menceritakan pengalamannya saat menemani anak bungsunya itu ke tempat pengobatan alternatif di Pondok Indah Mall (PIM) 1, Jakarta Selatan.

Saat itu, sang ibu menemani Allya mengobati sakit di tulang belakang buah hatinya itu. Putrinya  tertarik tawaran promo, hingga menyambangi klinik itu untuk mengembalikan kelainan tulang belakangnya.

"5 (Agustus 2015), dia ke PIM dan melihat ada promo. Bahwa klinik itu bisa mengembalikan kelainan tulang belakang. Allya diantar Ibunda, yang kemudian dilakukan interview bahwa ada paket-paket yang dibayarkan Allya," ujar sang ayah, Alfian Helmi Hasyim.

Alfian lalu menceritakan bagaimana anaknya ditangani klinik Chiropractic First, yang kemudian diduga ada kesalahan prosedur yang menyebabkan kematian putrinya itu.

"Pada saat treatment 6 (Agustus 2015), ibu melihat karena ia mengantar langsung. Dan langsung di-handle dokter Randall Cafferty. Beliau menyerahkan kartu nama, memang tertera dokter Randall Cafferty. Ada gerakan yang dilakukan cukup mengagetkan dilihat ibu," kenang Alfian.

Soal Autopsi

Keluarga korban tewas dugaan malapraktik klinik Chiropractic First, Allya Siska Nadya, menilai polisi lamban perihal autopsi.

"Kami dipanggil itu pun belum ada suatu dorongan untuk melakukan autopsi. Belum ada suatu dorongan melakukan minta izin autopsi," ujar Alfian.

Allya meninggal pada Jumat, 7 Agustus 2015 sekitar pukul 06.15 WIB di RS Pondok Indah, Jakarta Selatan. Pada tanggal 12 Agustus keluarga melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya, sebelum akhirnya keluarga dipanggil kepolisian.

"2 Minggu kemudian kami dipanggil dan diberitakan kasus ditingkatkan menjadi penyelidikan. Kami di BAP," kata Helmi.

Namun entah kenapa, kasus itu pun mangkrak selama 5 bulan. Kabar akan dilakukan upaya autopsi oleh kepolisian pun menyeruak setelah pemberitaan ramai di media massa.

"Bahwa di dalam kondisi yang sekarang ini, Siska dimakamkan 7 Agustus dan sekarang 8 Januari dengan arti 5 bulan setelah dimakamkan adalah kegiatan sia-sia melakukan autopsi," pungkas Helmi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya