Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah saat ini tengah mengupayakan status kewarganegaraan mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar. Pemerintah tidak ingin kehilangan warga negara berprestasi seperti Arcandra.
Jika sudah kembali menjadi WNI, akankan Arcandra masih berpeluang menjadi menteri?
Menurut Juru Bicara Presiden Johan Budi, pihaknya belum mengetahui apakah Presiden Jokowi akan memberikan kesempatan kedua bagi Arcandra untuk duduk di Kabinet Kerja.
Advertisement
"Belum tahu, belum bertemu dengan Pak Jokowi," ujar Johan kepada Liputan6.com, Senin (22/8/2016), di Jakarta.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sinyal positif soal kesempatan kedua Arcandra untuk menyelesaikan tugasnya di Kementerian ESDM. JK mengatakan, pemerintah membutuhkan keahlian lulusan ITB itu.
"Oleh karena itu, kita membantu untuk mempercepat bagaimana proses kewarganegaraan itu," ujar JK beberapa waktu lalu.
JK menjelaskan, status kewarganegaraan Arcandra menjadi tidak jelas setelah menjabat sebagai Menteri ESDM. Dalam undang-undang di Amerika, warga negara yang sudah jadi pejabat negara di negara lain, status kewarganegaraannya otomatis hangus.
Sementara, undang-undang di Indonesia mengatur seseorang yang sudah menjadi warga negara asing dan bersumpah setia kepada negara tersebut, status WNI-nya hangus.
"Oleh karena itu, maka diperjelas. Siapa pun warga negara Indonesia, siapa pun yang membutuhkan suatu yang benar, yang jelas harus kita bantu dan sesuai keinginannya," jelas JK
Arcandra sendiri kehilangan status WNI setelah memilih kewarganegaraan Amerika Serikat melalui proses naturalisasi pada 2012.
Sementara undang-undang AS menyatakan kewarganegaraan seseorang hilang saat menjadi pejabat publik atau pengambil kebijakan di negara lain.
Ada beberapa jalur yang sedang dikaji pemerintah untuk mengembalikan kewarganegaraan Arcandra. Jalur tersebut yakni jalur normal yaitu sesuai Pasal 9 UU 12/2006 yang di antaranya mewajibkan harus tinggal di Indonesia selama sedikitnya lima tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun jika tidak berturut-turut.
Sementara jalur cepat bisa diperoleh sesuai Pasal 20 dengan catatan orang tersebut harus dianggap berjasa pada Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara. Jika menerapkan hal ini, undang-undang mewajibkan Presiden harus memperoleh pertimbangan DPR RI terlebih dahulu.