Ahok: Perjanjian Kontribusi Tambahan Bukan Karangan Saya

Menurut Ahok, perjanjian kontribusi tambahan 15 persen dari pengembang adalah hasil kesepakatan untuk menanggulangi banjir.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 24 Mei 2016, 17:44 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2016, 17:44 WIB
Ahok Beri Kuliah Anti Korupsi
Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama hadir dalam diskusi ‘Pilkada Langsung dan Praktek Bandit Anggaran’di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Minggu (12/4/2015). Tampak, Ahok saat memberikan pernyataan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan, perjanjian kerja sama (PKS) kontribusi tambahan 15 persen dengan pengembang, bukanlah hasil karangan dirinya, melainkan berdasarkan Keppres Nomor 52 Tahun 1995.

Dalam Pasal 1 Huruf S disebutkan, kontribusi adalah sumbangan berupa uang atau fisik infrastruktur di luar area pengembangan dalam rangka menata Kawasan Pantai Utara.

Kemudian dari Keppres diturunkan ke perjanjian kerja sama (PKS) antara Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan PT Manggala Krida Yudha (MKY) pada 16 September 1997.

Ahok memperbaiki isi perjanjian 1997 itu, sebab dalam perjanjian itu belum disebutkan besar persentase kontribusi tambahan.

"Sudah didasari Keppres 95, turun ke Perda kemudian ada Penjanjian 1997. Saya meluruskan perjanjian 1997 sebenarnya, yang 2012 dihilangkan kata kontribusi," papar Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (24/5/2016).

Ahok menjelaskan, PKS itu bukan hasil karangannya sendiri. Karena itu, tak ada yang perlu dipermasalahkan, sebab selain didasari Keppres sebelumnya juga didasari atas suka sama suka.

"Saya enggak ngarang sendiri, lho. Jadi ini suka sama suka untuk memperbaiki banjir," tegas dia.


Ahok menuturkan, sebenarnya Perda reklamasi pantai utara Jakarta yang batal dibahas DPRD DKI, tidak diperlukan lagi dengan adanya PKS. Hanya saja Ahok tetap ngotot agar ada Perda, untuk meminimalisir kemungkinan gubernur setelahnya mengganti besaran kontribusi tambahan.

"Sebetulnya eggak perlu. Itu saya bikin karena tidak ingin gubernur pengganti saya dikriminilisasi. Kalau cuma Pergub bisa dituker, nanti DKI yang rugi. Sedangkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) Kapuk saja itu bisa Rp 70 triliun lebih loh," terang dia.

Mantan Bupati Belitung Timur itu mengaku heran dengan pihak-pihak yang justru menyudutkan dirinya, seolah dia menyalahi aturan. Padahal, yang menjadi tersangka kasus suap adalah M Sanusi.

"Semua ribut bilang saya salahi aturan, aturan mana yang saya salahi? Kan ada diskresi. Kenapa media digiring bahwa saya salah aturan. Ini soal sogok-menyogok, bos. Ada apa dengan media? Saya jadi bingung," pungkas Ahok.

Perjanjian kontribusi tambahan bagi pengembang Agung Podomoro Land (APL) untuk biaya penertiban kawasan Kalijodo, belakangan dinilai beberapa pihak sebagai barter reklamasi teluk Jakarta. Ahok pun geram, dan akan menggugat media yang menyebutkan kontribusi tersebut sebagai 'barter'.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya