JK: Gubernur Boleh Pakai Diskresi, Asal...

Gubernur DKI Jakarta Ahok menggunakan hak diskresi dalam menentukan kontribusi 15% bagi pengembang.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 30 Mei 2016, 20:42 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2016, 20:42 WIB
Wapres Jusuf Kalla
Wapres Jusuf Kalla (Liputan6.com/ Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Hak diskresi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam menentukan kontribusi 15% yang harus dibayar pengembang kini menjadi perdebatan. Kewajiban itu mulai dipermasalahkan saat kasus dugaan korupsi reklamasi mencuat.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, setiap kepala daerah maupun pemerintah boleh saja mengeluarkan kebijakan itu. Tapi, kebijakan yang dikeluarkan tersebut tidak boleh keluar dari koridor hukum yang berlaku.

"Kebijakan (diskresi) itu dijamin dalam undang-undang administrasi pemerintahan sejauh kebijakan itu tidak melanggar hukum. Jadi kebijakan dalam kerangka hukum kan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (30/5/2016).

Pada dasarnya, kebijakan diambil apabila keputusan harus diambil secara cepat dan belum ada aturan yang mengatur. Dengan begitu, kepala daerah bisa menentukan kebijakan apa yang diterapkan sambil menunggu aturan disahkan.

 

"Bahwa kebijakan itu selalu diambil apabila tidak ada ketentuan-ketentuan yang mengikat itu boleh silakan. Karena kalau tidak ada kebijakan pemerintah tidak bisa jalan," imbuh JK.

Berbeda bila kebijakan yang diambil ternyata melanggar koridor hukum yang berlaku. Tindakan hukum juga akan diberlakukan bagi pembuat kebijakan. "Ya tentu kalau melanggar hukum ya tentu ada aturannya," ujar JK.

Langkah Ahok menerapakan kewajiban bagi pengembang berupa kontribusi 15% dari proyek yang dibangun kini jadi perdebatan. Hak sebagian kalangan menilai kebijakan itu merupakan bagian dari hak distresi seorang gubernur. Sebagian lainnya menilai kebijakan itu tidak semestinya diambil dan harus menunggu aturan yang ada.

Ahok memang lebih suka menggunakan dana swasta dalam membangun beberapa infrastuktur ibu kota. Uang itu didapat dari kewajiban pengembang atas apa yang dibangun di Jakarta. Bentuk kontribusi bisa membangun rumah susun, RPTRA, jalan layang, taman, gedung parkir, atau infrastruktur lainnya.

Dana kontribusi ini berbeda dengan dana coorporate social responsibility (CSR) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan sosial. Kontribusi disebutkan dalam surat keputusan gubernur atas izin pembangunan sebuah proyek yang tengah dilakukan pengembang.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya