Lolos Penyanderaan Abu Sayyaf, Pelaut Ini Tak Kapok Berlayar

Royke pun mengaku prihatin dengan keberadaan ABK kapal TB Henry yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 28 Apr 2016, 22:09 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2016, 22:09 WIB
Sandera Abu Sayyaf
Royke Montolalu, salah satu ABK Kapal TB Henry yang lolos upaya penyanderaan kelompok Abu Sayyaf. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Tomohon - Trauma mendalam masih melekat pada diri Royke Montolalu. Bagaimana tidak? Pelaut asal Kelurahan Matani, Tomohon, Sulawesi Utara ini sempat disandera kelompok Abu Sayyaf pada Sabtu 15 April lalu.

Meski tak termasuk di antara anak buah kapal (ABK) yang diculik, Royke mengaku prihatin dengan keberadaan ABK kapal TB Henry yang masih berada di tangan para perompak Abu Sayyaf.

"Terus terang saja, hingga kini saya masih trauma," ujar Royke, Rabu malam, 27 April 2016.

Royke menjelaskan, hingga kini belum ada berita dari kawan-kawannya yang dibawa kelompok Abu Sayyaf di perairan perbatasan Filipina dan Malaysia tersebut.

"Masih ingat kawan-kawan yang disandera. Harapan saya semoga teman-teman saya bisa ditolong, juga kawan yang ditembak bisa lekas sembuh," tutur pria berambut panjang ini.

Meski masih diliputi trauma yang mendalam, menurut Royke, hal ini tidak menyurutkan niatnya untuk tetap melaut. "Saya tidak akan berhenti melaut."

Saat ini, Royke menambahkan, untuk sementara waktu dia akan berkumpul dengan keluarga dulu sampai tiba waktunya untuk melaut lagi.

"Belum tahu kapan melaut, yang pasti ini sudah jadi pekerjaan saya. Apa pun risikonya," ujar Royke yang bekerja untuk PT Global Trans Energy Internasional.

Detik-detik Menegangkan

Dalam wawancara sebelumnya dengan Liputan6.com, ayah dua anak itu mengaku masih lekat dengan aksi penyanderaan yang dialaminya pada Sabtu, 15 April 2016. Kapal yang diawakinya saat itu sedang berlayar dari Filipina menuju Tarakan, Kalimantan Utara. Laju kapal tiba-tiba dihentikan sekelompok orang yang menggunakan kapal kecil seperti sekoci.

"Kami semua ada 10 orang. Yang kami dengar mereka hanya mengatakan berhenti dan turun," ujar Royke, Senin, 25 April 2016.

Instingnya otomatis bekerja. Ia langsung berlari ke ruang kapten untuk bersembunyi. "Tapi sebagian di antara mereka berhasil mendapati saya dan menyuruh keluar," tutur Royke.

Ia tak berkutik mendengar perintah itu. Ia keluar dan bergabung dengan teman-temannya yang sudah lebih dulu dikumpulkan di bagian belakang kapal. Saat itu, matanya menangkap sosok penyandera yang berjarak hanya dua meter dari tempatnya berdiri.

"Anggota kelompok Abu Sayyaf itu menggunakan baju tentara dan membawa senjata laras panjang," sebut Royke.

Menurut Royke, salah seorang anggota Abu Sayyaf itu adalah pemuda yang berusia kira-kira 30 tahunan. Ia berbadan pendek dan berkulit bersih. Tatapan Royke beralih ke lantai karena penyandera menyuruhnya berjongkok.

Para penyandera itu tidak banyak berkata-kata tapi identitas yang melekat pada mereka membuat mereka dikenali sebagai kelompok Abu Sayyaf. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Saat berjongkok itu, ia kerap mendengar senjata menyalak. Beberapa saat kemudian, kelompok itu meninggalkan kapal TB Henry. Mereka pergi dengan membawa serta empat orang temannya, termasuk sang kapten kapal.

"Mungkin karena kapal mereka kecil, takut bermuatan lebih, hanya membawa empat orang termasuk kapten," ujar Royke berpendapat.

Setelah kelompok Abu Sayyaf menjauhi kapal TB Henry, kata Royke, kapal tanpa juru mudi, sehingga mengapung tanpa arah. Para awak yang tersisa baru berani mengendalikan kapal setelah memastikan kapal kelompok Abu Sayyaf menghilang dari pandangan.

Royke menemukan Ucok, petugas oiler kapal, tertembak di dada dan membutuhkan pertolongan segera. Saat itu, ia juga mendengar ada panggilan radio dari militer Malaysia masuk ke kapal TB Henry.

"Itu terlihat di radar TB Henry kemudian dikontak oleh kapal Malaysia tersebut," ia menjelaskan.

Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang langsung menjawab panggilan radio tersebut. Setelah yakin jika panggilan itu benar dari militer Malaysia, mereka baru berani merespons. Tak lama, kapal pertama Angkutan Laut Malaysia muncul.

Kapal bantuan itu tidak langsung merapat. Menurut Royke, aparat sengaja berbuat begitu untuk memantau kondisi kapal TB Henry untuk memastikan situasi penyanderaan.

"Kami minta pertolongan karena teman kami tertembak. Mereka bantu. Kami juga minta TB Henry dikawal karena masih khawatir kelompok Abu Sayyaf kembali lagi," jelas Royke.

Namun, ternyata kelompok teroris tersebut tak kembali lagi. "Saya pun selamat dari penyanderaan tersebut," ucap dia.

Royke mengaku penyandera itu memang tidak banyak berkata-kata. Mereka hanya menggunakan bahasa isyarat untuk menyuruh para awak kapal mengikuti perintah mereka. Tapi, sejumlah identitas yang digunakan membuat Royke yakin jika penyandera itu berasal dari kelompok Abu Sayyaf.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya