Liputan6.com, Bekasi - Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengakui jika ada rumah sakit (RS)di wilayahnya yang menggunakan vaksin palsu.
"Benar dari daftar rumah sakit dan bidan yang dirilis Menteri Kesehatan, ada rumah sakit yang berada di wilayah Kota Bekasi. Yakni, RS Permata, RS Hosana Medica dan RS Elizabeth," ujar Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi Teti Manurung, di Bekasi, Kamis 14 Juli 2016.
Ia mengatakan, tiga rumah sakit tersebut menerima dan mengedarkan vaksin palsu dari distributor tidak resmi. Hal tersebut terungkap, saat Dinkes Kota Bekasi sidak tiga minggu lalu setelah Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar sindikat pemalsu vaksin di wilayah Jakarta, Bekasi dan Tanggerang Selatan pada Selasa 21 Juni lalu.
Hanya, dia mengakui pihaknya saat itu tidak berhasil menemukan vaksin palsu saat sidak di ketiga rumah sakit tersebut. Sebab, vaksin termasuk salah satu obat eksklusif yang produknya cukup terbatas.
Ada pun vaksin palsu yang digunakan tiga rumah sakit ini, ungkap Teti, bukanlah vaksin imunisasi dasar seperti vaksin polio, campak dan hepatitis. Mayoritas vaksin yang dipalsukan adalah vaksin yang memiliki harga relatif mahal, lebih dari Rp 200 ribu hingga jutaan perbotolnya.
"Vaksin dasar imunisasi semuanya distok oleh pemerintah. Namun vaksin palsu yang ditemukan mereka adalah vaksin serum, vaksin ATS (anti tetanus serum), vaksin ADS (anti dikteri serum), vaksin PPD (tuberkulin purified protein derivative), dan vaksin ABU (anti bisa ular). Untuk vaksin TBC adalah vaksin yang mahal yang dipalsukan," ungkap dia.
Kendati demikian, pihaknya mengaku belum bisa mengungkap temuannya lebih jauh karena menjunjung asas praduga tak bersalah.
Dinkes Kota Bekasi juga belum bisa memberikan sanksi tegas kepada rumah sakit yang terbukti menggunakan vaksin palsu.
"Kalau untuk menutup ketiga rumah sakit itu secara mendadak, kita tidak bisa begitu saja. Tapi kita akan tegur, evaluasi izin operasional rumah sakit di masa yang akan datang,"ujar Teti.
Tidak Wajib Lapor
Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengakui jika rumah sakit swasta tidak diwajibkan untuk melapor setiap pembelian obat dan vaksin. Bahkan, pihak rumah sakit juga tidak diwajibkan untuk melaporkan setiap kerja sama terhadap para distributor obat.
Hal tersebut yang ditengarai menjadi celah antar rumah sakit dan pihak distributor berbuat nakal dan meraup keuntungan.
"Untuk pengawasan, kita hanya mengawasi imunisasi dasar saja, karena vaksin itu diambil dari Dinas Kesehatan melalui distributor resmi yang terdaftar," kata Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Teti Manurung
Adapun yang disebut tidak resmi karena distributor obat tersebut tidak dikenal dan tidak masuk dalam daftar dari dinas terkait. Padahal, kata Teti, rumah sakit swasta lainnya biasa memasok obat dari daftar yang dimiliki oleh dinas terkait.
Karena itu, pihaknya mengaku tidak bisa menginventarisasi lebih jauh laporan asal muasal pembelian vaksin yang dilakukan pihak rumah sakit. Termasuk tidak bisa menelusuri seluruh pasien yang pernah melakukan vaksin, khususnya di tiga rumah sakit swasta di Kota Bekasi yang dinyatakan menerima vaksin palsu dari para sindikat pemalsu vaksin yang dibongkar Mabes Polri.
"Tentunya kita tidak bisa setiap saat bertanya vaksin apa saja yang dibeli rumah sakit setiap saatnya. Karena rumah sakit swasta boleh membeli vaksin dalam kapasitasnya sendiri," jelas dia.
Teti meminta masyarakat tidak panik dalam menyikapi peredaran vaksin palsu. Sebab, dari 34 puskesmas dan 33 rumah sakit swasta di Kota Bekasi, dinyatakan terbebas dari vaksin palsu meski tersangka memproduksinya di wilayah Kota Bekasi juga.
"Di kota Bekasi memiliki 35 puskesmas dan 38 rumah sakit swasta. Tiga diantara 38 rumah sakit itu terindikasi. Namun puskesmas dan RSUD kita aman, jadi saya berharap masyarakat tetap tenang," ujar Teti.