KPK: 2 Hakim Tipikor PN Bengkulu Diduga Terima Suap Rp 650 Juta

Uang Rp 150 juta itu ditengarai bukan pemberian pertama. KPK menduga, sudah ada pemberian sebelumnya, yakni Rp 500 juta.

oleh Oscar Ferri diperbarui 24 Mei 2016, 20:52 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2016, 20:52 WIB
20160524-Enam Orang Terjaring OTT Bengkulu Akhirnya Tiba di KPK
Salah satu tersangka yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu setelah dipindahkan ke Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5).Tersangka tersebut tersangkut kasus korupsi di Rumah Sakit M Yunus, Bengkulu. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Ada lima orang yang dijadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu. Penetapan tersangka itu hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan di Bengkulu, Senin kemarin.

Kelimanya yakni hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc Tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.

Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu Syafri Syafii dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu Edi Santroni.

‎Pelaksana Harian Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati menjelaskan, Janner, Toton, dan Badaruddin diduga menerima uang ratusan juta rupiah dari Syafri dan Edi. Saat ditangkap tangan, didapati uang Rp 150 juta rupiah yang diduga merupakan uang suap.

"Uang itu dalam pecahan Rp 100 ribu," ujar Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016).

Dia menjelaskan, uang Rp 150 juta itu ditengarai bukan pemberian pertama. KPK menduga, sudah ada pemberian sebelumnya, yakni sebesar Rp 500 juta.

"Total uangnya Rp 650 juta. Yang Rp 500 juta masih di lemari besi (brankas) rumah JP dan sudah disegel penyidik‎," ujar Yuyuk.

Yuyuk menjelaskan, kasus dugaan suap ini terkait dengan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Dalam perkara itu, Syafri dan Edi duduk menjadi terdakwa.

Perkara ini bermula saat Junaidi Hamsyah yang menjabat Gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.

Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkannya, negara disinyalir mengalami kerugian sebesar Rp 5,4 miliar. Dalam persidangan dengan terdakwa Edi dan Syafri, PN Bengkulu menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya