Beda May Day Tahun Ini dengan 2015 Menurut KSPI

Massa buruh berbagai aliansi menggelar aksi demo merayakan May Day atau Hari Buruh Sedunia.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 02 Mei 2016, 00:15 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2016, 00:15 WIB
Nanda Perdana Putra/Liputan6.com
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (Nanda Perdana Putra/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Massa buruh berbagai aliansi menggelar aksi demo di Jakarta merayakan May Day atau Hari Buruh Sedunia.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, meski isu besarnya adalah sama, yakni soal upah, ada perbedaan yang menonjol May Day tahun ini dengan tahun sebelumnya.

"PP Nomor 78 tahun 2015 ini menjadi keputusan pemerintah yang baku. Kalau tahun lalu buruh masih memiliki proses untuk kenaikan upah. Tapi tahun ini yang diangkat adalah tentang kebijakan pemerintah yang sudah dituangkan. Tidak ada lagi hak berunding untuk buruh. Kalau tahun lalu kan nilai angka," ujar Said di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Minggu (1/5/2016).


Untuk mensiasatinya, Said mengatakan pihaknya mengajukan kenaikan upah minimun buruh untuk tahun 2017 mendatang sebesar Rp 650.000. Yang kedua, KSPI mendirikan organisasi massa yang diberi nama Rumah Rakyat Indonesia (RRI) dan Organisasi Rakyat Indonesia (ORI).

Menurut dia, selama ini baik buruh maupun rakyat kecil lainnya masih berusaha sendiri-sendiri. Karena itu perlu adanya wadah pemersatu.

"Kenapa kita butuh itu? Karena selama ini kita lihat buruh, petani, masyarakat miskin, nelayan, mereka berjuang sendiri. Maka harus disatukan kekuatan itu dengan mengangkat satu tema besar, yaitu tema kerakyatan yang memberi maslahat untuk rakyat. Maka itu perlu organisasi massa," ujar Said.

Dia menyatakan, organisasi massa itu juga tidak menutup kemungkinan akan menjadi partai politik alternatif. Kendati, pihaknya belum tahu bagaimana ke depannya karena saat ini masih dalam bentuk blok politik.

Said melanjutkan, ketiga adalah isu yang kekinian pun diangkat yakni penolakan reklamasi, penggusuran, dan tolak RUU tax amnesti.

"Kenapa kami peduli dengan reklamasi dan penggusuran? Karena ada buruh pelabuhan di sana. Ada nelayan dan ada anak-anak buruh pelabuhan yang kehilangan kesempatan mereka bersekolah lebih mudah. Dipindahkan ke Marunda misalnya, meski dapat KJP, sekolah mereka makin jauh dan penghasilan bapaknya pun berkurang," ucap dia.

Kemudian yang terpenting menurut dia adalah penghapusan RUU Tax Amnesty. Sebab, bagi dia, undang-undang itu mencederai rasa keadilan masyarakat kecil dan buruh.

"Karena apa? buruh taat membayar pajak. Pengusaha yang baik taat bayar pajak. Sejarah mencatat Undang-undang Tax Amnesty di seluruh negara itu gagal. Karena itu tidak ada jaminan," pungkas Said.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya