Liputan6.com, Jakarta - Siang itu, lantunan surat Yasin lirih terdengar dari sebuah rumah Gang Damai, RT 06/10, Kelurahan Petir, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten. Deras suara isak tangis sedih pun hinggap di indera pendengaran.
Bendera kuning sebagai tanda ada yang telah meninggal sudah terlihat di mulut gang. Lalu lalang ibu-ibu berkerudung dan barisan driver Go-Jek menumpuk di sepanjang gang itu.
Sebagian dari driver Go-Jek ini mengawal jenazah pasangan suami istri tersebut dari RS Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta Pusat hingga rumah duka dan berlanjut sampai proses pemakaman jenazah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petir, Cipondoh, Tangerang.
"Ini bentuk keprihatinan kami sesama anggota Go-Jek, bahkan mereka dengan solidaritas memberikan sumbangan untuk biaya pemakaman," ujar Suganda, teman dekat korban, di rumah duka.
Mereka tak menyangka pasangan suami istri Zulkahfi (31) dan istrinya, Nur Aini (28) harus meninggal karena kecelakaan maut akibat ditabrak mobil Toyota Fortuner di Jalan Daan Mogot KM 15, Kalideres, Jakarta Barat.
Zulkahfi sendiri merupakan driver Go-jek yang banyak dikenal teman-teman seprofesinya. Sedangkan Nur Aini adalah pedagang di Pasar Tanah Tinggi, Kota Tangerang.
Kematian Zulkahli dan Nur Aini menyisakan duka bagi keluarga korban. Sebab, pasutri tersebut meninggalkan anak semata wayangnya, Karim yang berusia 4 tahun.
Keduanya meninggal saat sepeda motor Yamaha Mio B 4068 BFI yang dikendarai Zulkahfi dihantam Toyota Fortuner B 201 RFD yang dikemudikan Ricky Prasetyo Agung. Saat kejadian, Zulkafli diketahui tengah mengantar istrinya menuju pasar tempatnya berjualan.
"Saat itu adik saya mau anter istrinya dagang di Pasar Tanah Tinggi. Biasanya selalu bawa anaknya, Karim, dan tidak biasa juga lewat Daan Mogot. Mungkin itu sudah kehendak yang Maha Kuasa," kata Arif Suryahadi, kakak kandung Zulkahfi, Senin 8 Februari 2016.
Arif yang masih belum rela atas kepergian adiknya, meminta pihak kepolisian mengganjar Riki Agung Prastyo, dengan hukuman setimpal. Karena akibat ulahnya mengendarai mobil saat mabuk membuat anak semata wayang korban menjadi yatim-piatu.
"Kami dari keluarga meminta sopir Fortuner-nya diberi hukuman yang paling berat. Kasihan keponakan saya, sekarang yatim piatu," kata Arif.
Arif juga mengucapkan terima kasih atas solidaritas teman kerja Zulkahfi. Para driver Go-Jek tersebut telah membantu sejak korban berada di rumah sakit hingga mengantar jenazah ke rumah duka.
"Kita juga sangat berterima kasih atas soldaritas teman-teman korban sesama driver Go-Jek," papar Arif.
Berawal dari Kalijodo
Kisah tragis itu bermula ketika, Riki si sopir 'Fortuner Maut' baru saja menghabiskan malam di lokasi hiburan malam Kalijodo. Sebelumnya, Riki dan teman-temannya bertemu di sebuah acara pernikahan, di Cileduk, Tangerang.
Saat itu Riki hanya bersama Wahyu Dwi, Wahyu Hadi Purnomo, dan Purnomo. Sepulang dari hajat pernikahan, mereka memutuskan berkunjung ke rumah Tatang yang tidak jauh dari lokasi acara.
"Saya ditelepon untuk datang ke rumah Tatang. Setelah itu kita ramai-ramai ke rumah Evi," kata Agus, rekan tersangka Riki di Kantor Satuan Wilayah Lantas Jakarta Barat, Senin, 8 Februari 2016.
Sesampainya di rumah Evi, mereka lalu mengajak seorang teman lain, Sultoni, untuk datang ke rumah Evi. Setelah berkumpul, mereka sepakat menuju tempat hiburan di Kalijodo, Jakarta Barat.
"Evi ngaku ada teman di Kalijodo, namanya Rizka, jadi kita sepakat ke sana," kata Agus.
Rizka menyepakati pertemuan tersebut karena sudah lama tidak berjumpa dengan Evi.
Rizka sendiri bekerja sebagai pemandu lagu di salah satu kafe di Kalijodo. Selama bernyanyi, mereka memesan 10 botol minuman beralkohol. "Semua minum bir, buka 10 botol buat bersembilan," ucap Rizka.
Kepala Unit Kecelakaan Lantas Ajun Komisaris Rahmat Dalizar mengatakan, Riki sudah mengakui dirinya menenggak minuman beralkohol saat di Kalijodo. Diduga, efek itulah yang membuat Riki hilang kendali.
"Dalam pemeriksaan, Riki mengaku minum. Dia buka 10 botol. Jadi dia itu enggak sadar. Nabrak motor yang mana saja tidak tahu," kata Rahmat.
"Bayangkan saja, misalnya kamu belum pernah minum, terus minum satu gelas saja sudah pusing," Rahmat menambahkan.
Riki sendiri mengaku dirinya tidak sadar saat kecelakaan maut yang menewaskan 4 orang itu terjadi. Dua orang adalah pasangan suami istri, Zulkahfi dan Nur Aini.
Sementara dua lainnya adalah teman Riki yang menumpang 'Fortuner Maut', Tatang Satriana dan Evi. Sementara 3 orang lainnya mengalami luka.
Ditemui di Unit Kecelakaan Lalu Lintas Jakarta Barat, Daan Mogot, Riki mengaku tidak sadar diri saat Fortuner yang dikendarainya itu mengalami kecelakaan.
"Saya banting ke kanan, guling-guling, saya pas pikiran saya enggak tahu kenapa," kata Riki.
Riki terlihat mengalami luka di pelipis kanan. Pengakuan dia, pagi saat kecelakaan terjadi dirinya hendak menemui teman-temannya. "Saya ketemu dengan teman-teman saya yang ada di sekitaran sini," kata Riki.
Riki membawa mobil dengan kecepatan tinggi, 80 sampai 90 km/jam. Saat itu, melintas sebuah motor yang ditumpangi Nurkahfi Rahman dan istrinya, Nuraini. Mobil tipe minibus itu pun menghajar motor Nurkahfi hingga jatuh dan kemudi stir oleng ke arah kiri.
Usai menabrak motor, mobil tersebut menabrak pohon dan tiang listrik yang berdiri di pinggir jalan dekat kali. Selain menyebabkan 4 orang tewas, insiden tersebut juga mengakibatkan 3 penumpang mobil lainnya mengalami luka-luka.
Advertisement
Kepolisian memastikan pelat nomor yang terpasang di Fortuner maut yang dikendarai Riki Agung Prasetyo (24) bukan milik instansi TNI. Identitas kendaraan tersebut bisa didapatkan dengan cara memesan.
Nomor kendaraan Fortuner maut Riki adalah B 201 RFD. Nah, huruf belakang tersebut identik dengan identitas kendaraan instansi. RFD biasanya berasal dari TNI AD, RFP berasal dari instansi kepolisian, atau RFS yang digunakan pejabat di kementerian.
Meski demikian, ada yang membedakan mana pelat resmi suatu instansi atau pelat pesanan. Wakil Kepala Satuan Wilayah Lalu Lintas Jakarta Barat, Komisaris Hasbi Ibrahim mengatakan tidak semua nomor polisi (nopol) 'RF' itu pejabat atau instansi resmi. Karena ada aturan yang menentukan nopol itu boleh digunakan.
"Kalau ini dipastikan sipil yang memesan nomor khusus," kata Hasbi di Kantor Satwil Lantas Jakarta Barat, Senin (8/2/2016).
Hasbi menjelaskan, nopol resmi pemerintah memiliki ciri khusus yang sebenarnya mudah dikenali. Sehingga masyarakat bisa mengetahui nopol ini sebenarnya pejabat atau bukan.
"Nah ini masyarakat harus tahu. Kalau yang digunakan pejabat, nomor pasti 4 angka dan diawali angka 1 atau 2. Lalu diikuti kode instansi, misalnya RFD untuk TNI AD, RFS untuk Pemerintah, RFP untuk Polri dan seterusnya," jelas dia.
Sedangkan yang dimiliki Fortuner ini 3 angka. Warga juga bisa mengajukan langsung ke Direktorat lalu Lintas Polda Metro Jaya.
"Dia bisa ajukan, nomor ini sudah dipakai belum. Kalau belum ya bisa dipakai. Sama seperti pemesanan nomor lainnya," tutup Hasbi.
Hanya 6 Tahun Penjara
Riki, terancam hukuman 6 tahun penjara. "Tersangka terancam kurungan 6 tahun karena kelalaiannya telah menghilangkan nyawa orang," kata Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Barat AKBP Heri Ompusunggu kepada Liputan6.com, di Jakarta, Senin, 8 Februari 2016.
Polisi menjerat Riki dengan dua pasal, yakni Pasal 284 dan Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancamannya pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Â