Komisi IX DPR Ingin Nama RS Bervaksin Palsu Diungkap

DPR ingin agar kasus vaksin palsu bisa diselesaikan hingga ke akar-akarnya.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 14 Jul 2016, 16:12 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2016, 16:12 WIB
Vaksin Palsu
Kasus vaksin palsu mencuat setelah polisi menggerebek pabrik pembuatannya di Tangerang dan Bekasi

Liputan6.com, Jakarta - Komisi IX DPR menggelar rapat dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Bareskrim Polri, Biofarma, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Rapat ini membahas penanganan beredarnya vaksin palsu.

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pihaknya merasa belum puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan Kemenkes atas pertanyaan yang diajukan para anggota dewan. DPR ingin agar kasus vaksin palsu bisa diselesaikan hingga ke akar-akarnya.

Politisi PAN ini menjelaskan, apa yang ingin didapat Komisi IX DPR dari rapat kerja (raker) ini adalah tentang kandungan yang terdapat di dalam vaksin palsu tersebut.

"Vaksin itu tentu adalah gabungan dari beberapa zat kimia yang mungkin dipadukan, nah untuk kita ingin mengetahui isinya apa dan kandungannya seberat apa. Apakah konsekuensi dari seseorang yang menggunakan vaksin palsu itu atau mungkin hanya ya tidak begitu berbahaya," ujar Saleh.

Lalu, lanjut dia, pihaknya juga ingin tahu orang-orang yang berada di Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan mana yang memang ikut terlibat. Karena, kalau tidak, pasti akan sulit bagi pelaku untuk mendapatkan limbah-limbah pembuatan vaksin palsu.

"Kemudian kita juga ingin tahu sebetulnya lembaga-lembaga fasilitas-fasilitas kesehatan masyarakat mana saja yang sempat menggunakan vaksin-vaksin itu. Kemarin kan sudah disebutkan ada 37, tetapi ke 37 itu kan masih disebutkan inisialnya saja," ungkap Saleh.

"Kalau inisial kan nantinya masih ada perdebatan, jangan sampai ada rumah sakit yang sama yang enggak terlibat tapi karena namanya sama, jadi inisialnya sama, ini yang dinamakan polemik. Masyarakat kan belum mendapatkan informasi yang pasti," sambungnya.

Saleh pun mengatakan kalau nantinya masih ada perdebatan tidak bisa membuka data RS untuk kepentingan penyelidikan Bareskrim Polri, kita minta saja nama-nama orang di dalamnya yang terlibat.

"Kalau misalnya ada keberatan dari pemerintah untuk mengungkapkan nama-nama lembaganya, kemungkinan besar itu hanya karena tak ingin nama lembaganya tercoreng. Padahal yang melakukan kan hanya oknum tertentu di dalam lembaga tersebut. Hari ini harus tuntas bukan hanya institusinya, tapi juga orang-orang yang terlibat di dalamnya," terang Saleh.

Sanksi Vaksin Palsu

Selain itu, Saleh juga menegaskan Komisi IX akan meminta pemerintah untuk menjelaskan bagaimana sanksi yang akan diberikan kepada orang-orang yang terlibat dalam peredaran vaksin palsu ini.

"Bagaimana caranya agar vaksin palsu ini betul-betul berhenti peredarannya dan jaminan bahwa vaksin palsu ini tidak akan beredar lagi di kemudian hari. Kalau perlu koordinasi dilakukan antarlembaga untuk saling kroscek informasi dari masing-masing," ujar dia.

Kemudian, lanjut Saleh, Komisi IX juga ingin mengetahui sanksi apa yang akan diberikan kepada pihak yang terlibat dalam peredaran vaksin palsu ini.

"Kita ingin mengetahui sebetulnya bagi mereka yang terbukti ikut terlibat di dalam proses peredaran vaksin palsu ini, hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada mereka sehingga mewakili nilai-nilai keadilan yang diharapkan oleh masyarakat," kata Saleh.

Hal itu dikarenakan, sambung dia, biar bagaimana pun keberadaan vaksin palsu ini sangatlah meresahkan masyarakat sehingga harus ada penegakan hukum yang tegas oleh pemerintah.

"Nah jadi proses supaya penanganannya harus komprehensif. Jika individu yang terlibat, tentu kita ingin sanksi paling minimal diberhentikan dari kepegawaiannya baik swasta maupun negeri untuk tidak lagi aktif di tempat itu," ucap Saleh.

"Atau jika secara sadar rumah sakit itu dengan sengaja untuk memesan dan menyuntikkan vaksin palsu kepada pasiennya, tentu kita akan meminta bukan hanya sekedar sanksi, bisa saja mungkin ditutup," pungkas Saleh.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya