Cara Ahok dan Bupati Purwakarta Warnai Ramadan dengan Toleransi

Bukan saja orang yang berpuasa yang harus dihormati selama bulan Ramadan, tapi mereka yang juga tidak berpuasa karena suatu hal.

oleh Andrie HariantoDelvira Hutabarat diperbarui 13 Jun 2016, 13:00 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2016, 13:00 WIB
20160528-Palang-Pintu-Jakarta-Ahok-IA
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama membuka Festival Palang Pintu 2016 di Jakarta, Sabtu (28/5). Event tahunan tersebut diselenggarakan dalam rangka merayakan HUT ke-489 DKI Jakarta yang digelar pada 28-29 Mei 2016. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Razia Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang terhadap Warung Tegal Saeni menuai kecaman. Sementara Saeni banyak menuai simpati bahkan dari Presiden Jokowi. Namun, bagi dua kepala daerah ini, Ramadan adalah bagian dari praktik toleransi, bukan saja bagi yang menjalankan, namun juga bagi yang tidak menjalankan puasa itu sendiri.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pun menjamin, 'Tragedi Warteg Saeni' tidak akan terjadi di Jakarta. Bahkan, pihaknya tidak tertarik untuk mengikuti jejak Serang yang memiliki Perda Bulan Ramadan yang mewajibkan warung makanan tutup.

"Gak ada razia, enggak ada Perda," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Senin (13/6/2016).

Menurut Ahok, razia rumah makan selama puasa tidak tepat. Sebab, tidak semua warga beragama Islam dan tidak semua warga yang beragama Islam berpuasa karena alasan tertentu, misalnya sakit, manula, wanita haid, dan ibu menyusui.

"Saya mau tanya emangnya semua orang muslim puasa? Ini perempuan kalau lagi datang bulan puasa enggak? Lalu enggak bisa cari makanan?" ujar Ahok.

Menurut mantan Bupati Belitung Timur tersebut, Perda itu lebih baik diusulkan kepada Mendagri agar dicabut.

"Kamu tanya Mendagri, cabut perdanya," pungkas Ahok.

Bahkan, dia punya cerita unik dimana dirinya diundang oleh profesor-profesor muslim. Di mana di dalam pertemuan tersebut, profesor-profesor tersebut mempersilakan Ahok untuk makan siang.

"Kemarin siang makan sama profesor-profesor, itu beberapa profesor itu puasa. Tuan rumahnya puasa, lalu saya yang tidak puasa disediakan makan. Ini profesor-profesor loh, kanan lagi puasa, ini depan saya puasa," cerita Ahok.

Alasan para profesor tersebut adalah semata untuk menghormati orang yang tidak berpuasa. "Justru kami menghormati yang tidak puasa dia bilang, yang puasa dapat pahala kok, nah ini Islam Ramadan, Islam Nusantara nih. Dia ngomong gitu loh kemarin kejadiannya," tutur Ahok.

Persilakan Warung Nasi Buka 24 Jam

Cara Ahok dan Bupati Purwakarta Warnai Ramadan dengan Toleransi
Bukan saja orang yang berpuasa yang harus dihormati selama bulan Ramadan, tapi mereka yang juga tidak berpuasa karena suatu hal.

Lain hal dengan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang mempersilakan setiap warung makan tetap membuka layanannnya. Bahkan Dedi sengaja membuat 500 buah spanduk dan banner yang ditempelkan di beberapa titik di Purwakarta untuk menyiarkan kebijakannya itu.

"Silakan saja kalau mau buka pada siang hari, kami tidak akan menutup paksa rumah makan yang buka pada siang hari. Tetapi mohon diperhatikan juga kriteria pengunjung yang datang ke rumah makan selama bulan suci Ramadhan, harus memenuhi surat edaran yang kami kemas menjadi banner, kriterianya semua ada di sana," kata Dedi seperti dikutip dari humaspurwakarta.com, Senin (13/6/2016).

Kriteria yang dimaksud oleh Dedi adalah nonmuslim, orang sakit, perempuan yang sedang menstruasi, hamil atau menyusui, anak-anak yang belum dewasa, orang yang dalam keadaan sakit, orang yang berada dalam perjalanan (musafir) dan yang terakhir orang yang mengalami sakit ingatan (gila).

Dedi tegas meminta kepada pengelola rumah makan, bila pengunjung yang masuk ke rumah makan tersebut tidak memenuhi kriteria, maka pengunjung tersebut tidak usah dilayani.

"Kalau tidak masuk kategori saya minta untuk tidak dilayani. Kalau masuk salah satu kategori diatas mah ya silakan saja," kata Dedi.

Saeni adalah pemilik Warung Tegal di Serang yang menjadi 'korban' dari kebijakan pemerintah setempat. Warung tempatnya berjualan dirazia dan seluruh makanan yang ada disita Satpol PP, Rabu 8 Juni 2016.

Saeni mengatakan, dirinya sempat sakit dan lemas setelah warteg miliknya dirazia Satpol PP.

"Kemarin sempat sakit, kaget Satpol PP mengangkut dagangan. Saya mikirin, nangis nggak berhenti-berhenti," ujar Saeni.

Bahkan, Saeni mengatakan dirinya sempat sakit dan lemas setelah warteg miliknya dirazia Satpol PP.

"Kemarin sempat sakit, kaget Satpol PP mengangkut dagangan. Saya mikirin, nangis nggak berhenti-berhenti," ujar Saeni.

Duka yang dialami Saeni akhirnya mendapat simpati dari Presiden Joko Widodo. Bahkan, sang Presiden menyumbangkan Rp 10 juta kepada Saeni sebagai modal usahanya. Tidak hanya Saeni, beberapa politikus dan pejabat negara juga menaruh rasa prihatin atas peristiwa tersebut.

Gubernur Banten Rano Karno meminta aparat di Provinsi Banten agar dapat memperhatikan sisi kemanusiaan dalam menerapkan Peraturan Daerah.

"Sosialisasi aturan dan law enforcement harus tetap memperhatikan pentingnya menegakkan keadilan dan merawat sisi kemanusiaan," tegas Rano.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya