Liputan6.com, Jakarta - Sebulan lebih 10 anak buah kapal (ABK) Brahma 12 disandera kelompok radikal Abu Sayyaf di Filipina. Meski dalam kondisi selamat, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait pembebasan 10 sandera yang semuanya merupakan warga negara Indonesia (WNI).
Narapidana kasus terorisme, Umar Patek pun menawarkan bantuan untuk negosiasi dengan Abu Sayyaf. Apalagi Umar pernah berhubungan dengan kelompok radikal asal Filipina itu. Namun polisi hingga saat ini belum menganggap perlu.
Kadiv Humas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, pihaknya telah menerima banyak tawaran dari pihak-pihak yang mengaku sanggup negosiasi dengan Abu Sayyaf, tak terkecuali Umar Patek. Namun saat ini pemerintah Indonesia lebih memilih fokus bekerjasama dengan pemerintah Filipina.
"Biarlah usaha yang dilakukan pemerintah saat ini dengan mengefektifkan upaya negosiasi dengan pemegang otoritas di sana. Kita harus sama-sama dengan pemegang otoritas Filipina," ujar Boy di Jakarta, Kamis 28 April 2016.
Baca Juga
Selain itu, kata Boy, langkah pemerintah yang dianggap lambat dalam membebaskan sandera semata-mata untuk menghormati kedaulatan negara lain. Sebab, sejauh ini pemerintah Filipina tengah berusaha maksimal membebaskan para sandera yang ditawan Abu Sayyaf.
"Kita lakukan upaya ini dengan menghormati kedaulatan negara lain. Jadi biar bagaimanapun, maka petugas harus kerjasama dengan otoritas di sana," tutur dia.
Hal itu juga seiring dengan upaya Kementerian Luar Negeri yang lebih mengedepankan agar negosiasi berjalan bersama. Pemerintah berharap dengan upaya komunikasi antar negara yang efektif, kegiatan di lapangan segera berhasil.
"Dan kita tahu sejumlah tentara Filipina meninggal (dalam operasi pembebesan sandera). Itu perjuangan mereka, kita harus hargai. Kita harapkan kegiatan di lapangan berhasil," pungkas Boy.