Liputan6.com, Batam - Diduga salah tangkap, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri akhirnya melepaskan MTS. Remaja berusia 19 tahun itu sebelumnya termasuk enam terduga teroris yang ditangkap Densus 88 di di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) pada Jumat pagi 5 Agustus 2016.
Namun, setelah satu hari dilepaskan oleh Densus, MTS dan kedua orangtuanya masih enggan memberi keterangan terkait penangkapan tersebut. "Untuk sementara ini, dia (MTS) enggak mau kalau diajak ngomong. Mungkin masih merasa takut," ucap Tri, salah satu keluarga di rumah MTS, kawasan Batuaji, Kota Batam, Minggu 7 Agustus 2016.
Tri menjelaskan, ibu MTS pun sudah satu hari sakit karena stres. "Bapaknya juga akhir-akhir ini pulang malam kerjanya, mungkin untuk menenangkan diri."
Advertisement
"Siapa yang enggak kaget, anaknya tiba-tiba ditangkap," Tri menambahkan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Liputan6.com, MTS ditangkap bersama temannya, HGY. Keduanya masuk daftar enam terduga teroris dalam operasi penyergapan Densus 88 di Batam.
Jaringan Kitabah Gombong Rebus
Sebelumnya, menurut polisi, keenam orang itu menamakan jaringannya sebagai Kitabah Gombong Rebus (KGR). Keenam terduga teroris jaringan KGR ditangkap di lokasi berbeda di Batam. Mereka GRD, TS, ES, TZ, HGY dan MTS. Keenamnya ditangkap pukul 07.21 WIB, Jumat 5 Agustus 2016.
"Pertama GRD, kedua TS, ketiga ES, keempat TZ, kelima HGY ditangkap di Jalan Batu Aji, dan terakhir MTS juga ditangkap di Batu Aji," kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Agus Rianto di kantornya, Jakarta, Jumat 5 Agustus 2016.
Menurut Agus, Densus 88 menduga GRD merupakan pimpinan KGR. GRD juga diduga kuat pernah menampung 2 anggota kelompok jaringan teroris yang berasal dari Uighur, atas nama D dan A.
D telah dideportasi, sementara A masih dalam proses deportasi karena baru ditangkap pada akhir 2015 di Bekasi, Jawa Barat. "GRD ini merupakan fasilitator keberangkatan mereka atau WNI yang ingin bergabung ke kelompok teroris yang ada di Suriah melalui Turki. Ini masih akan terus kami dalami," Agus memaparkan.
Kemudian, sambung dia, GRD juga diduga kuat merupakan penerima sekaligus penyalur dana untuk kegiatan radikalisme di Indonesia yang berasal dari Bahrun Naim. Bahrun Naim merupakan teroris yang diduga terkait bom Thamrin, Jakarta dan sekarang berada di Suriah.
Berencana Serang Singapura
GRD bahkan pernah bersama-sama dengan Bahrun Naim (BN) untuk merencanakan teror di Singapura. "Masih dilakukan pendalaman. GRD bersama BN pernah berencana melakukan serangan teror ke Singapura. Mereka akan menyerang dengan menggunakan roket dari Batam ke Singapura," ujar Agus.
Senada dengan Agus, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, mereka diduga terkait dengan Bahrun Naim yang tergabung dalam kelompok ISIS.
"Mereka pernah merencanakan untuk meluncurkan roket dari Batam dengan tujuan Marina Bay, Singapura," kata Irjen Boy Rafli Amar di Jakarta, Jumat 5 Agustus 2016.
Tak Ahli Kendalikan Roket
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan enam terduga teroris yang ditangkap di Batam dan berniat melancarkan serangan roket ke Singapura tidak mempunyai keahlian merakit atau mengendalikan roket.
"Kita belum menemukan roket yang dimaksud. Yang ada senjata angin dan panah. Mereka juga tidak berhasil punya roket. Mereka baru perencanaan. Mereka belum mampu mengoperasikan roket," ujar Tito di Yogyakarta, Sabtu 6 Agustus 2016.
Para terduga teroris ini belajar membuat roket dari Bahrun Naim, buron teroris asal Indonesia yang menjadi petinggi ISIS di Suriah. "Mereka online training. Kita tahunya dari kelompok (teroris) yang sudah kita tangkap karena mau melakukan penyerangan di suatu tempat di Surabaya," ucap Kapolri.
Â
Advertisement