Liputan6.com, Jakarta - Penetapan tiga tersangka dan pencekalan beberapa orang terkait kasus dugaan rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi pantura Jakarta, diharapkan menjadi momentum bagi warga Jakarta, untuk lebih kritis melihat berbagai program pembangunan di Ibu Kota.
"Bagi saya sekarang, nasib reklamasi ada di tangan warga Jakarta. Saatnya warga Jakarta tunjukkan, bahwa kota ini bukan milik Pemprov, DPRD, apalagi bos properti," ujar Senator Jakarta Fahira Idris, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/4/2016).
"Mereka boleh punya kuasa, wewenang, dan uang, tetapi selama rakyat bersatu dan katakan ‘tolak reklamasi’ kekuatan apapun harus tunduk," sambung dia.
Menurut Fahira, dugaan suap pembahasan Rancangan Raperda Rencana Wilayah Zonasi Pesisir Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantura Jakarta, hanya gunung es persoalan reklamasi. Sangat banyak kontroversi dan persoalan yang membelit proyek ambisius ini.
"KPK sudah sampaikan bahwa kasus ini termasuk ‘grand corruption’, artinya bukan hanya melibatkan uang yang besar, tetapi juga bakal menyeret banyak orang," kata dia.
"Apalagi yang kita harapkan dari proyek ambisius dan penuh nafsu ini? Tidak ada alasan untuk tidak menghentikan reklamasi," sambung Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Memang sejak pertama kali digulirkan, kata Fahira, proyek reklamasi pantura Jakarta sudah menuai kontroversi, mulai dari dinilai melanggar UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai dan Peraturan Pemerintah (PP) No 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Baca Juga
Menurut dia, izin reklamasi merupakan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), bukan gubernur. Laut pesisir Jakarta merupakan kawasan strategis nasional, jadi tidak bisa sembarangan dikelola, apalagi oleh swasta yang tujuannya murni untuk bisnis.
"Kontroversi lain adalah sejak Mei 2015, sudah ada aktivitas marketing penjualan hunian di Pluit City (Pulau G), yang merupakan salah satu pulau hasil reklamasi oleh PT Muara Wisesa Samudra (MWS) yang dianggap menyalahi aturan, karena saat itu perusahaan yang bersangkutan baru mengantongi izin reklamasi," beber dia.
"Dugaan adanya pencurian pasir di wilayah Kepulauan Seribu untuk reklamasi Teluk Jakarta yang benar-benar akan merusak lingkungan, semakin menambah deretan kontroversi reklamasi," tegas Fahira.
Fakta terakhir, lanjut Fahira, adalah Perda belum disahkan, tetapi reklamasi dan pembangunan di atasnya sudah berjalan. Banyak hal yang ditabrak, seakan persoalan regulasi bukan jadi masalah bagi mereka.
"Praktik-praktik seperti ini harus kita lawan. Jakarta bukan punya mereka," pungkas Fahira.
Kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi pantura Jakarta menyeret tiga tersangka di KPK, yakni Ketua Komisi D DPRD DKI Jakata M Sanusi, Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja dan karyawannya. Beberapa orang juga dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK.