Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Farhat Abbas mendatangi Gedung Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Jakarta. Ia mengaku datang sebagai kuasa hukum warga negara Senegal, Seck Osmane untuk menyampaikan surat keberatan terkait rencana eksekusi mati terhadap kliennya itu.
"Saya bertugas untuk mengirim surat keberatan pada Jaksa Agung atas eksekusi. Kami minta hak-hak narapidana agar lebih diperhatikan," kata Farhat Abbas di Kejaksaan Agung, Selasa sore (26/7/2016).
Farhat mengatakan, yang menjadi dasar keberatan pihaknya yaitu bunyi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi dalam Pasal 7 ayat 2. Menurut Farhat, pengajuan grasi tidak dibatasi dan tidak ada kedaluwarsa seperti yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam putusan bernomor NO 107/PUU-XII/2015, MK memutuskan bahwa permohonan grasi merupakan hak prerogatif Presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya karena menghilangkan hak konstitusional terpidana.
Karena itu, tim kuasa hukum Osmane meminta Jaksa Agung memberi kesempatan kliennya untuk mengajukan grasi.
"Kita minta pada Presiden melalui Jaksa Agung agar memberi kesempatan kepada Osmane daftarkan grasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan besok. Dan apabila kejaksaan masih melaksanakan secara paksa (eksekusi mati) tanpa melihat pertimbangan hal lain kami menganggap ini melanggar HAM dan merupakan kesalahan kekuasaan," beber Farhat.
Seck Osmane divonis hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 21 Juli 2004. Osmane tertangkap tangan memiliki 2,4 kilogram heroin saat penggerebekan di Apartemen Eksekutif Panorama nomor 806, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.